prologue

244 31 3
                                    

|h o m e v i b e s|

"halo.. "

"aku udah sampai mam. "

"kayaknya mau aku renovasi dikit, cat nya udah di tempelin lumut, perabotan juga kayaknya udah rapuh"

"iya mi, see you. "

Aras mematikan sambungan telfon secara sepihak, selang hp nya ia masukkan ke saku. Matanya tetap fokus memandangi bangunan tua yang dulunya menghiasi hari-hari gadis itu, bersama keluarga harmonis nya.

Mata nya seperti memandangi sebuah bangunan yang sama, namun kenyataan pahit. Rumah yang dia bersama saudari-saudari lainnya tinggalkan, kini tidak lebih seperti bangunan yang tampak seperti rongsokan.

Sampah makanan, kardus produksi, bahkan lumut dan semut memenuhi dinding dan teras rumah, sakit rasanya jika mengharapkan rumah ini kembali seperti dulu. Sedang lampu yang dulunya mereka hidupkan, kini sudah mati.

Rumah yang mereka tinggalkan selama ini, seolah membutuhkan cahaya yang dulunya selalu bersinar.

"huft.. Udah lama banget rumah ini aku tinggalin, banyak yang berubah. Kayak bukan rumah yang dulu... " ucap aras dengan setengah hati.

Wajah damai nya seolah mengatakan bahwasannya banyak yang berubah dari lingkungan masa kecil, bunga anggrek yang mereka tanam dulu kini layu. Bunga itu buka hanya membutuhkan air, namun membutuhkan kasih sayang dari pemilik rumah.

Semua isi dari sini, seolah menyambut kembali kedatangan tuan rumahnya, walau dengan hati teriris usai kepergian keluarga yang dulunya melengkapi kebahagiaan mereka.

Tak hentinya aras mengucapkan kata rindu, rindu dengan suasana rumahnya yang dulu, rindu dengan hal-hal yang membuatnya bahagia disini, serta tembok tembok rumah yang mendengarkan segala tawa ria, senang suka, dan duka.

Tak banyak waktu, aras mengambil kunci dari dalam tas gucci yang ia kenakan, kunci berkhas liompin dengan warna keemasan ia masukkan dan putar ke cela pintu yang gagangnya sudah ingin patah.

Hembusan napas berat sontak keluar dari rongga hidung saat terakhir kali ia bertemu pandang dengan ruang utama, hati yang tadinya biasa saja justru menjadi gugup seketika. Latah gadis itu memandangang lamat sebelum akhirnya melangkah lebih dalam menyusuri isi rumah.

Ruang utama dipenuhi kain-kain baju yang sudah usang, dibiarkan tergeletak begitu saja. Aras tahu sekali bahwa jaket hello kitty yang terdapat di kursi, adalah kepunyaan adik bungsu nya. Ia pungut satu persatu kain dan baju itu, aras simpan di peti yang tak jauh dari pandangannya.

Ruang tamu didesain seminimalis mungkin, kesan pertama kali adalah semua perabotan-perabotan yang terbuat dari kayu mahoni, dilangsir dan di buat sebagai pewarna ruangan agar menghidupkan suasana.

Perkakas, kotak p3k, serta manik-manik yang dulunya sebagai bahan jahitan ibu aras. Aras simpan baik di lemari kayu yang hampir roboh.

Setelah sedikit membenahi ruang utama, aras masuk ke ruang tengah. Tempat dimana ia dan saudari-saudari nya dulu menikmati waktu libur dengan bersantai di karpet bahan panel.

Sekarang karpet itu ditumbuhi jamur,   beberapa perabotan diruangan ini juga sudah berkarat, tak ada harapan untuk memakainya kembali. Akhirnya aras berpikir untuk menyemati saja barang-barang itu ke atas lemari, karpet yang sudah kotor ia gulung dan di tumpukan ke samping gorden kaca.

Selesai dengan bagian-bagian utama dari rumah, akhirnya aras berpindah ke kamar-kamar. Dirumah ini terdapat 8 kamar tidur, 4 kamar mandi, dan 1 ruang bisnis ayah aras. Ukuran dari rumahnya berhektar-hektar, begitu luas.

Total 7 kamar yang aras sudah rapihkan, 1 kamar lagi adalah kamarnya.

Saat mata aras berhenti di kediamannya, sebuah perasaan 'dejavu terbesit di angan-angan gadis itu, seperti rangkaian memori yang telah aras lewati di ruangan ini terputar kembali. Terekam dengan jelas diingatannya, dan itu sakit.

"gue bener-bener gak habis pikir, semua di rumah ini kayak bikin gue kembali di kehidupan gue yang dulu."

Aras membuka mantel yang ia pakai, gadis itu sampirkan ke bangku anyaman di kamarnnya dulu.

Aras mulai mengecek-ngecek lagi isi dari kamarnya, ia bereskan setiap bungkus plastik dan semua barang yang kotor, memenuhi kamar gadis itu.

Setelah dirasa sudah terbingkai dengan rapi, gadis itu duduk di ranjang one size miliknya, ia memandangi atap-atap rumah dengan sebuah perasaan kosong, jika dulunya ruangan ini memberikan ia kesenangan, rasanya sekarang berbeda.

"gue rindu keluarga gue yang dulu, harmonis dan bahagia... Andai gue bisa putar waktu, bakal gue abadiin semua kenangan di sana. Sekedar bisa nyembuhin rasa kangen gue terhadap rumah.. Mungkin seseorang juga. " cakap aras sambil menendang suatu benda padat.

"aww ishh... "

Gadis itu bangun dari tidurnya, sambil memegangi jari-jari kaki yang memerah, melihat gerangan apa yang telah membuat kakinya berdenyut.

Aras mengernyit, itu sebuah buku. Namun saat membaca sampul dari buku tersebut, senyum aras langsung terukir.

Aras; daily life.

"wah.. Diary gue, sumpah gue bikin ini pas tahun berapa ya?" tanyanya, namun ia tepis. Lebih baik ia baca diary itu terlebih dahulu.

Tempat ia menumpahkan segala perasaan, dan menceritakan kesehariannya di dalam bilik bangunan.

Tbc

•••

Hay, mungkin ini short story. I mean, cuma ngeceritain isi dari diary aras sehingga kalian tau maksud dari semua kata-kata di bab ini.

Tapi kalo rame, aku ubah.

Arasya kalearu abimana

Arasya kalearu abimana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
HOME VIBESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang