BAB 4 - DEBAT SENGIT

2 0 0
                                    

     Sudah 1 jam lamanya aku di resto ini, bahkan aku juga sudah menyelesaikan makanku, tapi aku tidak tau akan kemana lagi, karena aku tidak tau alamat pulang ke rumah pria itu. Aku terus saja duduk disana hingga sudah 2 jam, aku masih belum tau hendak kemana.

     Di sisi lain Emir menyadari ada yang kurang di rumah, kemudian dia baru ingat ternyata istrinya tidak ada di rumah, dia mencoba mencari di semua ruangan yang ada di rumah, bahkan dia juga mencari ke arah taman belakang tapi tetap istrinya itu tidak ada, awalnya Emir berpikir untuk membiarkannya saja, toh nanti kalau dia lelah juga dia bakal pulang. Tapi entah mengapa semakin dibiarkan semakin Emir merasa khawatir, ia pun akhirnya mengambil kunci mobil dan segera menuju mobilnya, ia melajukan mobil ke sekeliling komplek itu, komplek ini terlalu besar, kalau sampai wanita itu mati disini namanya pun akan menjadi buruk.

     Emir sudah mengelilingi komplek tersebut, tapi tak menemukan sang istri, akhirnya ia sampai di pos satpam yang menjadi gerbang keluar komplek, ia berhenti dan menghampiri pos tersebut

  "Permisi pak, apa bapak melihat wanita (Emir menyebutkan ciri-ciri istrinya)" tanya Emir pada satpam

  "Oh iya pak, tadi dia kesini pak, katanya dia mau dianter ke tempat bapak pun dia lupa nama, nomor rumah dan alamat bapak, jadi dia pergi cari makan tadi pak dengan ojol" ucap satpam menjelaskan

  "Udah lama pak?" tanya Emir lagi

  "Kira-kira sudah 3 jam lebih lah pak, oh iya pak, itu yang di depan ojol yang ngantar istri bapak tadi" ucap satpam sambil melihat ke arah ojol yang sedang berada di depan pos satpam, Emir menghampiri ojol tersebut

  "Bang, permisi, tadi nganter cewe yang kira-kira tinggi 155 cm, gendut, rambutnya sepinggang ga bang?" Tanya Emir menjelaskan

  "Waduh bang, saya daritadi ngantar penumpang banyak bang, yang gendut daritadi ada 4 orang, saya ga terlalu perhatiin yang lainnya bang" ucap ojol itu

  "Sekitar 3 jam yang lalu deh bang, ada ga bang? yang pergi ke tempat makan gitu" ucap Emir lagi

  "Oh, ada bang, dia ke Cafe Bartaya" ucap ojol itu lagi, kemudian Emir kembali ke mobil dan melaju ke Cafe Bartaya

     Selang 30 menit akhirnya Emir sampai di Cafe itu, ia melihat sekeliling cafe namun belum menemukan Nila, hanya ada 1 bagian yang belum ia cek, yaitu di lantai 2, ia segera berlari ke lantai 2 dan baru saja sampai di lantai 2, ia melihat punggung yang mirip dengan istrinya, ia melangkah ke meja paling depan dan ia memegang bahu itu, baru saja tangannya mendarat, si pemilik bahu langsung mempelintir tangannya, Nila menghadap ke orang yang sedang ia pelintir, ia terkejut melihat ternyata itu adalah suaminya sendiri.

  "Ah mas, maaf, aku kira orang jahat, maaf banget mas" ucapku sambil menarik kembali tanganku yang sedang memelintir tangan pria yang menjadi suamiku ini

  "Kamu ini, sudahlah nyusahin, bikin orang celaka pula" ucapnya padaku

  "Maaf, aku gatau kalau itu mas, lagian mas kok bisa sampai sini?" tanyaku

  "Kamu ini bener-bener bodoh ya, lain kali perhatiin dulu alamat rumah, namaku, atau ciri-ciriku deh, nomor telfon dan sebagainya, jangan asal pergi aja" ucapnya panjang lebar

  "Mas, tadinya aku mau beli makan pinggir jalan aja, eh sepanjang jalan ternyata ga ada, terus aku jalan ke depan lagi, terus aku capek, mau pulang lagi eh lupa kalau aku ga hafal alamatnya, terus aku jalan aja sampe pos satpam, mau minta anter satpam aja aku gatau nama mas siapa, jadi yaa aku titip aja pesen sama satpamnya" ucapku panjang lebar

    "Kamu kan bisa tinggalin nomor hp kamu ke satpam" ucap Emir

     "Maaf mas, ga kepikiran hehe" ucapku lagi sambil meringis

     "Untung tadi ojol yang kamu naikin mangkal di depan pos satpam, jadi saya tau kamu kemana" ucapnya

     "Iya mas iya, udah dong jangan marah-marah terus, sekarang kan udah ketemu" ucapku lagi

    "Iya, untung ketemu, kalau engga ya abis saya sama nenek" ucapnya lagi

    "Yaudah mas makan dulu deh, biar ga marah" ucapku menenangkan

     Ia pun memesan makanan dan minuman sedangkan aku hanya memilih 1 minuman lagi sambil menunggu pria ini selesai dengan makanannya, setelah selesai ia mengajakku pulang, tapi setiba di dalam mobil, dia mengambil ponselku dari tanganku, kemudian dia membuka layar hpku, "Ponselmu ga pake password? bagus deh" ucapnya dan lanjut mengetikkan sesuatu disana, kemudian dia memperlihatkannya padaku, ternyata dia sudah menuliskan nomor hp dan nama lengkapnya disana, setelah memperlihatkan itu, ia menelfon nomornya dan kemudian memberikan ponselku padaku.

    Ia mengeluarkan ponselnya dan memintaku untuk memasukkan nama lengkapku di dalam ponselnya, setelah itu dia melajukan mobilnya.

    "Kita sudah saling bertukar nomor dan tau nama lengkap masing-masing, kalau hilang tolong gunakan otakmu untuk berpikir" ucap pria yang kini ku tau namanya Emir

    "Mas, aku bukan ga menggunakan otakku, tapi aku memang dalam keadaan lapar, makanya aku tidak bisa berpikir dengan baik" ucapku membela diri

     "Tapi kemarin malam kamu sudah makan kok, kenapa tidur di lantai yang ada di depan kamar? apa masih lapar juga? S1 Psikologi begini, yang benar aja, bisa-bisa klien mu nanti semakin sakit jiwa kalo konsultasi ke kamu" ucapnya meremehkan

      "Kok mas tau aku S1 Psikologi?" tanyaku memicingkan mata

      "Ya tau lah, nenek yang kasih tau saya, nenek membanggakan mu di depan saya, setelah saya lihat, ternyata nenek berbohong sama saya, semuanya berbanding terbalik" ucapannya semakin menyebalkan

      "Emang nenek bilang apa saja ke mas?" tanyaku masih berusaha sabar

       "Kamu baik, sopan-santun, cantik, pintar, S1 Psikologi, mandiri, ya intinya sangat memuja kamu lah, sampai-sampai pacarku yang jauh lebih-lebih dari kamu pun di tolak mentah-mentah oleh nenek" ucapnya lagi

      "Tapi semua omongan nenek bener kok, ga ada yang bohong perasaan" ucapku pede

       "Halah, ga bohong apanya, kamu baik, mana ada kamu baik? ga ada baik-baiknya perasaan, sopan-santun, bagian mananya yang sopan-santun? kurang ajar gitu tadi pagi ke saya dan mama, cantik, begini cantik? kalo gitu model ga usah pake kriteria, sembarangan orang aja bisa, S1 Psikologi? ya emang bener tapi diragukan, ga mencerminkan banget, pintar? preet, hal sekecil ini aja kamu ga bisa mikir, yang di lantai kemarin, kejadian barusan, ga ada tuh yang bisa kamu pecahkan masalahnya, dan yang terakhir mandiri, mandiri? begini? nyusahin begini dibilang mandiri? nenek lagi berusaha naikin derajat kamu atau gimana si?" ucapnya menjelaskan panjang lebar

       "Ck,, iiih mulut kamu tuh ya Emir, lemes banget, kamu tuh cewe aslinya, bukan cowo, modelan kayak kamu gini kenapa malah dijodohin sama aku sih? Bener-bener ga ada perasaan banget, jadi orang tuh jangan lemes, jangan mentang-mentang orkay bisa jelek-jelekin orang begitu, kita baru 2 hari ya ketemu, kenapa kamu semenjengkelkan ini sih" ucapku sambil memukul lengannya dengan kuat

 
      "Apaan sih, kenapa mukul-mukul saya? justru karna baru 2 hari, 2 hari aja udah bikin stress, apalagi 1 tahun? Ah ga ga, kurangin aja batas perceraiannya jadi 3 bulan, ga tahan saya lihat kamu sehari-hari, pulang dari kantor saya stress, lihat kamu di rumah pun saya jadi stress" ucapnya lagi

      "Ih, manusia ga ada akhlak" ucapku kemudian memilih diam sepanjang jalan

Kami Tak SetaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang