Kalau ada yang bertanya perihal siapa paman yang sangat asik untuk diajak bicara maka jawabannya pastilah Papa Evano.
Pria itu adalah duplikat ayahnya, seolah mereka adalah satu jiwa dengan dua tubuh yang berbeda, ayah adalah pribadi yang sempurna, penuh perhatian, dan bertanggung jawab. Maka Papa Evano juga sama, hanya pria itu lebih terlihat suka bercanda dan tak kaku. Banyak yang tak percaya jika seseorang di sampingnya ini adalah bapak dua anak. Sebab sungguh Papa Evano masih sangat cocok disebut bujangan matang.
Dengan suit hitam rapi bentuk crop top yang sangat pas membalut tubuhnya, Pria itu terlihat jauh lebih tampan dengan setelan formal seperti ini.
"Diem aja dari tadi, ada yang di pikirin, ya?" Membuka obrolan, pamannya itu bertanya demikian.
"Nggak, kok."
"Berarti bener ya kata ayah."
"Kata apa? Ih dasar ghibah."
"Katanya princess lebih banyak ngelamun."
Oh? Benarkah? Azica bahkan tak menyadarinya. Mengerjap pelan, ia hanya meringis pada Papa Evano yang menatapnya. "Nggak sadar, pas ngelakuinnya."
"Dasar." Evano hanya menggelengkan kepala, lantas mengacak pucuk kepala gadis remaja di sampingnya dengan satu tangan.
Gadis yang sudah ia tetapkan menjadi temannya sejak hari pertama lahir di dunia. Bayi yang ia peluk pertama kali dan menjadikannya sebagai orang tua sebelum memiliki anak kandung sendiri. Gadis yang sudah ia ajak curhat ketika bujangan dulu, sekarang gadis itu telah dewasa dan mekar dengan baik. Cantik dan manis pula, pantas saja Sandy sering mencak-mencak dan menggerutu sebab banyak sekali teman-teman pria itu yang menanyakan apakah Azica mau menjadi menantunya?
"Kemarin Gendari nanyain kamu loh, katanya kemana Kak Zica, Pa? Abis ini mau nggak mampir ke rumah? Nginep yuk. Papa minta ijin ke ayah nanti."
Lantas pikiran Azica teringat pada gadis kecil yang baru berusia 7 tahun itu. Gadis yang sangat mirip dengan Papa Evano-cerewet dan sangat lucu.
"Kemarin sejujurnya dia abis jatuh di sekolah. Pusing banget papa tuh sama tingkahnya, bar-bar banget jadi cewek. Abis nyembunyiin sepatu temennya sampe temennya nangis, pas di tanya di umpetin dimana sepatunya, si princess malah lupa ngumpetin sepatunya dimana."
Dan beginilah ketika Evano menjadi Papa, dulu sewaktu masih sendiri, ia adalah pria yang hobi menceritakan banyak hal, kesehariannya menjadi manusia, lantas setelah menjadi orang tua hobi bercerita itu masih ada, bedanya yang menjadi topik dalam bicaranya adalah anaknya sendiri, anak kembarnya Lingga dan Gendari. Sayang anak perempuannya tidak seperti yang laki-laki, anak perempuan itu memiliki satu juta tingkah untuk di ceritakan. Evano sungguh dibuat menyerah dengan tingkahnya. Mirip siapa sih? Ya, pastilah mirip dirinya sewaktu kecil.
Untung saja sang kakak-Lingga-memiliki pribadi yang justru kalem dan pendiam persis seperti sang paman, Riki. Jadi Evano tak menjadi gila karena mengurus dua bocah itu, meskipun yang paling kasihan disini adalah sang istri.
Azica sudah tertawa di tempat, membayangkan bagaimana pusingnya Papa Evan menghadapi tingkah anak gadis 7 tahun itu.
"Kok tiba-tiba usil banget sih jadi orang?" Azica bertanya, bersamaan dengan itu mobil Papa Evano berhenti di sebuah cafe. Berniat untuk makan dan menyambung cerita sebelum akhirnya pergi untuk agenda utama-mengajak Azica membeli cincin untuk hadiah anniversary 9 tahun pernikahan Papa Evan.
"Little princess tuh sebenernya pengen temenan, pas di sidang gurunya kenapa ngumpetin sepatu temennya? Katanya pengen lihat temennya nangis, soalnya temennya pendiem banget kaya Lingga gitu, diajak ngomong nggak nyaut. Astaga pusing papa tuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story Of Us | Zerobaseone
ChickLitpart of Kencana Putra Azica Ananta Adirga selalu menyukai hal-hal magical. Sejak kecil dunianya hanya berisi tentang dongeng-dongeng romansa seorang Putri cantik yang berakhir menikahi pangeran, atau tentang seorang peri yang memiliki sihir ajaib. I...