Part 5

500 83 5
                                    

Sandra mematung seketika dan tidak menjawab pertanyaan Windi. Sejujurnya Sandra trauma dengan kejadian beberapa tahun yang lalu saat ia yang sedang berbelanja naik motor harus bertemu dengan beberapa teman SMA-nya di Semarang. Saat Sandra menyapa mereka dengan penampilan ala kadarnya, mereka semua berlagak tak mengenalinya.

Dari kejadian itu, Sandra jadi tahu, mana teman yang sesungguhnya dan teman yang palsu. Setidaknya kini Sandra membentengi dirinya sendiri. Ia tidak akan mempercayai siapapun lagi, karena semua orang berpotensi berkhianat saat temannya jatuh.

"Sandra, kau Sandra kan?" Windi sekali lagi memastikan. Sementara Sandra hanya mengangguk pelan. Meskipun dulu mereka sangat akrab, tapi sekarang Sandra sudah membentengi diri dari teman-temannya dulu. Ia yakin reaksi Windi akan sama saja jika tahu ia sudah tidak sekaya dulu.

"Ya. Lama tidak bertemu Windi. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik. Seperti yang kau lihat."

Windi sedikit terkejut dengan reaksi Sandra. Ia pikir Sandra akan menyapanya dengan ramah karena mereka dulu sangat akrab. Ia dengar dari Alina dan Ema, Sandra menyapa mereka ketika keduanya liburan ke Semarang.

Mungkin karena keadaan ekonomi keluarga Sandra sekarang sudah berbeda, wanita itu menjaga jarak dari teman-temannya. Windi sudah lama mendengar jika keluarga Sandra bangkrut sejak wanita itu lulus SMA. Karena itulah Sandra tidak jadi meneruskan pendidikannya ke Amerika bersama Marcello. Dan Windi memanfaatkan kesempatan itu. Ia mengejar Marcello ke Amerika dan meluluhkan hati keluarga Marcello terutama nenek Liona.

Dan Windi sukses besar. Nenek Liona berhasil meyakinkan Marcello agar bertunangan dengannya. Meskipun saat ini status pertunangannya belum ada kemajuan, setidaknya Windi lega. Marcello tidak akan lepas dari cengkramannya seperti saat SMA dulu. Pria itu bertemu Sandra dan mereka saling jatuh cinta. Kali ini Windi tidak akan kecolongan lagi.

"Oh ya Win, aku harus pulang. Lain kali kita ngobrol jika bertemu lagi."

Sandra memakai helm-nya kemudian berlalu dari hadapan Windi. Ia tidak ingin sok akrab lagi dengan teman-teman SMA-nya dulu. Entah kenapa Sandra yakin Windi sama saja seperti Alina dan Ema. Mereka semua hanya akrab dan baik berdasarkan latar belakang mereka. Jika miskin, ya otomatis akan ditinggal. Seperti Sandra saat ini.

Sementara Windi masih mematung di tempatnya. Tidak menyangka jika ia bertemu lagi dengan Sandra setelah sekian lama tidak bertemu. Tiba-tiba rasa was-was menelusup ke dalam hatinya. Bagaimana jika sampai Marcello tahu jika Sandra ada di Jakarta saat ini.

Windi harus segera menyelidiki masalah ini. Jangan sampai Marcello tahu Sandra ada di Jakarta. Dan jika sampai tahu, statusnya dengan Marcello harus sudah berubah. Jika mereka sudah menikah, maka Windi tidak akan khawatir lagi jika Sandra merebut Marcello darinya.

Mengingat masa lalu mereka dulu, bukan tidak mungkin hati Marcello akan goyah jika melihat Sandra. Untung saja Windi sudah membumbui hati Marcello dengan berbagai omongan ngawur dan fitnah tentang Sandra. Jadi, sekarang tugasnya adalah berusaha keras agar hati Marcello tidak berpaling pada wanita manapun lagi. Windi harus terus menempel pada pria itu, meskipun suatu saat mereka sudah menikah sekalipun.

**

"Yeaaaayy!! Mommy pulang!!!" Justin dan Jessie berlarian menuju halaman rumah mereka saat mendapati sang Mama sudah pulang. Sandra langsung memamerkan satu kotak martabak dan satu kotak brownies untuk keduanya. Mereka langsung tertawa senang sambil memegangi kotak itu satu persatu.

"Brownies-nya wangi sekali. Nanti kakak tidak boleh minta ya." Seperti biasa, Jessie memang sedikit pelit.

"Kalau kakak nggak boleh minta browniesnya, nanti kamu juga nggak boleh minta martabak kakak."

"Kok gitu."

"Ya makanya jangan pelit. Nanti kakak akan memberimu satu biji martabak, nanti kamu ngasih kakak satu biji brownies."

"Oke. Tapi jangan banyak-banyak ya."

"Ya Tuhan Jessie, itu hanya satu biji."

"Ya sudah. Ayo kita masuk dan makan."

Sandra tersenyum sambil menggelengkan kepalanya saat melihat perdebatan kedua anaknya. Justin sangat mirip dengan Marcello. Dulu, Marcello memang sangat menyukai martabak asin. Sandra tidak menyangka hal itu menurun pada putra mereka.

Ia segera melepaskan helmnya kemudian berjalan menuju rumah. Di ruang tamu, tampak mamanya tengah membantu Justin dan Jessie untuk membuka kotak martabak dan browniesnya. Mamanya menyuapi Jessie dan gadis kecil itu langsung berteriak kegirangan.

"Hmmm, brownies-nya enaaaak."

"Martabaknya juga enak. Cobain ini." Justin menyuapi Jessie dan gadis itu sedikit mengernyit, tidak terlalu menyukai martabak.

"Tidak enak. Aku tidak suka."

"Ya sudah. Jessie makan brownies nya saja. Sandra, kau sudah pulang." Dewi menyapa putrinya yang sedari tadi hanya mematung di tengah pintu ruang tamu. Sandra tampak perhatikan putra dan putrinya. Rasanya sangat senang setiap pulang ke rumah disambut oleh tawa keduanya.

"Iya Ma. Capek banget."

Sandra mendudukkan diri di samping mamanya. Iya merebahkan kepalanya ke sandaran sofa karena kelelahan. Melihat keadaan Sandra. Berulang kali Dewi dan suaminya menyarankan Sandra agar dirumah saja dan mengurus si kembar saja. Namun Sandra tidak mau karena kasihan melihat ayahnya bekerja sendirian untuk membiayai mereka berlima. 

Tok tok

Suara pintu yang diketuk membuat mereka berempat menoleh. Mereka langsung tersenyum saat Amira, tetangga sebelah rumah mereka datang membawa dua kotak kardus makanan. Gadis itu langsung duduk di samping Sandra dan mengelus rambut Jessie yang di kucir kuda.

"Sore semua!! Ini aku di suruh Kak Bagas buat kemari mengantarkan dua nasi kotak ini. Hari ini Kak Bagas dapat bonus dari tempat kerjanya. Jadi bagi-bagi nasi kotak ke tetangga."

"Waaah, terima kasih Kak Amira. Ini pasti enak." Jessie meraih satu kotak itu kemudian membukanya. Nasi dan ayam goreng serta sambal goreng tempe kesukaan Jessie ada di sana. Jessie dan Justin langsung bersorak kemudian memakan dua kotak nasi itu bersamaan. Meskipun setiap hari susah makan, Jessie jadi lahap setiap ada makanan pemberian dari tetangga. Ada-ada saja anak kecil itu.

"Bagas masih kerja di restoran ayam cepat saji itu?" Tanya Sandra sambil mencicipi ayam goreng pemberian Amira yang kini dimakan Justin. Kakak Amira, Bagas, seusia dengannya, sedangkan Amira lima tahun di bawahnya. Mereka berdua adalah anak yatim yang tinggal tepat di sebelah rumah Sandra.

"Iya Kak Sandra. Karena bulan ini restoran ramai, para karyawan diberi bonus yang lumayan banyak. Makanya Kak Bagas bagi-bagi rezeki meskipun cuma sedikit."

"Sedikit atau banyak, kalau niatnya tulus pasti berkah kok." Sambung Dewi sambil menyuapi Jessie yang kembali rewel masalah makanan. 

"Aamiin. Makasih doanya bu Dewi. Kalau gitu saya pulang dulu. Tadi belum jemur pakaian udah disuruh Mas Bagas kemari."

"Makasih banget ya Mira."

"Sama-sama Mbak Sandra."

Amira pergi setelah mencubit pipi gembul Jessie. Gadis cilik itu berteriak kesal, namun tetap meneruskan makanannya. Sementara Justin makan sendiri, sesekali menjadikan martabaknya sebagai lauk.

Menatap kedua anaknya, rasa hangat menyelimuti hati Sandra. Meskipun tidak bisa bersama Marcello karena keadaan mereka yang jauh berbeda, namun setidaknya Sandra bahagia. Ia mempunyai kenangan dari masa lalunya yang masih bisa ia lihat sampai sekarang, yaitu anak-anaknya. Dan ketika suatu saat Marcello menyadari kehadiran dua anak kembarnya, Sandra harap Marcello tidak punya niat jahat untuk merebut Justin dan Jessie darinya.

Memories From The Past ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang