Maaf, updatenya lama :)
Happy Reading!
🦋🦋🦋
"Bagaimana hari ini?"
Pertanyaan Callahan tidak melulu soal kabarku hari ini. Bisa jadi kabar kemajuan toko kue kering yang kami bangun di persimpangan jalan.
"Yah... seperti biasanya." jawabanku menggantung.
"Maksudnya?" alis Callahan mengernyit. Callahan yang baru saja pulang dari kantor lantas menanggalkan mantel cokelatnya.
Aku sebentar membisu, merangkai kata demi kata dalam benak sambil menyelesaikan memotong sayur untuk santapan makan malam kali ini.
"Hannah?" Callahan terdengar tak sabar.
Aku menoleh ke arahnya. Lantas, tersenyum tipis, "Kau tahu—"
"Sepi, ya?" sela Callahan cepat.
Toh, dia sudah tahu jawabannya.
Aku menghela napas berat. Callahan beralih ke salah satu kursi di meja makan. Ia menyampirkan mantel cokelatnya dan duduk di sana.
Dapat kurasakan tatapan tajam Callahan yang seakan menembus punggungku.
Aku berbalik badan menatapnya. Lalu, menjelaskan, "Karyawan kita—Evan—menemukan persediaan tepung di toko tak layak pakai. Berjamur. Kurasa karena titisan hujan deras kemarin malam."
"Oh, gentengnya bocor?" selidik Callahan. Matanya memicing.
Gawat—ah, aku keceplosan. Aku juga lupa memberitahu Callahan soal masalah itu.
"Tapi Evan sempat mengakalinya dengan menambal."
Beberapa detik kumencari alasan agar Callahan tidak marah, justru suamiku memang tidak akan marah. Sudah mencoba, tapi ia bukan tipikal orang seperti itu.
"Nanti aku panggil tukang atap," tukas Callahan usai menikmati kopi hitam yang terseduh di atas meja, "Kalau tidak, aku dan Evan saja yang mengerjakannya."
🦋🦋🦋
Nyaris dua setengah tahun aku tidur di bawah atap yang sama dengan Callahan. Kadang aku masih belum mengerti cara berpikirnya. Kuakui Callahan memang cerdik. Kemampuan cara berpikirnya tidak seperti orang kebanyakan. Kritis. Begitulah aku menggambarkannya. Mungkin itulah alasan mengapa Callahan bekerja sebagai Lepidopterist.
"Pegang tangganya yang benar!"
Aku cukup memerhatikan mereka dari dalam. Sesekali memandangi lewat jendela kaca toko sambil menyapu lantai. Evan tahu kalau kadang suamiku itu akan tersulut emosi jika phobianya terhadap ketinggian sedang diuji.
"Tuan, kalau tidak berani, biar saya saja yang mengerjakan." Evan menawarkan. Nada suaranya terdengar khawatir.
Tapi, Callahan tidak peduli. Ia bersikeras. Ia tetap menaiki anak tangga kayu satu persatu hingga sampailah ia di permukaan atap.
"Akan kulakukan ini demi istriku!" ia berseru lantang.
🦋🦋🦋
Tentu kami tak jadi memanggil tukang atap.
Tak sampai satu jam, Callahan sudah selesai memperbaiki atap toko kue kering kami. Dengan bantuan Evan juga yang bertugas menjaga tangga dan menyerahkan perkakas, semua akan lebih mudah dan cepat selesai pada waktunya.
Usai itu, toko kue kering kami buka tepat jam delapan pagi. Di jam segini, memang tidak banyak pelanggan yang datang. Kecuali anak-anak yang seringkali menyempatkan diri untuk berkunjung atau ibu-ibu komplek yang sering membeli dengan jumlah yang banyak. Katanya untuk camilan di rumah atau hidangan cepat jika tamu berkunjung mendadak.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lepidopterist Husband
Romance"Nenek, siapa yang mengoleksi semua kupu-kupu di sini?" "Kakekmu." "Kakek? Benarkah? Dia hebat sekali! Bisakah kau ceritakan sedikit tentang sosok kakek padaku, Nek?"