“Nath! Apa kabar? Hei senang sekali bertemu denganmu. Masuklah. Apa yang membawamu ke sini?” tanya fred dengan gembira.
Nathaniel melangkahkan kakinya masuk lalu menutup pintu di belakangnya dan menoleh untuk melihat teman masa kecil nya itu. Si pirang itu masih hiperaktif seperti biasa.
“Hai, Fred. Aku baik-baik saja, terima kasih. Bagaimana denganmu?” tanyanya santai.
“Tentu aku baik-baik saja! Ayah baru saja menunjukkan kepadaku Rumah kaca yang baru, ada beberapa tanaman yang sangat cantik yang dia dapatkan dari luar negeri. Itu sangat keren kau tau.” Dia menjelaskan dengan bangga.
"Benarkah? Yah aku tidak bisa bilang aku terkejut. Jadi, di mana Paman Gio ? Aku di sini karena ibuku membuatkannya kue. Sebagai ucapan terima kasih karena telah menjadikan ayahku sebagai sekretaris barunya." Nath menunjukkan kue berukuran besar yang dipanggang dengan rapi kepada temannya itu.
“Dia ada di kamarnya kurasa. Aku akan pergi memanggilnya. Duduklah dan anggap saja seperti di rumah sendiri. Kamu bisa menyalakan TV atau mengambil apa pun yang kamu inginkan dari kulkas.” Kata Fred dengan ramah.
Sementara ayah satu anak itu sedang berbaring di tempat tidur dengan raut wajahnya yang tampak sedih. Sikapnya yang biasanya ceria dan penuh semangat telah berubah menjadi melankolis dan lesu.
Tak terasa air matanya keluar mengingat percakapan nya dengan sahabatnya.
"Ini sudah cukup lama. Kapan kau akan sadar? Kenapa kau begitu sedih atas apa yang dikatakan orang idiot itu? Orang itu bahkan tidak waras. Mungkin, dokter harus melakukan beberapa tes pada otaknya dan melihat apa ada yang salah di dalam isinya otak nya itu. "
"Aku menghargai usahamu untuk menghiburku, Dev. Tapi, kurasa itu tidak akan berhasil. Aku jelek. Aku sudah tua dan jelek. Apa yang dikatakan pemuda itu tidak ada yang salah." Gio menenggelamkan wajahnya di meja kantornya.
"Tua dan jelek? Apakah kau serius sekarang? Meski baru saja melewati usia 40-an dari mana kata-kata seperti itu muncul. Apa kau sudah lupa pertemuanmu dengan direktur grup aster. Bahkan orang itu bilang tidak menyangka di usiamu yang segitu wajahmu masih seperti anak 18 tahunan. Itu bahkan lebih muda dari usia anakmu."
"Dia pasti hanya bercanda."
"Kau bahkan dianggap sebagai adiknya Fred saat menemani wisuda nya bulan lalu. Apa kau masih juga tidak sadar. "
Gio hanya membenamkan kepalanya lebih dekat ke salah satu bantal guling miliknya, hatinya merasa gundah. Perasaan nya bertambah buruk saat kembali mengingat perkataan seorang pemuda yang mengatakan dirinya sudah tua dan tidak menarik. Gio hendak mengatakan sesuatu tapi urung karena anaknya menginterupsi nya dari luar kamarnya.
“Ayah? Nath datang untuk menemuimu. Dia ada di ruang tamu. Aku harus segera pergi menemui teman-temanku. Sampai jumpa.” Ucap fred dari luar pintu, lalu bergegas keluar dari pintu depan setelah berpamitan dengan Nathan.
Gio bangkit dari tempat tidur dan segera mengenakan sandal kelinci yang dipilih oleh anaknya itu. Ia tidak repot-repot mengganti pakaiannya yang biasa. Ia tidak akan keluar rumah. Ia menguap dan mengusap matanya yang sedikit bengkak.
Nathan menunggu dengan sabar kedatangan ayah teman nya itu. Ia segera berdiri dan menundukkan kepala sebagai tanda hormat ketika mendengar suara lelaki itu. Yang terdengar tidak terlalu ceria seperti biasanya.
“Halo, Nath. Maaf kalau aku terlalu lama, Fred bilang kau ingin bertemu denganku?” kata Gio dengan sopan.
Nathan mengangkat kepalanya dan terkejut melihat penampilan ayah teman nya itu. Dia tampak berantakan. Kausnya kusut, celana jogger longgarnya tidak diikat dengan benar, dan rambutnya tampak seperti baru bangun tidur. Matanya yang biasanya indah dan cerah kini merah dan bengkak. Butuh beberapa detik baginya untuk tersadar dari keterkejutannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dilf 🔞
FanfictionGio tidak sengaja mendengar seorang remaja laki-laki mengatakan bahwa menjadi seorang Ayah atau Ibu, membuatmu terlihat jelek Tentu saja, hal ini sangat membuat si pirang kesal. Apalagi, usianya sudah 42 tahun. . Dia akhirnya bertanya kepadaa teman...