2

98 15 11
                                    





'Hiks!.. Hiks...'

Suara tangis yang begitu lemah namun sarat akan rasa sakit itu melelehkan sanubari hati siapapun yang mendengarnya. Yuuji dengan pakaian kusut nya, rambut berantakan nya dan juga wajah merahnya menangis di tengah taman kecil sunyi yang jauh dari rumahnya. Ia duduk di pojok rumah perosotan dan bersembunyi di sana seakan berharap tidak ada siapapun yang mengganggunya.

Dadanya terasa sesak, matanya terasa perih dan nafas nya terasa sulit. Tak terhitung berapa jumlah tetesan air mata yang jatuh ke tanah saat ini. Basah dan hangat. Seakan berkebalikan dengan kondisinya yang dingin dan sepi.

"Bahkan saat menangis saja cantik. Hebat sekali."

Yuuji mendongak kaget saat mendengar suara menyapa rungu nya. Ia menoleh mendapati Gojo yang tengah menatap wajahnya terlampau dekat. "Ka-kamu?!"

"Yo." Gojo tersenyum canggung. "Aku senang ketemu kamu lagi, tapi aku gak berharap ketemu pas kamu nangis sih."

Yuuji mengusap wajahnya dengan sapu tangan miliknya. Menyeka dengan begitu anggun seolah-olah semua tindakannya di awasi 24 jam oleh puluhan pasang mata. "Maaf. Aku tak berniat menunjukkan wajah seperti ini."

Gojo tertegun sejenak. "Tak apa. Tak apa. Jangan gitu. Aku bercanda, ok? Maksudku, aku kaget dengan keadaanmu. Tapi mengingat keras dan alot nya klan mu itu membuatku jadi bisa membayangkan penyebab nya." Gojo duduk di sebelah Yuuji. "Aku gak bisa bilang apa-apa karena sepertinya keadaanmu sangat berat. Tapi kalau kamu butuh bahu, aku punya dua."

"Fuh!" Yuuji terkekeh kecil mendengarnya. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Gojo yang lebar. Yuuji menutup matanya. "Maaf, aku harusnya tak melakukan ini dan--"

"Diam dan terus menangis saja." Gojo mengusap kepala Yuuji agar lebih nyaman bersandar. "Aku bukan bagian dari klan itadori jadi tak usah jaga sikap di depanku."

Yuuji menutup wajahnya dan menangis makin tersedu-sedu. Gojo dengan sabar menunggunya dan menemaninya hingga ia tenang.

.
.
.

"Kamu di larang ikut kompetisi?"

Yuuji mengangguk. Akhirnya mampu bercerita pada Gojo mengenai apa yang terjadi di rumahnya. "Sebenarnya aku bisa saja memaksa. Tapi aku tak punya pendamping. Kakakku tidak mau mendampingi ku."

"Kakak macam apa dia?" Gojo mengumpat. Tapi kemudian menutup mulutnya. "Ah! Maksudku, seharusnya dia mendampingi adiknya dulu daripada orang lain."

"Tidak. Kamu benar. Dia bahkan mungkin tak menganggap aku saudara nya. Dia tak pernah membiarkanku melakukan apapun yang kumau."

Gojo terdiam sejenak. Dalam bayangannya ia mengira itu hanya akan jadi pertengkaran antar saudara saja saat ia pertama kali melihat Yuuji di taman ini. Tapi tak ia duga ternyata yang Yuuji alami bahkan lebih parah dari itu. "... Aku bisa."

"Ha?" Yuuji menoleh dengan bingung. "Maaf, aku tidak mendengar--"

"Aku bisa mendampingi mu." Gojo menghadapkan tubuhnya ke arah Yuuji dan memegangi kedua lengannya. "Aku bisa mendampingi mu ikut kompetisi itu. Jika Sukuna mendampingi Megumi karena Megumi adalah tunangannya. Aku juga bisa membuat alasan sama!"

Yuuji terhenyak dengan tawaran itu hingga tak bisa berkata-kata. Gojo malah salah mengartikan keterkejutan Yuuji. "Ah! Maksudku, aku tidak memaksamu untuk menikah dengan ku jika ingin di dampingi olehku. Maksudku, yah.. Kamu tahu kan? Aku bisa mendampingi mu untuk mengalahkan Sukuna."

"Mengalahkan sukuna-nii?"

"Hu'um. Apa tak pernah terpikir bahwa kamu ingin mengalahkannya? Ini kesempatan mu! Aku akan membantumu. Jika kamu menang dan mengalahkan Megumi, Sukuna pasti akan sangat malu." Gojo kelihatan semangat. Ia sudah sedikit banyak dengar mengenai Sukuna. Bukan hal tabu lagi jika laki-laki itu memang sangat hebat dan diakui oleh banyak klan. Dia menyelesaikan banyak urusan dengan ayahnya. Jago berkuda, jago memanah, jago berpedang. Sekilas Sukuna seperti pangeran yang sangat dinanti-nantikan lahir di dunia. Tapi tak ada satupun yang tahu bahwa dibalik kesempurnaan Sukuna ada sikap kejam yang dia sembunyikan pada adiknya. Gojo tak mengerti kenapa Sukuna bersikap seperti itu, yang jelas itu sangat mengganggu nya. Yuuji adalah gadis yang baik. Dia berhak mendapatkan kebahagiaan yang lebih dari ini setelah seumur hidupnya ia didiskriminasi.

Metanoia | Sukuita | Goyuu |Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang