Aqwine menatap menatap layar laptopnya, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Di depannya dokumen tugas akhir menunggu untuk dilanjutkan. Namun, setiap kali ia mencoba fokus bayangan wajah Alviano muncul dalam pikirannya. Sebuah senyum tipis merekah di bibirnya meskipun ia tahu senyum itu lebih sering menjadi luka daripada kebahagiaan.
Pertemuan pertama mereka begitu biasa hanyasebuah percakapan singkat tentang materi kuliah. Namun bagi Aqwine itu adalahawal dari sesuatu yang tak terduga. Alviano dengan caranya yang sederhana namunmemikat mulai mengisi ruang-ruang kosong dihatinya. Ia bukan sosok sempurnatapi ada kehangatan dalam caranya berbicara dan dalam caranya memperhatikanhal-hal kecil yang sering di abaikan orang lain.
Hari-hari berlalu dan perasaan itu tumbuh tanpa bisa dihentikan. Aqwine mencoba menyangkal, tapi hatinya keras kepala. Ia mulai mencari alasan untuk berada lebih lama di perpustakaan tempat Alviano sering menghabiskan waktu. Mulai memperhatikan setiap detail kecil, cara Alviano menyentuh rambutnya saat gugup atau bagaimana ia tertawa ketika mendengar lelucon Yana.
Ah, Yana. Nama itu selalu muncul seperti bayangan yang sulit di hindari. Gadis itu adalah segalanya yang bukan Aqwine. Ceria, berani dan selalu membawa cahaya dimana pun ia berada. Tapi sekaligus merasa kecil hati setiap kali melihat Alviano tersenyum lebih lebar saat Yana ada di dekatnya.
Malam itu, Aqwine duduk di taman kampus. Angin dingin menerpa wajahnya tapi ia tetap tak bergerak memandangi layar ponselnya yang memperhatikan pesan singkat dari Alviano.
"Kita bisa bicara sebentar? Aku butuh saran."
Hatinya berdegup kencang, ia tahu ini bukan pertama kalinya Alviano meminta pendapatnya. Tapi ada sesuatu dalam pesan itu hingga membuatnya merasa aneh, ia menunggu di bangku taman hingga terdengar suara langkah mendekat. Alviano muncul seperti biasa dengan senyum hangatnya yang menenangkan.
"Terima kasih sudah mau dengar" katanya, duduk di samping Aqwine.
"Aku... sebenarnya suka seseorang."
Kata-kata itu menghentikan dunia Aqwine sejenak.Tangannya mencengkeram erat sudut buku dipangkuannya, tapi ia memaksakansenyum. "Oh, siapa?" tanyanya, mencoba terdengar biasa saja
Alviano menghela napas panjangnya sebelum menjawab. "Yana."
Hanya satu nama namun dampaknya begitu dasyat. Aqwine merasa seperti tenggelam, meskipun ia tahu sudah sejak lama ini akan terjadi. Hatinya yang lemah selalu berharap bahwa ia bisa menjadi lebih dari sekedar teman bagi Alviano. Namun kenyataan selalu lebih dingin daripada harapan.
Memberi dukungan meskipun hatinya remuk, ia tahubahwa cinta tak bisa dipaksakan dan bahwa bahagia seseorang yang dicintainyaadalah kebahagiaannya juga. Tapi di sudut hatinya, ada ruang yang mulai kosongtempat Alviano pernah ia simpan dengan penuh harapan.
Manado, 17 November 2024.
🧡🧡🧡
Hai, Anjelin Pangkey di sini! Hari ini aku akan membawakan cerita berjudul 'Collateral Heart' Judul ini menggambarkan kondisi di mana hati seseorang menjadi terikat atau terpengaruh oleh suatu kejadian yang tak terduga, sering kali penuh dengan kompleksitas.
GIMANA SELANJUTNYA? AYO BACA DIJAMIN SERU!
CERITA HASIL PEMIKIRAN SENDIRI, JANGAN PERBIASAKAN PLAGIAT YA.
JANGAN LUPA UNTUK VOTE DAN JUGA KOMENTAR KRITIK SARAN KALIAN SEMUA, KALAU ADA KESALAHAN PENULISANNYA.
KAMU SEDANG MEMBACA
COLLATERAL HEART [On Going]
Teen FictionDemi menyelamatkan perusahaan ayahnya yang terancam bangkrut, Aqwine harus menerima kenyataan pahit menikah dengan Alviano. Pria yang diam-diam ia sukai sejak kuliah. Pernikahan itu bukan karena cinta melainkan karena satu malam kesalahan yang tak t...