🌻

305 33 3
                                    

Lio pulang Dangan berantakan, mata yang sembab, sudut bibir yang berdarah, Lio tutupi dengan topi, kacamata yang selalu setia bertengger di hidung bangir Lio.

Memakirkan motor butut miliknya, terlihat ada kesenjangan disini, beberapa mobil mewah terparkir, sejujurnya selain memendam rasa sakit, Lio bingung cara mengekspresikan diri.

Plak~

Pertama kali sang papa menampar Lio membuat kacamata jatuh dan pecah, pandangan buram tak jelas karena kaca matanya terjatuh.

"Pa"lirih suara mama, sejujurnya Lio gak suka manggil mama, entah kenapa Lio ingin memanggil ibun atau ibunda, jarang sekali Lio memanggil mama dan papanya hanya diam dan diam.

"Kurang ajar kamu ya, beraninya kamu bully adik kamu sendiri, kamu itu cowok Lio kenapa kamu bully cewek apa lagi itu adek kamu sendiri"bentak sang papa Lio hanya diam mencari kacamata yang terjatuh, dia tak mempedulikan papanya yang sedang marah.

Kacamata itu hadiah dari om bumi, yang selalu mengajarinya belajar hingga om bumi sadar aku minus dan membutuhkan kaca mata, harusnya seorang papa yang menuntun anaknya entah itu belajar atau cara berjalan agar tak tersesat, tapi beda dengan papa dia selalu mengutamakan Hanna tanpa menatapku,, walaupun om bumi usil tapi berkat dia aku sering jadi juara olimpiade.

Bahkan saat aku juara berturut-turut papa sama sekali tak mem apresiasi, tapi saat Hanna menunjukkan dia berhasil mendapatkan nilai 80 papa selalu merasa bangga dan mengapresiasi tak hanya itu ibun juga ikut memeluk bahagia, pelukan itu yang ingin aku rengkuh, bahkan saat aku mendapat nilai sempurna papa hanya berucap belajar lagi yang giat.

Jika ditanya lelah aku sangat lelah 15 tahun aku terus berjalan sendirian tanpa arah, aku memang jarang bicara, aku hanya bingung akubharus seperti apa, juga saat papa dan kak Vano menamparku aku bingung harus seperti apa marah atau mengalah.

"Kamu harusnya bersyukur bisa hidup enak, lihat orang orang diluar yang gak bisa makan tidur"marah sang papa

"Saya kurang bersyukur gimana lagi pah"ucapku pelan, membuat semua terdiam, pertama kali mereka mendengar suara Lio biasanya Lio hanya membalas gelengan, bicara saja dia akan bicara dengan suster Mia.

"Kamu harusnya bisa mengayomi menjaga adek mu bukan malah membullynya"bentak sang papa lagi

"Jangan lupa pah saya dan dia seumuran"ucap Lio pergi dari hadapan sang papa sambil memegang kacamatanya yang rusak, sedikit kegores jarinya.

Dengan pandangan buram Lio berusaha mencari tangga dimana kamarnya paling pojok berada.

"Mama anter"ucap mama dan Lio membalas gelengan, bukannya sebelum mendapatkan kacamata Lio sudah biasa dengan kondisinya yang sekarang.

🌻🌞

Aku berhasil menuju kamarku, aku duduk tapi sebelum itu ku sudah mengunci kamarku, aku sedang tak ingin diganggu siapapun.

"Bersyukur?"tawa pelan Lio

"Atas dasar apa dia menyuruhku bersyukur"ucap Lio dengan tawa pelan.

"Uang saku, apa dia tak ingat sejak sekolah dia tak pernah memberikan ku uang saku"kini bukan tawa yang terdengar melainkan tergantikan air mata.

"Bahkan dia lupa kalau masih punya anak satu lagi"ucap Lio

"Kamar kecil, motor butut, uang saku, kacamata"ini sungguh lucu

"Darimana aku mendapatkan uang untuk membeli kacamata"lirih Lio

"Ponsel, ini saja pemberian mama dulu saat pertama masuk SMP"lirih Lio jangan tanya kuota, pake wifi dirumah tapi bumi tetep suka isiin kuota Lio.

Hielio Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang