*cerita dengan judul "Jejak Cinta Yang Tertinggal : Kisah Baru di Balik Air Mata" merupakan lanjutan cerita dari judul "Pulang Untuk Cinta"
Tidak ada satu hari pun berlalu yang dapat bisa melupakan Mila dengan dirimu, Rizky. Seseorang yang pernah menjadi pusat kebahagian diri Mila, yang senyumnya mampu menghapus semua kesedihan, dan kegelisahan. Kini, hanya tinggal bayang-bayang samar yang menghiasi hidupnya. Setiap sudut kota ini menyimpan kenangan tentang dia, seolah-olah setiap jalan yang Mila lewati masih terhubung dengan langkah-langkah yang pernah mereka bagi bersama.
"Riz, ini sudah satu bulan setelah kepergian dirimu menuju Sang Penguasa, tapi rasanya seperti baru kemarin kita masih tertawa bersama. Setiap pagi aku terbangun dengan harapan bahwa semua ini hanyalah mimpi buruk yang akan segera berakhir, tapi kenyataan terus menghantamku dengan keras. Kamu benar-benar telah pergi, meninggalkan jejak yang tak akan pernah bisa ku hapus." ucap Mila sambil menatap surat dan foto yang di tinggalkan oleh Rizky untuk dirinya. Air mata perlahan mengalir di pipinya, tapi Mila tidak mengusapnya. Biarkan saja, pikirnya, biarkan air mata ini menceritakan rasa rindunya yang tak terbendung.
Mila meremas erat surat terakhir yang ditulis Rizky sebelum pergi, surat yang penuh dengan kata-kata hangat dan janji yang tak lagi bisa ditepati. "Kita akan selalu bersama, Mila," tulis Rizky di akhir surat itu, "di manapun aku berada dan baik di dunia maupun di keabadian, hatiku selalu bersamamu."
"Seharusnya, dirimu tidak mendonorkan jantungmu untukku, Riz! Aku benar-benar kecewa sama tuhan, karena telah membiarkan dirimu untuk melakukan semua itu kepadaku." Mila menggigit bibirnya, menahan perasaan yang tak bisa lagi dibendung.
"Aku harusnya marah padamu, Riz. Aku harusnya membencimu karena memilih mengorbankan hidupmu untukku. Tapi bagaimana mungkin aku bisa marah pada seseorang yang telah memberikan hidupnya demi aku bisa tetap bernapas?"
"Apakah kau masih bisa mendengarku di sana, Riz?" tanya Mila dengan suara yang bergetar. "Aku tahu ini egois, tapi aku berharap kau masih di sini. Aku berharap bisa mendengar suaramu lagi, merasakan sentuhanmu lagi, meskipun hanya untuk satu detik."
Mila menutup matanya, mencoba membayangkan Rizky berada di sampingnya, seperti dulu. Tapi imajinasinya hanya menghasilkan bayangan yang semakin memudar, membuat hatinya semakin hancur.
"Aku akan mencoba kuat, Riz. Untukmu. Karena aku tahu itulah yang kau inginkan. Tapi tolong, jangan pernah tinggalkan aku sepenuhnya. Tetaplah ada di dalam hatiku, seperti yang kau janjikan," bisiknya, sebelum akhirnya tangisnya pecah, membiarkan semua perasaan yang dipendamnya tumpah tanpa henti.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu kamar Mila telah di buka oleh sang ibunda, dengan mata yang penuh keprihatinan, melangkah masuk ke kamar dan melihat Mila duduk di tepi tempat tidur, wajahnya basah oleh air mata. "Mila, sayang..." suaranya lembut, namun penuh kekhawatiran.Mila menoleh dengan wajah yang masih basah, berusaha menghapus air mata yang mengalir di pipinya. Ibunya mendekat, merangkul Mila erat dalam pelukan hangatnya. "Ibu tahu ini sangat berat untukmu. Kehilangan Rizky tidak mudah. Tapi kamu tidak sendirian, Mila. Kami semua ada di sini untukmu."
Mila menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. "Aku hanya merasa seperti bagian dari diriku hilang, Bu. Bagaimana aku bisa terus hidup tanpa dia?"
Ibunya mengelus kepala Mila dengan lembut. "Rizky meninggalkanmu dengan banyak kenangan indah dan kasih sayang yang tak akan pernah hilang. Dia ingin kamu terus maju dan bahagia, bahkan ketika dia tidak lagi di sini. Itulah yang seharusnya kamu pegang teguh."
Mila menatap surat yang masih ada di tangannya, merasakan getaran harapan di dalam kata-kata terakhir Rizky. "Aku akan mencoba, Bu. Aku akan berusaha untuk kuat, seperti yang dia inginkan."
Ibunya tersenyum lembut, menghapus sisa air mata di pipi Mila. "Dan ibu akan selalu di sini untuk membantumu melewati ini. Kita akan bersama-sama menghadapi segala sesuatu." Mila mengangguk, merasa sedikit lebih tenang. Meskipun rasa sakit masih ada, kehadiran ibunya memberi sedikit ketenangan. Dengan perlahan, ia menyimpan surat Rizky di laci meja samping tempat tidur, menganggapnya sebagai jembatan antara kenangan dan masa depan yang harus dijalani.
Ibunya berdiri untuk meninggalkan kamar, namun sebelum pergi, dia menoleh lagi. "Ingatlah, Mila, cinta yang tulus tidak pernah hilang. Itu selalu ada di dalam hati kita, bahkan ketika orang yang kita cintai sudah pergi."
Dengan perasaan campur aduk, Mila mengangguk dan membiarkan ibunya keluar dari kamar. Ia duduk diam sejenak, membiarkan kata-kata ibunya meresap. Mila pun mengeluarkan ponselnya, kemudian ia membaca pesan-pesan dan voice note paling terindah yang pernah Rizky kirim kepadanya.
Saat membuka pesan-pesan lama dari Rizky, Mila merasakan kehadiran yang familiar seolah-olah Rizky masih di sana, berbicara langsung kepadanya. Setiap kata dalam pesan-pesan itu membawa kembali kenangan manis yang pernah mereka bagi, mulai dari candaan kecil hingga momen-momen penuh cinta yang kini hanya bisa ia ingat.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, Mila memilih sebuah voice note yang pernah dikirim Rizky di hari ulang tahunnya. Ia menekan tombol play, dan suara hangat Rizky mengalun pelan dari ponselnya, "Selamat ulang tahun, Mila sayangku. Aku harap hari ini menjadi hari yang penuh kebahagiaan untukmu, seperti halnya kau telah memberikan kebahagiaan tak terhingga dalam hidupku. Ingatlah, apa pun yang terjadi, aku selalu ada untukmu, kapan pun dan di mana pun."
Air mata kembali menggenang di mata Mila saat mendengarkan suara itu, namun kali ini bukan hanya air mata kesedihan, tetapi juga rasa syukur. Syukur karena pernah memiliki seseorang seperti Rizky dalam hidupnya, seseorang yang mencintainya dengan begitu tulus dan mendalam. Suara Rizky yang akrab itu seakan memberinya kekuatan, mengingatkannya bahwa cinta mereka masih ada, meskipun kini hanya dalam kenangan.
Mila memejamkan mata, membiarkan suara Rizky mengisi hatinya. Ia tahu bahwa kenangan-kenangan ini akan menjadi sumber kekuatannya untuk terus maju. Setelah beberapa saat, Mila membuka matanya dan kembali menatap layar ponsel. Ia tersenyum kecil, meski hatinya masih terasa berat. "Aku akan baik-baik saja, Riz," bisiknya. "Aku akan terus hidup dan membawa cintamu bersamaku, seperti yang selalu kau inginkan."
Dengan hati yang sedikit lebih tenang, Mila menutup aplikasi pesan dan meletakkan ponselnya di samping. Ia tahu bahwa perjalanan ke depan akan sulit, namun ia merasa bahwa Rizky akan selalu ada di sisinya, memberi kekuatan dalam bentuk kenangan yang abadi. Sambil memandang keluar jendela, Mila menyadari bahwa meskipun ia kehilangan Rizky secara fisik, cinta mereka tidak pernah benar-benar hilang. Itu masih ada, tersimpan rapi di sudut hatinya, menghangatkan jiwanya di saat-saat paling gelap.
.
.
."Aku merindukanmu dalam setiap hembusan napas, dalam setiap detak jantung yang kau tinggalkan untukku." - Mila Andhini