Aku memijat pelan ke arah luar kelopak bunga lili merah muda itu agar ia terbangun dari lelapnya. Bunga-bunga cantik ini baru saja kubeli dari perkebunan terbaik di daerah Seoul. Tugasku di sini hanya untuk memperindah ciptaan Tuhan dengan merangkainya sedemikian rupa agar yang melihatnya pun mendapat kesejukan hati.
Lalu, aku melanjutkan rutinitasku untuk membersihkan kulkas bunga, mencuci vas kaca indah transparan itu, lalu mengisinya kembali dengan air segar. Bunga-bunga yang bergeletakkan di atas konter mejaku kini berdiri dengan rapi dan anggun sesuai dengan jenis dan warnanya.
Aku tersenyum melihat bunga-bunga itu semakin merekah saat tersentuh air, mereka minum dengan baik. Melihatnya seperti dopamin mengalir deras pada aliran darahku.
Kemudian, aku memasukkan vas bunga kembali ke tempatnya lalu mengatur suhu pada tombol kulkas bunga.
Kini saatnya mulai membereskan Petals & Posies. Aku memulai kegiatan dengan menyapu lantai berwarna putih gading itu. Selesainya, pel pun dikeluarkan. Aku tak pernah bosan untuk mengelap vas beserta rak tinggi walau aku harus menggunakan tangga untuk menggapainya. Hal yang paling aku suka lainnya adalah mengorganisir pita dan susunan tanaman.
Aku juga tidak lupa memakai perlengkapan APD seperti masker dan sarung tangan sebelum membersihkan ruangan. Tak luput juga apron berwarna krem dengan logo tersenyum pada bagian kiri atasnya dipasang rapi pada tubuh rampingku.
Mungkin terlihat sepele. Namun, jika tidak dilakukan tiap hari, akan terlihat perbedaan yang signifikan. Bunga yang cepat layu, tempat yang kotor, dan aroma kurang sedap akan membuat pelanggan kita kabur.
Kita? Sebenarnya tidak ada kata kita di dalam kamusku. Aku hanya bekerja sendirian di toko bunga estetik yang terletak di jantung kota Seoul.
Aku bisa mengatakannya estetik karena toko bungaku memiliki nuansa cerah dan menyenangkan. Setiap jengkalnya juga dipenuhi keindahan alam serta disediakan props unik agar mereka bisa mengabadikan fotonya di kaca selfie yang didekorasi oleh Petals & Posies. Dan mungkin kau akan terkejut bahwa ada photobox di dalam toko bungaku yang mungil ini! Sering kali orang-orang hanya berlalu-lalang memakai photobox Petals & Posies tanpa membeli bunga, tapi tak sedikit juga yang membeli bunga sebagai props untuk berfoto. Mau bagaimanapun aku tak masalah, asal tempat ini kelihatan lebih hidup tiap harinya. Karena aku membutuhkan itu.
Terkadang aku ingin memiliki rekan kerja untuk diajak canda tawa. Namun, setelah dipikir-pikir, aku belum menyisihkan budget untuk satu karyawan lagi. Walaupun aku sering kewalahan ketika mendapat banjiran pesanan, aku bersyukur, namun tak ada salahnya aku sekali-sekali mengeluh, 'kan?
Aku juga sedang menabung untuk liburan self-healing bersama teman, serta biaya pengobatanku yang cukup mahal setiap bulan.
Cita-citaku lainnya adalah untuk memperluas toko bunga ini sehingga bisa lebih ramai dan makin banyak pelanggan tetap.
Ketika aku sedang sibuk menggunting tangkai bunga, suara pintu berdenyit tertangkap oleh gendang telingaku disertai suara bel familiar pertanda ada pelanggan yang masuk. Kami bertatapan selama dua detik sebelum ia memalingkan wajahnya untuk mencari bunga. Lantas aku menghampirinya untuk membantunya.
"Halo! Ada yang bisa saya bantu? Anda sedang mencari bunga untuk siapa?"
Ketika ia menoleh, terlihat parasnya yang sangat tampan. Hidungnya yang mancung, mata yang tajam, alis dan bibirnya yang tebal. Wah, tampan juga ya seperti artis.
"Saya mencari bunga untuk ibu saya yang sedang sakit. Mungkin sebuah pot bunga putih?" jelasnya sambil menatap mataku.
Aku membalas tatapannya yang hangat itu, "Baiklah, toko kami mempunyai beberapa katalog untuk itu." Kemudian aku menunjukkan katalog bunga-bunga dalam pot yang terabadikan rapi di buku Petals & Posies.
"Saya merekomendasikan lili putih dan mawar putih yang ini, jumlahnya 11 tangkai. Anda juga bisa membelinya dengan kartu ucapan atau pernak-pernik lainnya," lanjutku sambil tersenyum.
"Baiklah saya ambil yang itu. Tolong dibuatkan sebaik mungkin, ya," ucapnya sambil tersenyum lebar hingga terlihat kedua gigi taringnya.
Ah, manisnya. Lagi-lagi otakku berkomentar. Aku berusaha bersikap seperti biasa dan mulai mempersiapkan pot bunga untuk ibunya. Kususun dengan rapi seperti katalog agar pelangganku ini puas dengan hasilnya.
Setelah selesai merangkai, kulihat dia sedang sibuk di bilik pemilihan kartu ucapan, aku menghampiri pria jangkung itu dan bertanya apakah ia mau dibantu untuk menuliskannya di kartu ucapan. Tak lama ia kemudian mengambil kartu putih dengan tulisan biru pendar.
"Bisakah kamu menuliskannya untukku?" Dia memohon, dalam hati kecilku tidak siap untuk meninggalkan kalimat formal sehingga aku sedikit terkejut.
"Tentu saja aku bisa," jawabku.
Kugoreskan tintaku di atas kartu ucapannya yang bertuliskan 'Cepat sembuh, Mama. Nanti kita main lagi, ya, di pasar malam.'
Aku memasukkan pot bunga itu ke dalam kantong kertas yang berukuran besar. "Semuanya 50.000 won." Aku menyunggingkan senyuman.
Kemudian ia memberi kartu debitnya dari dompetnya, "Pakai ini bisa, 'kan?"
Aku mengambilnya dengan kedua tanganku lalu segera menggesekkannya kepada mesin debit. Setelah transaksi selesai, aku mengembalikan kartu debitnya lagi.
Ia terlihat sedang merogoh sesuatu di kantongnya. Uang lembaran ₩10.000 dan ₩5.000 dimasukkannya ke dalam toples tips botol kaca itu. Aku membungkuk untuk berterima kasih, dan ia membalikkan badan, meninggalkanku dengan bayangannya yang perlahan memudar, hingga akhirnya lenyap di balik tikungan jalan, seperti mimpi indah yang berlalu dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Through Her Window; SUNGHOON ENHYPEN X SOOHA
Fiksi PenggemarA story about a girl who fell in love with her dreams.