Chapter 19

2.2K 242 21
                                    

Tidak ada yang berubah dari bentuk apartemen Sagara, masih sama seperti saat terakhir kali aku memutuskan untuk meninggalkan dirinya setelah ia mencekik diriku kuat karena aku tidak mau menurut terhadap dirinya.

Kadang rasa suka didalam dadaku kepada sagara masih ada. Namun saat mengingat kejadian tersebut, amarah didalam diriku meluap dan menutupi rasa suka tersebut.

Aku tidak ingin mengulang kejadian seperti apa yang telah dilalui oleh ibuku sendiri. Aku ingin mempunyai pasangan normal, tidak egois, tidak memukul satu sama lain, dan tidak merugikan satu sama lain.

Tapi tentu saja saat melihat kembali ruangan ini banyak sekali memori-memori menyenangkan dari masa lalu yang terbayang dikepalaku. Disaat Sagara selalu ada untuk-ku disaat-saat aku membutuhkan seseorang, ia memeluk-ku dan menciumi pipiku dengan sayang. Bisa dibilang memori-memori indah bersama dirinya lebih banyak terjadi dari pada memori buruk. Hal tersebut membuatku kadang goyah, maka dari itu semenjak beberapa tahun setelah aku putus dengan Sagara, aku memutuskan untuk tidak menginjakan kaki diapartemen ini.

Hatiku sakit mengingat masa-masa itu. Seharusnya aku meminta seseorang untuk menemaniku mengantar uang ini, alih alih pergi sendiri.

"Udah makan?" Tanya Sagara masih saja menggengam tanganku agar aku tidak kabur kemana-mana.

Kali ini genggaman-nya terasa begitu kuat, sampai-sampai membuatku meringis.

Sagara mengajak-ku berjalan dengan paksa kearah meja makan.

"Gue mau pulang Sa, masih ada kerjaan. Bisa lepas? Tangan gue sakit." Kataku dengan suara pelan, masih berusaha melepaskan gengaman Sagara dari lenganku.

"Aku masak makanan kesukaan kamu terlalu banyak. Gak mungkin aku habisin sendiri." Ucapnya seolah tidak mendengar perkataanku.

"Sa, bisa gak lo berhenti kaya gini sama gue?" Kata-ku lagi dengan suara yang sedikit dikeraskan.

Genggaman tangan Sagara semakin menguat, air mataku membendung dikelopak karena menahan rasa sakit akibat genggaman Sagara. Aku memekik lalu meringis meminta tolong kepadanya agar ia melepaskan lenganku dengan segera.

"Seenggaknya kalau kamu gak mau makan disini, kamu bawa pulang mau kan?" Ucap Sagara masih saja tidak menggubris ringisanku.

"SAGARA!!" Seruku marah diiringi dengan ringisan yang semakin kuat karena genggaman tangan Sagara tidak juga mengendur.

"Apa sayang?" Ucap Sagara dengan begitu lembut, kali ini ia menatapku dengan benar.

Amarahku tiba-tiba saja naik memuncak karena teringat kejadian dimasa lalu saat ayahku memanggil ibuku dengan panggilan sayang setelah ia memukuli ibuku sampai babak belur.

Dadaku bergemuruh kencang dan gigiku mengatup.

Sebelah tanganku yang bebas terangkat menampar keras pipi Sagara. Telapak tanganku terasa sakit setelahnya. Sekujur tubuhku juga dibuat gemetar.

Tidak bisa ditahan air mataku mulai jatuh satu persatu menuruni pipi.

Sagara mengeraskan rahangnya, matanya mendelik marah kearahku, ia melepas genggaman tanganku dan tangan miliknya sudah terangkat diudara. Mungkin dalam hitungan detik ia akan menampar balik diriku.

Tapi Sagara tidak jadi melakukan-nya, ia dengan susah payah mengepalkan tangan-nya kuat lalu menurunkan-nya. Dia kelihatan seperti sedang melawan iblis didalam dirinya sendiri.

Tangisanku pecah dihadapan dirinya. Mungkin aku terlihat kuat, tapi bila dihadap-hadapkan dengan seseorang seperti Sagara yang tenaganya lebih kuat 10 kali dari pada diriku yang perempuan, tentu saja hal tersebut membuatku takut.

Superstar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang