Semesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang.
Dia Karen...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tidak ada yang menyadari, tentang alasan mengapa Analika tidak pernah datang ke sekolah lagi. Semua orang nampak menjalani hari-hari mereka seperti biasanya. Bahkan termasuk teman-teman sekelas Analika sekali pun. Mereka bertindak seolah sebelumnya tak pernah ada seseorang bernama Analika di sana.
Sagara, Dewa dan Abimanyu juga masih belajar seperti biasanya. Kini Dewa merupakan murid biasa, bukan lagi seorang Ketua OSIS yang harus memperhatikan citra dirinya sendiri. Hubungan ketiganya pun semakin dekat. Satu sekolah sudah terbiasa melihat ketiga remaja itu selalu bersama-sama kemana pun. Tidak ada yang aneh lagi.
Suasana kantin begitu ramai pagi ini. Atas paksaan Abimanyu, Sagara dan Dewa pada akhirnya harus pergi ke sini. Bahkan harus rela ikut mengantre sambil berdesakan. Sagara menghela napas, matanya menatap dingin ke arah orang-orang yang berada di sana.
"Itu Sagara? Gue nggak salah lihat, 'kan?" Abeng yang baru saja berjalan memasuki kantin, sontak bertanya pada seseorang di sebelahnya. "Nggak biasanya dia ke kantin jam segini."
"Ya biarin aja kali. Bukan urusan kita juga." Setelahnya, Abeng dan satu temannya tersebut berjalan ke arah yang lain. Total abai pada sosok Sagara yang ternyata juga melihat ke arah mereka.
"Ngelihat apa?" Abimanyu menepuk bahu sang teman, sembari melayangkan pertanyaan.
"Bukan apa-apa. Udah, 'kan?" Melihat Abimanyu dan Dewa mengangguk, Sagara kembali berkata, "Ayo duduk."
"Eh, Ga, gimana keadaan Analika?" Begitu sudah menemukan tempat duduk, Dewa bertanya. "Aman, 'kan, dia?"
"Aman. Semuanya udah siap, tinggal nunggu kita ambil tindakan aja." Sagara berhenti sejenak. "Guys, kita bakal ngelakuin itu besok. Lo berdua siap?" katanya, melanjutkan.
Sontak Dewa dan Abimanyu menelan makanan mereka dengan cepat. Dewa adalah yang pertama kali bersuara, "Gue siap! Gue selalu siap kapan pun itu."
"Gue juga. Kali ini, kita pasti berhasil, jadi lo nggak perlu khawatir." sahut Abimanyu.
Maka Sagara mengangguk pelan. Kini pandangannya jatuh pada punggung Abeng yang kebetulan duduk tak jauh darinya. Dengan sorot mata dingin dan tangan terkepal, Sagara harap bila Analika dan Karen akan mendapatkan keadilan.
Dan Syifa benar-benar mengabulkan permintaan Karen, yang ingin bertemu dengan Jaka dan Kartina. Kini Karen sudah berada di dalam angkot, sedang menuju ke rumah Jaka. Tangannya berkeringat, juga jantung nya berdegup dengan kencang. Karen sekali lagi menarik napas panjang untuk menenangkan diri.
Kini ia sudah berada di depan rumah sederhana tersebut. Menatap ke arah bengkel milik Jaka yang ramai sekali pagi ini. Sebelum memberanikan diri untuk mendekat, sekali lagi, Karen menghembuskan napas berat.
"Mas Jaka ...,"
Jaka menoleh dengan terkejut. Setelahnya, laki-laki itu meninggalkan bengkel begitu saja, hanya untuk menyeret Karen masuk ke dalam. Juwi yang kebetulan tengah berada di belakang, seketika berlari kala mendengar panggilan keras Jaka.