Semesta menghadirkan dia, untuk mencicipi pahit manisnya sebuah kehidupan. Dengan tubuh kurusnya yang babak belur di hajar pahitnya kenyataan. Dia di paksa agar terus berdiri menjulang, untuk menjadi pelindung bagi orang-orang tersayang.
Dia Karen...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Karen tidak tahu, apa yang sebenarnya di pikirkan oleh sang bunda. Ia pikir, bunda akan murka seperti sebelumnya. Tidak mungkin bunda belum mengetahui kabar penculikan Nada. Namun, alih-alih marah padanya seperti Nadikta dan Om Jordi, bunda justru hanya menatapnya dalam diam tanpa mengatakan apapun. Hal ini semakin membuatnya bertanya-tanya dan takut secara bersamaan.
"Ayo ikut saya." ucap Syifa yang tiba-tiba menghampiri Karen di kamar anak itu. Saat itu, masih pukul delapan pagi di hari sabtu. Lalu tanpa memberikan penjelasan, wanita itu berlalu lebih dulu.
Karena tidak ingin membuat bunda menunggu, akhirnya Karen cepat-cepat berganti pakaian dan menuju halaman depan. Tepatnya pada sebuah mobil putih yang sudah terparkir di sana. Bunda duduk di kursi kemudi—tengah menunggunya.
"Kita mau kemana, Bund?" tanyanya dengan sedikit penasaran.
"Kemana pun kamu mau pergi," balas Syifa tanpa menoleh. "Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?"
Pertanyaan itu membuat Karen tertegun sejenak. "Aku ... aku nggak paham, Bund. Ini maksudnya, Bunda mau anterin aku kemana pun?"
"Iya."
Kendati merasa aneh dan juga waspada, Karen tetap menjawab. "Aku mau ketemu Ayah. Boleh, Bund?"
Tak langsung menjawab, sepertinya Syifa tengah mempertimbangkan kembali permintaan Karen. Tetapi tak lama setelah itu, balasan wanita itu mengudara. "Boleh. Saya antar kamu ke sana sekarang. Tapi, saya nggak akan masuk."
"Nggak pa-pa, Bunda." Senyum Karen merekah sempurna. "Hari ini Bunda nggak ke kantor? Biasanya kalau hari sabtu, Bunda masih ngantor." Mengesampingkan rasa takutnya, Karen hanya ingin menikmati semua yang sedang terjadi hari ini dengan sepenuh hati. Entah apapun rencana bunda sebenarnya, ia tak ingin peduli. Yang terpenting saat ini, ia bisa menikmati waktu bersama wanita yang paling ia sayangi ini.
"Saya mengambil cuti. Setelah ketemu laki-laki itu, kamu mau kemana lagi?"
"Bunda mau nya kemana? Aku ikut Bunda aja."
Mungkin Karen tak melihat, jika saat ini kedua tangan Syifa mencengkram setir mobil dengan erat. "Saya mau ke toko bunga dulu."
"Oh, nggak masalah. Aku bakal pergi kemana pun Bunda pergi."
Setelahnya, tidak ada percakapan apapun lagi. Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sampai di tempat tujuan. Karen adalah yang seseorang yang turun dari mobil, sedangkan Syifa tetap menunggu di dalam. Masih pada posisinya, Syifa menatap punggung Karen yang perlahan menghilang, setelah itu mengembuskan napas gusar.
Masih seperti sebelumnya, setelah menjalani berbagai prosedur, kini akhirnya Karen bisa bertemu dengan ayah lagi. Dan seperti biasanya juga, ayah sudah menunggu di sana. Duduk di balik meja, sembari mengumbar senyum untuk menyambut nya.
"Ayah, apa kabar? Maaf baru dateng ke sini."
"Ayah baik. Kamu sendiri baik?" Harju menatap wajah putranya yang pucat. "Ayah nggak pernah berharap apa-apa. Kecuali minta kamu untuk terus jaga kesehatan." katanya, melanjutkan.