Cinta Seorang L*nte

420 6 4
                                    

Aku hanya bisa terdiam mematung melihatnya. Apa yang terjadi ini?!

Kakiku bergetar lemah. Seolah ingin jatuh. Lelaki idamanku sedang berciuman dengan Nisa dan Leni!

"Hi hi, maaf ya Sar!" ucap Nisa tertawa di samping Mas Rian, "Kayaknya lama-lama kita jadi suka deh sama Mas Rian. He he!"

"Oh ya," jawabku pasrah.

"Leni juga nih!" lanjut Nisa, "Ikut-ikutan!"

"Eh, aku udah suka duluan ya!" balas Leni, "Kamu yang ikut-ikutan!"

"Berarti ngaku tuh kalau suka Mas Rian duluan!" rundung Nisa, "Hi hi!"

"Abis Mas Rian baik banget! He he!"

Ah, begitu buruknya nasibku! Sudah tubuh dijamah banyak lelaki, kini orang yang kusukai pun diambil orang!

Sari, Sari! Untuk apa kau terlahir di dunia ini?! Untuk disakiti?!

"Mas Rian nakal ih!" tegur Leni diciumi pipinya, "Ada Sari tuh!"

"Sini Sar!" panggil Nisa.

Aku tersenyum menggeleng dan tetap berdiri mematung.

"Sini!" desak Nisa menjemputku untuk duduk di sofa.

Aku pun duduk dengan pasrah duduk di sebelah Nisa. Apa yang terjadi biarlah terjadi. Mirip lirik lagu Kupu-kupu Malam.

Perempuan miskin dan udik seperti diriku barangkali memang tak ditakdirkan untuk mendapatkan kebahagiaan!

Mereka bertiga melanjutkan ciuman. Mas Rian dengan lembut memeluk dan mencumbui dua mahasiswi cantik di samping kanan dan kirinya itu.

"Aku harus balik kantor!" ucapku hendak beranjak dan muak.

Nisa menggenggam tanganku dan menahannya. "Bentar, baru jam segini!"

Aku terdiam dan tak mampu menjawab. Apa yang harus kulakukan?!

"Sini!" perintah Nisa menyuruhku mendekat pada Mas Rian, "Aku ambil minuman lagi!"

"Sini, Sar!" pinta Mas Rian lembut berusaha menggapaiku.

Kucegah tangannya dan berusaha untuk menjauhinya.

"Sini," rayunya lagi.

"Mas Rian suka sama kamu lho, Sar!" ungkap Leni.

Aku hanya terdiam.

"Ya Mas?!" kukuh anak Pak Ginanjar itu, "Mas Rian udah bilang, dia suka kamu dari dulu. Sejak kamu masih sekolah. Tapi nggak berani bilang. Katanya kamu agak tertutup."

Aku tetap terdiam meski hati trenyuh. Jadi benar, Mas Rian menyukaiku?!

"Sini Sar," masih lanjut Leni, "Terbuka aja! Kita cintai Mas Rian bareng-bareng!"

"Sini, Sar!" rayu Mas Rian lagi menyentuh pundakku.

Dibalut rasa muak dan sedih, entah kenapa, akupun luluh! Sebagian hatiku mengatakan ingin bersama dengannya. Apakah ini yang dinamakan cinta?!

"Sini," desak Mas Rian berhasil merengkuh tubuhku.

Akupun terhuyung ke pangkuannya. Ia peluk mesra tubuhku dan ia cium kepalaku yang terbalut jilbab.

Astaga! Dalam sekejap, hatiku luruh!

Ia usap-usap bahuku dan terus menciumi kepalaku. Membuat tubuh ini bergetar dan hati luluh. Seperti seekor kucing kecil yang digendong dan dielus-elus oleh pemiliknya.

"Emang bener Mas Rian suka aku?!" rajukku tak berani menatapnya.

"Iya, dari dulu!" jawabnya kalem.

"Kenapa nggak bilang?"

Sari NurbayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang