Windi berjalan pelan menuju ruangan Marcello. Ia membawa martabak asin kesukaan pria itu. Hari ini ia tidak sibuk di kantor dan memutuskan untuk mengunjungi teman masa kecil sekaligus tunangannya itu. Meskipun Marcello belum memberikan lampu hijau untuk menikahinya, setidaknya kini Windi sudah mengantongi restu dari keluarga Marcello, terutama nenek Liona.
Perjuangan Windi untuk mendapatkan Marcello tidaklah mudah. Meskipun mereka berdua adalah teman sejak kecil, namun karena saat kecil Windy bertubuh bongsor, ia tidak percaya diri untuk menyatakan cintanya pada Marcello yang menjadi idaman teman-teman mereka.
Hingga ketika SMA, Windi harus menelan pil pahit karena Marcello melabuhkan hatinya pada seorang gadis teman sekelas mereka. Sandra, gadis yang sangat cantik dan berasal dari keluarga berada. Bertahun-tahun Windi harus menahan perasaan cemburunya. Setiap hari ia harus melihat pemandangan mesra antara Marcello dan Sandra dan pura-pura ikut bahagia melihat kebahagiaan keduanya.
Namun rupanya kesempatan baik menghampirinya. Saat mereka lulus SMA, Marcello harus meneruskan studinya ke Amerika. Semula Windi tidak tertarik untuk ikut karena Sandra juga berencana akan ke sana. Namun, tanpa diketahui oleh Marcello, keluarga Sandra jatuh bangkrut dan mereka pulang kampung entah ke mana.
Menggunakan kesempatan itu, Windi berencana menyusul Marcelo kuliah ke Amerika. Dan seolah Dewi Fortuna terus menaunginya, ponsel Sandra tidak bisa dihubungi oleh pria itu dan teman-teman mereka. Windi bersorak dalam hati. Ketika Marcello berangkat ke Amerika dan tidak bisa berpamitan pada Sandra, Windi pergi ke rumah wanita itu dan mendapati rumah Sandra sudah disegel bank. Sungguh, kenyataan itu benar-benar membuat Windi sangat bahagia.
Setelah memastikan keduanya putus komunikasi, Windi menyusul Marcello kuliah ke Amerika. Ia memberi tahu Marcello jika keluarga Sandra sudah bangkrut dan Sandra berakhir menjadi wanita nakal. Windi merekayasa foto Sandra dengan para pria hidung belang.
Marcello yang sangat mempercayainya sejak kecil menelan informasi itu mentah-mentah. Pria itu putus asa dan tidak semangat kuliah selama berbulan-bulan. Windi menemani Marcello mengatasi rasa frustasinya. Ia juga harus menahan rasa cemburunya kembali kala melihat Marcello kembali mengencani wanita-wanita tidak jelas di Amerika.
Perjuangan Windi akhirnya membuahkan hasil. Setelah bertahan menemani Marcello dalam keadaan terpuruk dan akhirnya bisa bangkit kembali, keduanya akhirnya bertunangan tiga tahun yang lalu.
Tidak mudah juga bagi Windi untuk mengikat Marcello ke jenjang pertunangan. Ia harus mendekati keluarga pria itu terutama neneknya. Windi berusaha sebaik mungkin agar nenek Liona terpikat padanya karena Windi sadar wanita itu sangat selektif dalam memilihkan jodoh untuk cucu-cucunya. Dan setelah bersusah payah menyenangkan nenek tua itu, akhirnya Windi sukses memikat hati nenek tua itu agar membujuk Marcello untuk bertunangan dengannya.
Sungguh, pengorbanan Windi untuk mendapatkan Marcello sangat besar dan memerlukan waktu yang panjang. Dan ternyata perjuangannya tidak berhenti sampai di situ. Kini , ia harus kembali merayu nenek Liona agar pernikahan mereka dipercepat. Windi tidak mau mengambil resiko Marcello bertemu kembali dengan Sandra dan cinta di antara mereka bersemi kembali. Windi tidak akan membiarkannya.
Mengenyahkan segala lamunannya, Windi mengetuk pintu kemudian masuk ke dalam ruangan Marcello. Pria yang sedang serius di depan laptop itu menatapnya sekilas kemudian tersenyum. Windi yang sudah terbiasa dengan sikap Marcello itu segera berjalan menghampiri pria itu kemudian meletakkan satu kotak martabak asin di meja yang ada di tengah ruangan.
"Aku bawakan martabak asin kesukaanmu. Kau pasti lapar jam segini." Windi mendudukan dirinya di sofa. Ia membuka kotak martabak itu agar baunya tercium sampai ke kursi Marcello.
"Sebenarnya aku belum terlalu lapar. Tapi aroma martabak itu benar-benar menggugah selera."
Dan benar saja, pancingannya berhasil. Marcello segera meninggalkan pekerjaannya kemudian berjalan ke arahnya. Pria itu duduk di hadapannya kemudian langsung menyantap martabak yang ia bawakan.
"Enak, ini pasti yang ada di depan swalayan biasanya. Enak banget."
"Aku emang selalu beli di sana. Hanya dua kali beli di tempat lain karena di sana tutup. Aku tahu kamu nggak suka kalau nggak dari sana."
"Di sana emang rasanya lain. Enaknya tuh nggak kayak yang martabak asin yang lain. Pokoknya beda gitu."
Marcello tampak sangat suka pada martabak yang dibawakannya. Windi tersenyum kemudian ikut memakan martabak itu sama tunangannya.
"Oh ya, apa kamu pulang setelah ini?"
"Maksud kamu sekarang?"
" Iya. Setelah pekerjaan kamu itu selesai tentu saja."
"Kayaknya nggak deh. Aku ada rapat darurat jam enam nanti."
"Rapat, apa nggak bisa ditunda? Masa waktunya pulang kamu masih rapat."
"Rapat ini penting. Kerjasama aku sama Argantara grub."
"Perusahaan Romeo lagi?"
"Ya, meskipun kenyataan itu mengesalkan, tapi sekarang perusahaan kami kerap bekerja sama. Hubungan Papa dengan papanya Romero sangat baik. Dan terpaksa kami berdua meneruskannya."
"Kalian sudah berdamai?"
"Tidak akan. Tidak akan ada kata damai di antara kami. Hanya sebatas kerja sama. Namun aku tetap hati-hati padanya. Romeo bukan Om Burhan. Dari dulu dia sangat culas padaku. Bukan tidak mungkin ia akan menusukku dari belakang jika aku tidak waspada."
Windi mengangguk, membenarkan perkataan Marcello. Romeo dari dulu memang terkenal sangat tidak suka pada Marcello. Terutama setelah penolakan Sandra pada pria itu. Kebencian Romeo pada Marcelo semakin menjadi-jadi.
Namun begitu, berbanding terbalik dengan kedua ayah mereka yang berteman dengan sangat baik. Om Burhan sangat berbeda dari Romeo. Pria itu sangat ramah dan sudah menganggap Marcello seperti anaknya sendiri. Mungkin karena itulah Marcello masih mau bekerjasama dengan Argantara grup sampai sekarang.
"Kau benar. Romeo memang seperti itu. Aku pikir, ia masih menyimpan dendam padamu karena penolakan Sandra waktu itu."
"Jangan sebut namanya di hadapanku!"
"Maaf, aku lupa."
Marcello seketika menghentikan makannya. Saat Windi tidak sengaja menyebut nama mantan kekasihnya itu, rasa tertariknya pada martabak asin ini hilang sudah. Marcello selalu teringat ketika mereka ia dan Sandra makan martabak ini bersama, baik di pinggir jalan ketika mereka sedang berkencan, atau ketika mereka akan bercinta di dalam kamar hotel.
Sungguh, ketika mengingat sesuatu tentang Sandra, hal itu membuat Marcello marah bukan main.
"Aku minta maaf Ello. Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi."
"Kau sudah tiga kali melakukannya. Dan aku sangat tidak suka Windi."
"Baiklah. Aku minta maaf sekali lagi."
Keduanya kemudian makan martabak asin itu dengan suasana kaku. Windi yang tadinya ingin membuka pembicaraan seputar pernikahan mereka, jadi urung untuk membuka mulutnya.
Namun ada satu hal yang membuat Windi senang. Setidaknya sampai saat ini Marcello masih membenci Sandra. Windi harus mempertahankan kebencian Marcello itu untuk waktu yang lama atau bahkan selama-lamanya agar Marcello menjadi miliknya seutuhnya dan tidak ada bayang-bayang Sandra dalam kehidupan rumah tangga mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/375102946-288-k467618.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories From The Past ( On Going )
RomansaSandra tidak menyangka, hidupnya akan berbalik seratus delapan puluh derajat saat keluarganya mengalami kebangkrutan. Ia yang semula tidak serius ketika bersekolah dan hanya bersenang-senang dengan kekasihnya, kini menghadapi kenyataan hidupnya tida...