BAB 43: A gift from Ilesha

37 8 6
                                    

"Jatuh cinta padamu bukan kesalahan kan? Maka biarkan aku jatuh lewat kata manis ini, kamu sudah abadi dalam diksiku."

Ilesha Mutiadaksa

•••🦋•••

"Bawa apaan sih lo, Tal? Riweuh banget, aing liatnya," ujar Naksatra sambil melirik cowok di depannya yang sedang menenteng sebuah paper bag berwarna cokelat susu dengan motif garis kotak-kotak.

Bentala sedikit mengangkat paper bag itu, memandang Naksatra dengan alis yang terangkat. "Ini?" tanyanya balik, masih bingung. Ia mengangkat bahunya, mengisyaratkan ketidaktahuannya. "Gue juga gak tau ini apa. Tiba-tiba aja, pas gue anter Ilesha pulang, dia malah ngasih ini," jawab Bentala, nadanya penuh keheranan. Dia sama sekali tidak tahu apa isi dari paper bag itu. Mungkin, setelah dia pulang ke rumah, dia akan membuka dan mencari tahu apa isinya.

Seorang cowok yang sedang menghisap rokok di dekat Rafi menoleh, penasaran dengan pembicaraan mereka. Mata Harsa menyipit sedikit, mencoba menerka apa yang ada di dalam paper bag itu.

"Bisa kali, abis di-unboxing nanti, lo sharing isi nya apa," usul Harsa dengan nada bercanda.

Naksatra, Rafi, Fatur, Arta , dan Tio serempak mengangguk, menyetujui ide Harsa. Mereka semua terlihat antusias menunggu unboxingan gift dari teman pacar mereka itu.

"Kayaknya rahasia deh," sahut Bentala, mencoba memberi kesan misterius.

"Gitu lo, Tal. Gak bakal gue ngehadirin acara lo kalo kaya gini mah, nyesel gue, lo nya aja gak asik," ujar Rafi dengan nada kesal, jelas menunjukkan ketidakpuasannya.

"Si anying, acaranya aja udah selesai, goblok. Lo nya aja yang telat dateng!" serang Bentala, memutar bola matanya dengan malas.

"Udah syukur kita datangnya telat, ya gak, Fi? Daripada gak sama sekali," ucap Naksatra sambil merangkul pundak Rafi, mencoba mendinginkan suasana.

Rafi mengangguk setuju. "Bener tuh."

"Lo pada gak dateng juga gak bikin gue rugi kali," cibir Bentala, dengan senyum sinis yang langsung memicu gelak tawa dari Harsa, Arta, Tio, dan Fatur.

"Anjing, sakit banget dada gue, cok. Jahat lo, Tal!" dramatis Naksatra, sambil memegang dadanya dengan ekspresi yang dibuat-buat, tapi justru mendapatkan tatapan jengah dari Bentala yang tidak terhibur oleh aksi lebay temannya itu.

•••🦋•••

"HUAA... MAMA!!" Teriakan Ilesha menggema di kamar mandi kecilnya, diiringi dengan raungan frustrasi. Suaranya memantul di dinding keramik, mencerminkan betapa kesalnya dia saat ini.

"Bangsat, ini gimana? Sakit banget," keluhnya, wajahnya meringis saat jari-jarinya berusaha keras membersihkan bulu matanya dari sisa-sisa lem yang membandel. Ilesha duduk di tepi wastafel, tubuhnya sedikit membungkuk ke depan, matanya menyipit dalam upaya menahan rasa perih yang menjalar. Makeup yang awalnya membuatnya terlihat mempesona kini berubah menjadi sumber penderitaan.

"Ini MU pakai lem Korea kali ya? Susah banget, anjir," gumamnya semakin kesal, bibirnya mengerucut. Jika tahu akan sesulit ini, mungkin ia akan lebih memilih memakai bulu mata palsu yang sudah biasa ia gunakan. Ia menggerutu pada dirinya sendiri, merasa jengkel dengan keputusan sebelumnya.

Ilesha lalu memutar keran wastafel, suara air mengalir deras memenuhi ruangan. Tanpa berpikir panjang, ia membasuh wajahnya dengan kasar, berharap air dingin bisa membantu meredakan rasa perih di matanya. Namun, kaos oversize yang ia kenakan menjadi basah oleh cipratan air yang tak terkendali, membuatnya semakin tidak nyaman.

The Ephemeral (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang