Menggenggam Angin

29 12 9
                                    


"Mila," ucap sosok laki-laki yang suaranya sangat Mila kenali.

Mila pun melepaskan pandangannya ke arah sumber suara itu, "Rizky...?"

Rizky mengangguk dengan lembut, matanya yang penuh cinta menatap Mila. "Iya, ini aku. Aku tahu kamu sangat merindukanku, Mila. Dan aku juga merindukanmu," jawab Rizky dengan nada yang begitu lembut, membuat hati Mila meleleh.

Tanpa berpikir panjang, Mila berlari ke arah Rizky, dadanya bergemuruh oleh emosi yang meluap-luap. Ketika jarak di antara mereka menghilang, Rizky membuka kedua tangannya, menyambut Mila dalam pelukan yang selama ini hanya bisa ia impikan. Mila merasakan kehangatan yang begitu nyata, seolah-olah semua kesedihan yang selama ini ia rasakan larut dalam dekapan Rizky.

"Sini, Mil. Kembali kepelukanku," ucap Rizky dengan penuh kelembutan.

Mila memejamkan matanya, meresapi setiap detik momen itu. Air mata kebahagiaan mengalir deras di pipinya. Dalam pelukan itu, segala ketakutan, kesedihan, dan kerinduan yang selama ini menghantuinya seolah sirna. Dunia di sekitarnya terasa begitu tenang, hanya ada Rizky dan dirinya, seolah-olah waktu berhenti hanya untuk mereka berdua.

"Aku tidak mau ini berakhir, Rizky," bisik Mila dengan suara yang penuh getaran. "Aku ingin terus bersamamu seperti ini, selamanya."

Rizky mengusap rambut Mila dengan lembut, menenangkan segala kegelisahan di hatinya. "Aku juga, Mil. Tapi kamu harus ingat, kita tidak bisa selamanya berada di sini. Kamu harus kembali dan menjalani hidupmu. Aku akan selalu ada di hatimu, meski tidak di sampingmu."

Mila menggelengkan kepalanya, tidak ingin melepaskan Rizky. "Tapi aku takut, Rizky. Aku takut kehilanganmu lagi. Tolong, jangan pergi."

Rizky mempererat pelukannya, memberikan kehangatan yang menenangkan. "Aku tidak akan pernah benar-benar pergi, Mila. Kamu bisa memanggilku kapan saja dalam hatimu. Tapi kamu harus kuat, kamu harus melanjutkan hidupmu. Ada banyak hal indah yang menunggumu di depan."

Mila menatap Rizky dengan air mata yang mengalir deras, hatinya terasa seperti terhimpit oleh beban yang terlalu berat. "Riz, kenapa kamu harus memilih alasan untuk pergi? Kenapa jantung ini kau tanamkan dalam diriku hanya untuk kemudian kau renggut begitu saja? Aku sakit, Rizky, sakit banget melihatmu seperti ini. Kenapa kita harus berpisah?"

Rizky menghapus air mata di pipi Mila dengan ibu jarinya, mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk. "Aku tahu, Mila. Aku tahu ini tidak adil. Tapi aku ingin kamu tahu, cinta kita tidak pernah sia-sia. Semua kenangan indah yang kita ciptakan bersama, semua tawa dan kebahagiaan yang kita bagi, itulah yang akan selalu hidup dalam hatimu. Kamu tidak benar-benar kehilangan aku, Mil. Aku akan selalu menjadi bagian dari dirimu, bagian yang akan memberimu kekuatan saat kamu merasa lemah."

Mila menggelengkan kepalanya lagi, masih tidak mampu menerima kenyataan yang harus dihadapinya.  "Kau tahu? Terkadang aku selalu menyalahkan tuhan atas semua ini, kenapa setelah kita di pisahkan lalu di pertemukan kembali, kau malah memilih pergi?"

Rizky mengangguk pelan, merasakan kesedihan yang mendalam dari kata-kata Mila. "Aku tahu, Mil. Sulit untuk diterima, tapi tolong berusahalah untuk menerima, Mil. Ini sudah menjadi konsekuensi diriku untuk membiarkanmu hidup, ayah dan ibu telah mengizinkan ku untuk mengabadi di dalam tubuhmu, sebagai jantung yang tertanam dan berdetak di hidupmu."

Mila terdiam, matanya membelalak mendengar kata-kata Rizky. "Apa maksudmu, Rizky? Ayah dan Ibuku yang telah mengizinkanmu? Aku tidak mengerti sekarang..." Suaranya gemetar, penuh kebingungan dan ketakutan.

Rizky menarik napas panjang, tampak berat untuk menjelaskan lebih lanjut, namun ia tahu bahwa Mila berhak tahu. "Mila, sebelum aku pergi, aku berbicara dengan orang tuamu. Mereka tahu betapa pentingnya dirimu bagi banyak orang, terutama bagi mereka. Saat dokter mengatakan bahwa kamu membutuhkan transplantasi jantung segera, aku merasa itu adalah satu-satunya cara agar kamu bisa tetap hidup. Aku tidak bisa membiarkanmu pergi, Mila. Jadi, aku meminta izin kepada mereka untuk memberikan jantungku padamu. Begitulah cerita, kenapa aku mendonorkan jantungku, sangat sulit karena pada saat itu, tidak ada seseorang pun yang mau mendonorkan jantungnya kepadamu, Mil!"

Jejak Cinta Yang Tertinggal : Kisah Baru di Balik Air MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang