- Laut Malam

25 8 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Suara bising di malam hari membuat fokus belajar Laluna pecah. Dia memejamkan matanya, menggerutu dalam hati. Banyak umpatan kasar yang ia utarakan dalam hatinya. Menggebrak meja keras, lalu ia berjalan meraih jaket hitam miliknya dan segera berlalu pergi untuk mencari ketenangan.

Tidak peduli dengan suara kedua orang tuanya yang terus memanggil namanya. Laluna sudah muak, hidup dilingkaran orang-orang tidak punya penyadaran membuatnya gila. Dia muak dengan sikap kedua orang tuanya, yang tidak pernah memberikan kasih sayang untuknya. Jika tidak sibuk bekerja, pasti mereka berantem. Terus seperti itu, sampai membuat Laluna pernah memiliki niat untuk kabur dari rumah dan tak pernah kembali.

Dia berjalan santai di sepinya malam. Kesunyian jalanan komplek membuat ia merasa tenang dan terbebas dari banyaknya pikiran jahat yang seringkali singgah di otaknya. Dia menatap ke sekeliling, semuanya diam. Tidak ada yang bersuara barang sedikitpun. Rasanya, suara kendaraanpun tidak akan terdengar di area komplek itu.

Hingga tiba di gerbang depan. Laluna merekahkan sebuah senyuman manis, kala satpam komplek menyapa dirinya. “Mau kemana malam-malam keluar sendirian, Neng Luna?”

“Cari angin aja, Pak. Bosen di rumah,” jawab Laluna ramah. Lalu ia pamit permisi untuk melanjutkan langkahnya.

Laluna terus melangkah tanpa arah dan tujuan. Ia hanya ingin menenangkan pikiran dari berisiknya orang rumah. Ia tidak tau ingin pergi kemana, biarkan saja sampai kakinya lelah.

Langkahnya memelan, matanya menyipit. Memperhatikan dengan jelas seseorang yang berada sekitar 10 meter jaraknya dari ia berdiri. Mempercepat langkah, lalu dia berujar pelan memanggil nama seseorang di hadapannya.

“Laut?” Sapanya, membuat Albiandra berbalik menoleh kepadanya. “Laluna. Ada apa?” Tanya si laki-laki dengan raut bingung.

Mata Laluna menyapu sekitar. Terlihat sepi, hanya ada keduanya saja. “Lo, sendirian? Ngapain?” Tatapannya kembali jatuh pada netra indah di hadapannya.

“Lari dari ketersiksaan hidup.” Jawaban Albiandra membuat Laluna memicingkan matanya. “Maksud lo?”

“Lupain. Lo sendiri ngapain di sini?”

Laluna tidak langsung menjawab. Ia terdiam, banyak pikiran tentang lelaki di hadapannya itu. Salah satunya, bukankah lelaki itu di kenal sebagai lelaki yang pendiam, tidak banyak bicara atau untuk sekedar dibalas tanya saja tidak mungkin. Lantas, apa yang baru saja ia dengar dan siapa yang saat ini bersamanya?

Albiandra berdeham pelan, membuat lamunan Laluna buyar. “Eh, sorry. Gue lagi cari angin aja si. Suntuk belajar terus di rumah.”

“Mau ikut gue gak?”

Laluna memiringkan kepalanya. “Kemana?”

“Tempat yang bikin tenang.”

“Jangan bawa gue ke kuburan ye lo, awas aje!”

THE SEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang