prolog

101 48 57
                                    

"Kenapa setelah pertemuan ada perpisahan? "

"Karena kalau tidak ada perpisahan maka tidak akan ada yang namanya kesedihan"

"Takdir itu mempermainkan kita ya? "

"Mempermainkan kita? "

"Iya, mempermainkan, misal takdir mempertemukan kita, tapi tidak menyatukan kita"

"Kalau, aku egois aja gimana? "

"Egois, tentang apa? "

"Egois pengen hidup lebih lama didunia dan bahagia bersama dia"

"Jangan egois, Tuhan sudah merencanakan garis takdir untuk mu"

"Kalau aku benci sama takdirnya? "

"Jangan, apa ga takut sama kemurkaan nya? "

                                      🌅🌅🌅🌅

"DASAR ANAK GA TAU DIUNTUNG, MATI AJA KAMU, PEREMPUAN GA GUNA!! " murka ridwan, sang ayah

"Ma-maaf, yah, maafin ala, " lirih ala menahan bendungan air mata yang hampir luruh jatuh ke pipi.

"Maaf? Maaf kata kamu? MAAF!? " dengan emosi yang membara ridwan menginjak kaki kiri akala.

"Aduh.. Ishh, sakit yah, sakit, lepasin ala ayah, ala mohon, " pintanya lirih

"Mau ayah maafin? " pertanyaan itu dijawab anggukan oleh akala, "puasin om reza, baru ayah maafin. "

"Nggak, ala nggak mau, ala nggak mau ayah, " gelengan kepala ala berikan kepada sang ayah.

"Ohh, mau ayah siksa berarti? "

Plak!

Plak!

Plak!

Tamparan berkali-kali itu ala dapatkan dari sang ayah, dirinya hanya bisa menahan air mata, namun nyatanya dinding nya sudah runtuh, dirinya tidak kuasa menahan butiran air yang jatuh dari kelopak matanya.

"Nggak papa, ala, daripada harus muasin om reza kan? "

"Milih muasin om mu atau ayah siksa? " itu bukan pilihan, lebih tepatnya sama sama menyiksa dirinya seorang.

"Siksa saja, ayah, " seulas senyum simpul ia perlihatkan kearah sang ayah, ia yakin setelah ini penderitaan nya pasti berakhir.

"Ok, ikut ayah, " dengan menyeret akala kearah gudang belakang rumah, kaki kirinya yang sudah mengeluarkan darah segar karena tergores ujung meja, pipi kanan kirinya yang terasa panas, serta sudut bibir kananya yang mengeluarkan sedikit warna merah.

Sudah, dirinya sudah capek dengan kehidupan ini, kalau seperti ini, kapan dirinya bahagia? Kapan Tuhan?

"Bunda, tolong ala"

Bibirnya memang tertutup rapat, namun batin nya menjerit.

"Ayah kunci kamu seminggu digudang, sampe ayah tau kamu keluar dari rumah, ayah bakal nambahin hukuman kamu. "

Brak!

Pintu ditutup dengan keras, kini ia hanya sendirian, tidak ada teman untuk bercerita, lantas dirinya harus berharap kepada siapa?

"Tuhan, ala capek.. Kak ara, tolongin ala, " lirihnya

Dirinya teringat kepada kakak pertamanya, yang sudah pergi dari rumah bak neraka ini, dulu mungkin kalau dirinya ikut dengan sang kakak, kehidupan nya akan bahagia bukan?

"Penyesalan memang ada diakhir.. "

"Bunuh diri adalah jalan satu satunya, " tersenyum smirk menatap kearah pecahan kaca dan pergelangan tangan kirinya.

"Bunda, ala nggak kuat, jadi tunggu ala ya, bentar lagi ala udah ga ada didunia ini, bentar lagi ala nyusul bunda. " seperti memainkan permainan dirinya menyayat nadinya dengan brutal, merasa penglihatan nya kabur dan...

Bruk!

Akala pingsan, disamping tumpukan kardus.

mungkin ini hari terakhir dirinya didunia kan? Kebahagiaan akan menjemputnya kan? Iya kan? Jawab iya, supaya ala bahagia.

"NON LALA!! "













Budaya kan vote and komen cantik!!

Sandyakala;sandy & akala (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang