Januari 1981Seorang pemuda menyapu seluruh sudut kapal yang ditumpanginya. Ribuan orang bersuka ria menunggu kapal KMP Golden Hiraeth membawa mereka ke tempat yang mereka tuju, sama sepertinya. Menggantung harap pada pemilik semesta, serta pada sang nahkoda dan awak kapal yang berusaha menaklukkan laut berwarna biru kehitaman serta derasnya ombak demi membawa mereka sampai pada tujuan- ke Ujung Pandang.
Alunan musik yang berjudul "Malam Terakhir" dinyanyikan oleh sebuah band yang telah disiapkan pihak kapal menjadi melodi penghibur di malam yang pekat disertai hujan deras. Para penumpang bersuka ria kala itu.
Lelucon lucu terlontar dari bibir seorang pria berusia empat puluh tahunan. Bibir merah kehitamannya tengah asyik menghisap nikotin disertai dengan ocehannya yang tak pernah usai. Sesekali membuat tertawa, namun seringkali terdengar menyebalkan sebab candaannya terlalu berlebihan. Siapa sangka keadaan yang penuh suka cita itu dengan sekejap berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat.
Malapetaka bermula ketika terdengar suara percikan api pada deck satu, membuat keadaan semakin berdebar. Kobaran api semakin meluas diakibatkan banyaknya kendaraan mesin roda dua dan roda empat yang saling bergesekan. Anak buah kapal (ABK) berupaya memandamkan percikan api yang kian membesar, namun hasilnya nihil. Si jago merah terlalu keras kepala. Terus berkobar, membakar habis seluruh penghuni deck satu.
"Sialan. Siapa yang membuang puntung rokok di dekat kendaraan?!" teriak awak kapal murka. Wajahnya memerah tegang ketika mendapati sebuah puntung rokok yang di sebelah sepeda motor.
ABK (anak buah kapal) itu berasumsi jika penyebab terjadinya kebakaran dikarenakan penumpang yang kurang disiplin. Membuang puntung rokok sembarangan, apalagi tepat berdekatan dengan kendaraan bermotor.
Seluruh penumpang deck atas yang tengah asik menikmati pesta terheran-heran tatkala lampu tiba-tiba padam dan lantai deck terasa panas.
Tak ada pilihan lain, seorang ABK memberitahu hal yang sebenarnya dan meminta para penumpang berlari menuju kapal paling atas untuk menaiki perahu penyelamat.
Pra menatap ribuan raga di hadapannya. Beberapa orang berusia senja terlihat pasrah dengan binar mata yang kian redup. Seolah pasrah pada takdir jika hari itu juga mereka akan mati. Para remaja dan anak-anak menangis meraung-raung. Menolak kenyataan jika mimpi dan cita-citanya harus terkubur sebab direnggut oleh ajal. Tangisan putus asa dan lafalan doa pada Tuhan dengan keyakinan yang berbeda-beda masuk ke indra pendengaran Pra.
Lalu Pra tidak tahu, dirinya termasuk ke dalam golongan yang mana.
Pra sangat merindukan keluarganya, namun jika Tuhan lebih merindukannya, maka Pra tidak bisa menolak.
Kobaran api semakin membesar, membakar apapun yang bisa dibabatnya. Dari enam sekoci yang tersedia, hanya satu yang dapat digunakan.
Sang nahkoda dan awak kapal berusaha melindungi ribuan penumpang yang berharap-harap cemas, hidup mereka di ambang batas. Hanya harap yang dilafalkan pada pemilik semesta agar hari itu bukanlah hari terakhir mereka menghirup udara, sebelum tubuhnya direnggut dan menjadi santapan penghuni lautan yang bersuka cita menyambut raganya jauh ratusan mili di bawah sana.
Empat puluh jam lamanya, KMP Golden Hiraeth terombang-ambing ditengah lautan. Merahnya api sangat kontras dengan gelapnya malam. Tidak seindah lampion, sebab pemandangan kala itu ibarat pertunjukan menjemput maut. Hingga 'KMP Golden Hiraeth', benar-benar karam di Kepulauan Masalembo pada tanggal 27 Januari, dini hari.Pra menyungging senyum tipis kala raganya dan ratusan penumpang lainnya berbalik seratus delapan puluh derajat bersama kapal yang sebentar lagi karam. Harapnya untuk bertemu dengan keluarganya di Ujung Pandang sana telah pupus.
"Ibu, Bapak, Kal, Denis, dan teman-teman lainnya, sampai jumpa di dunia yang baru,"
Tuhan membawanya pulang, benar-benar pulang ke tempat dimana dia berasal. Mimpinya cukup sampai disini.
Kini Pra akan melanjutkan perjalanan menuju ke alam lain. Pra akan melihat seindah apa semesta lain yang dirahasiakan pencipta semasa manusia itu masih hidup. Ya, sebentar lagi Pra akan sampai pada destinasi pada dimensi yang baru.
Matanya menatap keindahan bawah laut yang dipenuhi terumbu karang dan biota laut lainnya, sebelum kegelapan menghampiri. Sebelum bagian runcing dari badan kapal membuat kepalanya bocor.
Dugh
Tunggu...
Apakah ini mimpi terburuk dalam hidup seorang Andi Pra Nicholas?
Hi, this is my new story!
Aku mau mengajak kalian mengingat dan mengenang sejarah tenggelamnya Kapal Tampo Mas II pada tahun 1981 lalu. Cerita ini diambil dari kisah kecelakaan tragis tersebut lalu dibumbuhi dengan sedikit cerita fiksi.Enjoy ya, see you🩷
KAMU SEDANG MEMBACA
ADRIFT
Historical Fiction⚠️Cerita ini diambil dari kisah nyata tenggelamnya KMP Tampomas II pada tahun 1981 dan telah dibumbuhi dengan cerita fiksi. Pra tak menyangka jika di umurnya yang ke-24 tahun, ia harus menyaksikan peristiwa paling tragis seumur hidupnya. Bulan Jan...