Pendakian 1

17 3 1
                                    


Di mulai di akhir juli

Di hari itu, ada seseorang yang kutemui, dan tiba-tiba, hati ini berbisik pelan... mungkin aku menyukainya.

Hari itu, langit tampak biasa saja. Matahari bersinar, tak terlalu terik, seolah hari berjalan sebagaimana mestinya. Tapi, tak ada yang pernah tahu bagaimana takdir bekerja di balik layar.

Aku selalu merasa bahwa mendaki gunung adalah caraku melarikan diri dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Ini adalah ruang di mana pikiranku bisa tenang, di mana aku bisa merasa benar-benar hidup hanya dengan mendengar deru napas sendiri, seiring dengan denyut jantung yang berdebar kencang. Tapi hari itu, di tengah perjalanan mendaki, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Setelah beberapa jam berjalan, kami mencapai sebuah titik istirahat yang dikelilingi oleh pepohonan hijau. Matahari mulai naik, menerobos di antara dedaunan, menciptakan pola bayangan yang menari-nari di tanah. Kami berhenti sejenak untuk minum air dan mengatur napas, sambil menikmati suasana tenang di sekitar.Di tengah percakapan santai kami, tiba-tiba terdengar suara tawa yang mengalun dari arah jalur di depan kami. Kami bertiga menoleh hampir bersamaan, penasaran dengan suara itu.

Tidak lama kemudian, kami melihat sekelompok perempuan sedang berfoto di pohon tumbang,Mereka terlihat ceria, saling bercanda satu sama lain sambil berjalan kami mulai mendekati mereka. Ada empat orang dalam kelompok itu, masing-masing membawa ransel kecil yang menunjukkan mereka juga pendaki pemula. Salah satu dari mereka, dengan senyum yang begitu menawan,menoleh ke arah kami. Rambutnya terurai sederhana, dan dia mengenakan sweter hitam.

"A Ini jalannya ke mana?" tanya salah satu dari mereka, dengan nada ramah

"Ke kiri, kalian dari mana?" Jawabku dengan santai dan semari bertanya dimana mereka tinggal

"Masih sekolah teh? " Tanya ku, aku pikir mereka masi sekolah dan sedang liburan

" Dari bandung,   Kuliah!!!" Jawab mereka dengan serentak

Kami bertiga pun tertawa kami pikir mereka masi sekolah hahaha kacau, percakapan pun mengalir cepat rupanya mereka satu Universitas dengan kami hanya beda fakultas saja

Dalam percakapan itu, aku mulai memperhatikan salah satu dari mereka. Dia banyak bicara, tetapi setiap kali dia tersenyum atau tertawa mendengar lelucon teman-temannya, ada sesuatu yang menarik perhatianku. Ada ketenangan dalam cara dia membawa dirinya, seolah-olah dia sudah sangat menyatu dengan alam sekitar.

Kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan bersama-sama. Jalur Upas Hill memang tidak terlalu sulit, tapi kebersamaan kami membuat perjalanan itu terasa lebih menyenangkan. Aku menemukan diriku berjalan sedikit lebih dekat dengannya, menikmati momen-momen hening yang terasa nyaman di antara kami. Sesekali, dia akan menoleh dan tersenyum, dan setiap kali itu terjadi, ada getaran halus yang menjalar di dadaku. Saat kami akhirnya mencapai puncak, pemandangan yang terbentang di hadapan kami benar-benar menakjubkan. Kawah,langit biru, dan angin yang berhembus lembut membuat rasa lelah hilang.

Namun, sepanjang waktu itu, pikiranku terus kembali padanya. Aku tidak bisa berhenti bertanya-tanya apa yang sedang dia pikirkan, apakah dia juga merasakan hal yang sama. Rasanya aneh, bagaimana dalam pertemuan singkat ini, aku merasa begitu terhubung dengannya, meskipun kami baru saja bertemu.

Ketika akhirnya kami harus turun, ada sedikit rasa enggan di hatiku. Kami bertukar instagram dengan janji untuk berbagi foto-foto dari perjalanan ini. Tapi di dalam hati, aku tahu ada keinginan yang lebih besar dari sekadar berbagi gambar. Saat kami berpisah di pintu masuk jalur pendakian, aku mengembalikan kacamatanya yang sedari puncak aku pinjam hahah, lalu aku menatap punggungnya yang perlahan menjauh bersama teman-temannya.

Dan di sana,aku hanya bisa berharap bahwa ini bukan akhir dari cerita kami. Mungkin, suatu hari nanti, jalur pendakian lain akan mempertemukan kami kembali. Tapi untuk saat ini, aku hanya bisa menyimpan perasaan ini dalam hati, dengan harapan yang tumbuh seiring langkahku yang meninggalkan tempat itu.

Aku di dua pendakiankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang