Rumus Cita-cita 5

7 1 0
                                    

Begitu Aeni pamit untuk mengurus surat-surat ke Kantor Balaikota suasana kelas kembali hening. Hanya Bu Endang yang berada di dalam kelas sedangkan Pak Firman dan Tri juga kembali ke kantor pergi ke kantor.

"Baik anak-anak, silahkan buka buku paket halaman dua puluh." Bu Endang menyiapkan pelajaran selanjutnya sembari memberikan instruksi kepada semua murid.

"Maaf Bu, sepertinya buku paket Aeni ditinggal di laci." Wuri memberitahu Bu Endang ketika dia melihat ada beberapa buku ditinggal Aeni.

Mendengar hal itu Bu Endang segera mendengarkan Aeni untuk memastikan buku apa saja yang ditinggal. Diraihnys aku di dalam laci itu dan tidak sengaja mengeluarkan sebuah kotak makan bekal makan siang Aeni. Bu Endang tertarik dengan kotak nasi yang terbalut oleh plastik bening itu lalu membukanya perlahan.

"Ya Allah, Nak." Gumamnya pelan namun masih terdengar oleh sebagian muridnya.

"Ada apa Bu Endang?" Siti bertanya ketika melihat mimik wajah gurunya itu yang sendu.

"Coba lihat, bekal makan siang yang dibawa Aeni ini." Bu Endang menunjukkan kotak makan Aeni yang isinya hanya nasi putih, sambal bawang dan tempe goreng dua potong.

Para siswa didekat Bu Endang berdiri menyaksikan betapa sederhana teman mereka satu itu. Padahal biasanya mereka makan dengan lauk yang memakai lauk telur, ikan ataupun olahan ayam.

***
Aeni dan Tegar masih mendorong motor mereka sampai menemukan penjual bensin eceran terdekat. Karena jalan menanjak, Aeni membantu mendorong motor dari belakang agar Tegar tidak terlalu capek dan kesusahan.

Setelah menemukan penjual bensin, mereka membeli satu liter bensin.

"En, kita bagi dua ya," suara Tegar sambil membuka jok motor.

"Siip." Aeni mengacungkan

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 03 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RUMUS CITA-CITATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang