korban 7

14 0 0
                                    

Malam semakin larut tapi sang ayah yang di tunggu sejak tadi belum juga menampakkan diri membuat lila tidak tenang. Sedang sang ibu sudah masuk kamar sejak ayahnya berangkat tadi. Biasanya perkumpulan bapak-bapak di lingkungan mereka tidak samapai malam jam sembilan atau sembilan tiga puluh pasti sudah usai. Tapi jam didinding ruang tamu sudah menunjukkan pukul sebelas malam dan sang ayah tidak ada kabar.

Berkali-kali Lila mencoba menghubungi sang ayah  tapi tidak diangkat. Chat wapun terabaikan begitu saja. Kemana sang ayah. Lila takut ayahnya nekat dan meninggalkan dia sendiri didunia ini. Selain ayah dia sudah tidak punya siapa-siapa.

Ibu yang dulu selalu menyayanginya kini telah menghilang. Jasadnya mungkin ada didepan mata tapi jiwa dan kasih sayangnya sudah tidak bisa Lila rasakan. Sedang sang kakak yang selalu siap membela dan melindunginya kini tidak berdaya dalam kungkungan jin, si tuhan baru ibunya.

Lila sudah tahu semuanya. Berbekal googling dan sosmed dia terus mencari tahu. Rasa sakit, kecewa dan marah melahirkan rasa yang luar biasa dihatinya. Tidak ada kata yang mampu mewakili semua rasanya. Bahkan airmatapun sudah enggan untuk mewakilkan.

Sepuluh menit kemudian dia memutuskan memasuki kamar. Gadis cantik berrambut panjang itu heran. Sejak tadi selepas magrib dia keluar masuk kamar tapi tidak di dengar erangan sang kak. Suara erangan yang menyiksa batinnya siang dan malam.

"Tumben kak diem, kenapa ya? Apa terjadi sesuatu? Apa ada apa-apa dibawah? " Pikiran Lila mulai mengganggu. Banyak kemungkinan-kemungkinan bergulat dalam alam pikir dan hatinya.

Perlahan ia pun melangkah, mendekati pojok kamar. Menggeser lukisan didinding hingga menampakkan sebuah tangga ke arah bawah. Ia turun dengan sedikit menahan nafas dan terus merapalkan doa.

Didepan jeruji besi ia terpaku. Bertahun-tahun setelah kakaknya berubah seperti ini, ini kali pertama mata mereka beraiborok. Sorot itu iya sorot mata itu yang telah hilang bertahun-tahun. Ada kasih sayang dan rindu dari sorot itu.

Tiba-tiba lutut Lila bergetar dan ambruk di depan jeruji. Tangisnya pecah dadanya sesak.

"Ka.. Kak.. " Hanya satu kata yang terlontar. Airmata yang lama tidak di produksi oleh tubunya tiba-tiba keluar dengan begitu derasnya.

Tidak ubahnya sosok kumal yang ada didalam jeruji. Air mata telah menganak sungai. Ia sudah tahu tentang semuanya. Beberapa kali berinteraksi dengan jin yang menguasai dirinya membuat dia tahu ibunya telah salah melangkah.

Sang ibu yang salah langkah terlanjur menyetujui semua permintaa  jin yang ia sembah dengan iming-iming kekayaan yang tidak akan pernah habis. Setelah semua tersetujui barulah dia tahu tumbal yang di inginkan tuhan barunya, salah satu dari dua anak yang telah ia besarkan dengan cinta atau nyawanya yang akan melayang.

"Pergi, pergi dari rumah ini secepat mungkin. Berikutnya kamu." Rancau khilmi sambil berusaha meraih tangan Sang adik.

Lila sempat terkesiap. Baru diakan membuka mulut khilmi sudah mendahului.

"Pergi dari sini sekarang, dia akan segera datang cepat sekarang! Pergi tidur! " Dengan suara yang sangat paruh dia memerintah lagi. Mungkin karena tenggorokan yang setiap malam digunakan untuk menggerang.

Secepat mungkin Lila beranjak, walau berat. Rindunya dengan sang kakak belum tuntas. Tapi dirinya sangat ketakutan.

"Besok pergi dan jangan kembali" Kata khilmi lagi sebum akhirnya Lila menghilang di balik pintu lantai.

Begitu pintu bawah tanah tertutup Lila bergegas masuk kedalam selimut. Banyak hal yang tidak ia mengerti secara penuh tapi tak tahu akan bertanya pada siapa.

Lila terus bersembunyi dalam selimut hingga tertidur. Dalam tidurnya dia melihat rumahnya dari jauh seperti dierami ayam. Ayam hitam yang sangat besar dengan mata merah menyala.

Tiba-tiba telinganya mendengar sebuah suara yang berbisik.
"Besok bawa semua keperluan sekolahmu dan beberapa baju ganti. Pergi jangan pulang sampai ayahmu yang menjemput" Lila menyimak suara itu sambil memandang kesana kemari mencari siapa sosok yang membisikkinya nihil. Tidak ada siapapun. Yang terlihat dimatanya hanya rumahnya yang tengah dierami ayam.

Seketika mata Lila terbuka. Tubuhnya bermandi keringat masih berbungkus selimut. Entah keyakinan dari mana dia harus ber beres sekarang. Jam di hpnya masih menunjukkan pukul tiga dinihari.

Segera ia melangkah mengambil ransel besarnya. Sesuai perintah suara tadi dia memasukan semua buku pelajaran dan seragamnya. Juga beberapa setel baju dan barang-barang pentingnya. Diletakkan tas itu didalam selimut. Dengan mata yang tidak bisa terpejam dia terus menunggu pagi didalam selimut.

***

Pagi menjelang. Hanya mencuci muka tanpa mandi Lila bersiap kesekolah. Tepat pukul enam dia keluar dari kamar. Bertepatan dengan sang ibu yang sedang melewati meja TV sepertinya ingin kedapur. Tidak seperti biasanya beliau akan menyapa dan memerintah untuk makan terlebih dulu. Kini beliau hanya menatap sendu seakan meminta maaf. Matanya perkedip pelan seolah menyuruhnya untuk hati-hati. Sejahat-jahat orang tua ikatan batin anak dan ibu tidak mungkin mati.

Tanpa berpamitan Lila melangkah pergi. Di cengkram tas ranselnya kuat-kuat. Entah kemana ia akan pergi nanti. Yang jelas dia harus segera keluar dan menuju kesekolah.

Sampai di gerbang sekolah masih sepi. Ia melangkahkan kaki menuju mushola. Tidak mungkin dia memasuki kelas denga tas sebesar itu. Pilihannya adalah mimbar mushola sekolah. Dia akan meletakkan tas besarnya disana. Setidaknya samapai pulang sekolah nanti.

Padahal selama ini dia tidak pernah menginjakkan kaki ketempat itu. Entah kapan terakhir dia melaksanakan kewajibannya sebagai orang yang mengaku muslim. Tapi ketika di keadaan seperti ini mushola justru tempat pertama yang terbesit dipikirannya.

Memasuki kelas Lila sudah dengan senyuman. Seakan hidupnya sempurna dan bahagia. Tanpa ada yang tahu banyak luka tidak berdarah yang ia simpan rapat sendirian.

***
"Siapa disitu" Sapa sebuah suara mengagetkan Lila yang tengah mengambil tas ranselnya. Seketika Lila mendongakkan kepala karena terkejut. Tak ayal kepalanya membentur meja mimbar.

"Gue, ini ambil tas" Jawab Lila sambil memperlihatkan tasnya pada laki-laki yang baru saja memasuki mushola.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak satu jam yang lalu tapi Lila baru mengambil barangnya. Selain dia bingung mau kemana dia juga menunggu sekolah terutama area mushola sepi.

"Ohhh itu milik kamu" Kata laki-laki berwajah tenang itu tanpa bergeser dari pintu masuk mushola.

Wajah yang tidak asing bagi Lila. Dia adalah Rahmat salah satu takmir mushola ini dan juga ketua organisasi rohis di smanya. Laki-laki itu terkenal diangkatnya karena selain ramah dia juga selalu bisa menjaga diri ditambah mukanya yang ganteng yang sering jadi pembicara teman-teman Lila.

"Kak masih lama? " Muncul seorang gadis berjilbab lebar, berwajah sangat mirip dengan laki-laki tadi. Rahma, saudara kembar Rahmat.

"Kamu... Lila kan? " Tanya Rahma begitu mengetahui ada orang lain selain kakaknya didalam mushola.

Lila hanya tersenyum canggung sambil berdiri dan mengangkat tasnya. Tas yang tadi ia bawa kesekolah juga sudah masuk lagi kedalam ransel.

"Mau kemana? " Tanya Rahmat sambil menatap lekat ransel Lila. Kepekaan akan keadaan sekitar membuat dia tahu gadis didepannya sedang tidak baik-baik saja.

"Pulang" Jawab Lila singkat sambil melangkah kearah pintu. Dia ingin segera pergi menghindar karena tidak tahu akan menjawab apa bila di tanya macam-macam.

"Kamu pergi dari rumah? " Tanya Rahmat lagi saat Lila hampir melewatinya. Lila berhenti mata mereka bersiborok sesaat. Rahmat segera berpaling kesembarang arah. Sedang Lila justru ganti menatap mata Rahma yang kini juga ada dihadapannya.

Mata Rahma yang selalu terlihat teduh itu membuat Lila sedikit terpaku. Ada hasrat dalam dirinya itu menceritakan semuanya.

"Kamu butuh bantuan? Yuk ikut kerumah nanti kamu bisa cerita semuanya sama kami. " Tutur Rahma bagai sihir yang membuat seketika Lila mengangguk dan mengikuti langkahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Korban Pesugihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang