02. Our First Encounter

48 8 4
                                    

Song recommended:
Plot Twist, TWS

"Kak, aku mau tanya. Sumpah, aku nggak tau."

"Tanya apa? Perlengkapan ospek?"

"Kakak udah punya pacar belum?"

Karina tak berbicara lagi setelah mendengarkan pertanyaan yang keluar dari mulut Juan, pertanyaan yang sering dikatakan maba kepada pendamping kelompok mereka itu tak membuat ia merasa kaget. Malahan ia merasa biasa saja dan menanggapi dengan senyum simpul.

"Sebenarnya aku udah muak dengan pertanyaan satu ini," jujur Karina lalu kembali menghadap ke depan.

Juan mengerutkan dahi. "Lah, ada pertanyaan berarti harus ada jawaban, Kak."

"Kalo pertanyaan satu ini jawabannya bersifat rahasia," jawab Karina terkekeh-kekeh.

"Tidak ada rahasia di antara kita," balas Juan tertawa terbahak-bahak.

"Anjay, kamu anaknya siapa, sih?"

"Anaknya bapakku dong."

Juan mengubah posisi duduknya agar bisa bertemu muka dengan sang kakak pendamping. "Serius ini, Kak."

Karina diam sebentar. "Punya," balasnya.

Tentu laki-laki di sebelahnya langsung menaikkan kedua alis dengan tampang muka terkejut usai mendengarkan jawaban darinya.

"Serius? Siapa?"

"Aku mah punyanya ayah ibuku."

"Nggak ada lagi? Tambah aku boleh nggak?"

"Bentar, tanya ayah dulu."

"Nggak usah tanya, langsung aja."

Karina berdiri tegak, sesudah itu ia turun dari gazebo dan berbalik badan memandangi adik tingkatnya.

"Mending kamu balik ke lapangan utama deh, istirahatnya lima belas menit lagi selesai. Dari pada nanti Kakak rukiah sekarang juga," pesan Karina entah bisa membuat laki-laki itu takut dengannya atau tidak.

Juan ikut turun dari gazebo, melipat kedua tangan sambil menunjukkan ekspresi tengilnya yang berhasil membuat Karina mendongkol.

"Cepetan, rukiah aja nggak papa," balas Juan seraya menunjuk kepalanya—sudah siap untuk dirukiah.

Perempuan berjas biru dongker di sebelah Juan hanya bisa mengusap rambut ke belakang, merasa frustrasi merasakan mabanya satu ini  tidak pulang-pulang. Karina tak habis pikir dengan adik tingkatnya satu ini, dia langsung bertolak pinggang sambil berjalan bolak-balik di depan Juan—mencari upaya untuk mengusir pemuda jurusan ilmu komunikasi itu dengan cara yang baik dan sopan.

"Nggak jadi, nanti kamu terbakar malah aku yang disalahin," cibir Karina lalu pergi lebih dahulu.

"Nggak papa terbakar, yang penting yang bakar Kak Karina," balas Juan sedikit meninggikan suara.

Karina memilih untuk pergi ke gedung lab bahasa untuk mengambil kotak nasi yang telah disediakan oleh panitia. Tak memedulikan Juan yang tidak berhenti-henti menyebut namanya dan terus bertanya apakah dia jadi merukiah anak itu atau tidak.

"Kalo jadi ngerukiah aku, bilang ya, Kak!"

Karina menutup kedua telinga seraya berlari dengan langkah pendek dan perlahan-lahan. "Aduh, mimpi apa aku semalam? Kok bisa dapat maba kayak dia, sih?!"

Let's Meet Thirty Time ✔️ [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang