Pukul 9:30 malam, suasana rumah terasa hangat dan nyaman. Keluarga kecil itu duduk di ruang tengah, menonton TV sambil sesekali bercanda. Hanya acara berita yang tayang, namun kehangatan keluarga lebih terasa daripada apapun yang sedang disiarkan.
Gita baru saja datang dari dapur dengan segelas air putih. Ia duduk di samping Ilesha yang tampak fokus menatap layar televisi, meski topiknya bukan hal yang menarik bagi remaja seusianya. Iya, Ilesha menonton berita politik.
"Tadi habis dari mana, Sha?" tanya Gita sembari meletakkan gelasnya di meja.
Ilesha hanya melirik sebentar, lalu kembali ke layar. "Café," jawabnya singkat.
Gita mengangguk sambil menyeruput airnya dengan tenang, menikmati malam yang damai. Namun, ketenangan itu langsung hilang ketika Sovi tiba-tiba muncul dan berdiri tepat di depan TV, menutupi layar.
"Apaan sih, Teh! Orang lagi nonton juga!" keluh Ilesha sambil merengut, kesal.
Sovi mengabaikan protes adiknya, ia malah menoleh ke arah Ayahnya, Yusuf, yang duduk di sofa dengan tatapan datar. Jelas, Yusuf pun tak terlalu senang dengan aksi tiba-tiba putri keduanya itu.
"Yah, tahu nggak?" seru Sovi penuh semangat, nadanya menggebu-gebu.
Yusuf mengangkat alisnya sedikit sebelum menggeleng pelan, "Nggak," jawabnya datar, seolah tak tertarik.
Sovi mendesah kesal, "Ish, Ayah!"
Yusuf akhirnya terkekeh pelan melihat anaknya sebal, "Ya udah, ada apa sih?" tanyanya kali ini lebih lembut, meski masih terdengar agak santai.
Sovi tersenyum lebar, merasa menang karena akhirnya mendapatkan perhatian. "Tau nggak? Di desa sebelah, ada cewek yang hilang!" serunya, suaranya naik satu oktaf, mencoba membuat semua orang tertarik.
Yusuf yang tadinya malas merespon, langsung menegakkan duduknya. "Serius? Siapa?" tanyanya, nadanya berubah serius.
Gita, yang dari tadi cuma sibuk minum air, sekarang ikut-ikutan menoleh dengan mata penuh rasa ingin tahu. Bahkan Ilesha yang tadi tampak kesal, kini tak bisa menahan diri untuk tidak mendengarkan.
Sovi mendekat, duduk di ujung sofa dan bersiap menceritakan lebih lanjut. "Gak tau pasti namanya. Tadi siang aku denger dari ibu-ibu yang lagi ngobrol di warung. Katanya cewek itu sepantaran sama Ilesha," jelasnya sambil menatap Ilesha dengan mata yang melebar.
"Kok bisa hilang?" tanya Ilesha, kali ini lebih tertarik, rasa penasaran tergambar jelas di wajahnya.
Sovi melanjutkan dengan nada yang sedikit menegangkan, "Katanya sih, dia keluar malam buat beli cemilan. Tapi nggak balik sampai sekarang. Udah dilaporin ke polisi, bahkan tim SAR juga udah turun buat nyari."
"Wah, sejak kapan?" Gita ikut-ikutan penasaran, duduk lebih dekat ke Sovi.
"Satu hari yang lalu. Ada orang yang liat dia jalan ke arah utara, di dekat jalan Pekan Sari. Orang itu sempat nyapa, tapi habis itu nggak liat dia lagi. Dia juga kaget pas tau kalau cewek yang dia sapa malem itu ternyata hilang," jelas Sovi dengan semangat.
Mendengar itu, wajah Ilesha tiba-tiba berubah. "Pekan Sari?" gumamnya pelan, tubuhnya kaku seketika. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya—jalan itu adalah tempat yang sama ketika ia hampir mengalami sesuatu yang menakutkan.
Gita menyadari perubahan di wajah putrinya. "Bukannya kamu juga hampir kejadian buruk di situ, Sha?" tanyanya.
Ilesha terdiam, mengingat malam itu dengan jelas. Tatapan tajam pria ber-hoodie hitam yang membuatnya merinding, seolah masih menghantuinya sampai sekarang.
"Pemirsa, suasana mencekam menyelimuti Jalan Pekan Sari malam ini__"
Reflek Yusuf, Gita, Ilesha, dan Sovi pandangnya langsung tertuju pada layar tv yang sedang menampilkan berita. Yang sepertinya itu berita yang sedang mereka bicarakan saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ephemeral (Tamat)
Teen FictionGengre: Romance, Misteri •••🦋••• Sinopsis: Ilesha Mutiadaksa adalah seorang gadis yang dibayangi masa lalu kelam, membuatnya berjanji untuk tidak lagi membuka hati pada siapa pun. Namun, semua berubah ketika Bentala Zayn Shailendra hadir dalam hi...