Aku menatap tiket seharga satu juta lima ratus ribu yang telah aku menangkan dari proses war beberapa minggu yang lalu. Hari ini aku akan berangkat ke Stadion dan menikmati pertandingan sendirian. Setelah beberapa bulan belakangan ini aku hadir sebagai tamu istimewa dan fasilitas yang Nathan berikan padaku.
Bukan, ini bukan tentang uang yang aku keluarkan untuk membayar tiket. Tapi ini tentang, apakah aku siap melihat Nathan menaiki tribun setelah pertandingan, kemudian memeluk dan mencium kekasihnya? Setelah selama ini aku menjadi perempuan yang dia peluk dan cium ketika pertandingan berakhir.
Tidak apa-apa ini sama saja dengan patah hati sebelumnya yang pernah aku lewati. Bedanya kali ini mantan lelakimu adalah sosok ternama yang tiap gerak-geriknya tersorot kamera. Tenang aku pasti bisa.
Setelah mengganti kemeja kerjaku dengan jersey, aku meninggalkan gedung kantorku, berjalan mantap menuju GBK. Sambil merapalkan mantra, Aku datang untuk Timnas, bukan untuk Nathan.
--
Menaiki tribun seorang diri, aku mencari posisi teratas, menjauhi kursi yang biasanya akan diduduki oleh keluarga para pemain. Aku ingin menjauhi kerumunan yang akan menanyakan keadaanku atau kabar tentang Nathan dan kekasih barunya.
Usahaku sia-sia ketika Noa, menghampiriku dengan senyum yang entah tidak pernah hilang dari wajahnya. Gadis itu memelukku begitu menemukanku duduk dari jaraknya berdiri.
"Ayo duduk dibawah bersama kami." Ajaknya.
"Tidak terima kasih, lebih baik aku duduk disini. Kau tahu menghindari pusat masalah aku rasa lebih baik."
Gadis itu mencebikan bibirnya, "Tidak jangan menghindar, kau harus menghadapinya. Kau mampu, jauh sebelum mendukung Nathan kau mendukung Indonesia kan. Hari ini Indonesia butuh dukunganmu, jadi pasti Nathan akan tertutup dengan cintamu pada Negaramu." Sungguh Rafael beruntung mendapatkan Noa yang begitu positif.
"Ayolah Noa, aku takut pingsan melihat Nathan mencium Felicia." Gurauku yang tak sepenuhnya salah.
Aku dan Noa tertawa. Dari Kejauhan Risma dan Birce melambaikan tangan mengajakku bergabung.
Ah ternyata aku tidak bisa melepaskan diri dengan mudah dari circle pertemanan baik ini.
Mengikuti Noa, akhirnya aku turun dan duduk bersama dengan mereka. Menikmati obrolan menjelang pertandingan hingga akhirnya Aislinn datang bersama gadis berambut blonde -Felicia yang mengenakan kalung dan jam tangan yang sama dengan milik Nathan. Oh aku terlalu mengenali segala pernak pernik milik lelaki itu.
"Hai Ladies, Maaf banget tapi aku harus membawa gadis ini kemari karena kalian tahu." Ucap Aislinn ketika dia datang, sengaja berbicara dengan bahasa agar Felicia tidak mengetahui.
"It's okay. Aku sangat okay Aislinn." Jawabku sambil tersenyum.
Aislinn mengajak Felicia duduk mendekat kearah kami, memperkenalkan satu persatu dengan Noa sebagai kekasih Rafael, Birce sebagai kekasih Ivar, Risma sebagai istri Witan.
"And this is Ameera, she is.." Aislinn mengantungkan kalimatnya. Aku tahu gadis itu bingung tidak mungkin kan memperkenalkanku sebagai mantan kekasih Nathan?
"I'm not WAGs, aku hanya membantu kekasih kalian semua mengurus dokumen kepindahan warga negara. Maka membuat kami mengenal satu sama lainnya." Jawabku menerangkan posisiku.
Felicia tersenyum, dia tipe gadis yang ramah dan bersamangat. Termasuk bersemangat dalam memperkenalkan kepada dunia bahwa Nathan miliknya.
--
Selama pertandingan aku telah berhasil memusatkan perhatianku pada permainan yang tersaji dilapangan. Mengabaikan Nathan sebagai orang yang pernah menjadi bagian dari hidupku. Aku mampu mendukungnya sebagai pemain timnas.
Namun semuanya hancur berantakan ketika pertandingan berakhir dan Nathan menaiki tribun. Aku bisa melihatnya dengan jelas. Bagaimana senyum manisnya terukir dan lengannya yang biasa dia gunakan untuk memelukku, terbuka untuk menyambut Felicia.
Mereka berpelukan dan Felicia mencium pipi Nathan.
Membuatku berusaha memalingkan pandanganku, tapi terlambat ketika akhirnya pandanganku dan Nathan bertemu. Kedua mata kami bagaikan terkunci pada satu titik, hingga akhirnya air mataku menetes tanpa aba-aba, tanpa bisa aku tahan.
Ternyata hatiku tidak sekuat itu untuk menyaksikan sebuah cerita baru yang berlangsung dihadapanku.
Aku mengusap air mataku cepat, lalu ikut larut dalam obrolan singkat bersama pada kekasih dan istri pemain. Beberapa dari mereka mengusap pundakku seolah berkata semua akan baik baik saja.
Tapi ucapan itu justru membuatku semakin hancur. Aku merasakan nyeri teramat sangat didalam dadaku. Hingga akhirnya ketika Berniece memelukku, tangisku pecah. Benar-benar pecah hingga aku tergugu dipelukan kekasih Ivar itu.
Dan untuk kesekian kalinya aku merasa kalah atas perasaanku pada lelaki itu, Nathan Tjoe A On.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nathan Tjoe A On - Heartache
FanfictionDia tidak pernah menyatakan cinta padaku, kami hanya terbawa suasana. Tapi pada akhirnya dia menyatakan cintanya pada wanita lain.