chapter 7

2.6K 268 17
                                    

Sedari tadi yang kulakukan hanya berjalan mondar-mandir memutari ruang tamu Arjuna, menunggu pria itu pulang, sambil berfikir sejenak tentang situasiku saat ini.

Aku tidak memikirkan perihal pekerjaanku dengan Arjuna. Aku juga tidak terlalu memikirkan keyataan bahwa sekarang aku sedang mondar-mandir sendirian rumah sang superstar itu.

Pikiranku hanya tertuju pada satu orang.

Sagara, Sagara dan Sagara.

Aku menepuk-nepuk dahi berkali-kali merasa kesal dengan diriku sendiri. Seharusnya aku mengantisipasi kalau hal seperti ini akan dilakukan oleh Sagara.

Kami sudah putus dari enam tahun yang lalu, bisa dibilang kami masih bertemu satu sama lain. Namun tidak sering, kami bertemu hanya karena kebetulan saja. Sagara bilang itu kebetulan, tapi aku tidak yakin kalau saat itu kami bertemu secara kebetulan.

Tentu saja aku sudah memutuskan kontak secara total, namun Sagara selalu mempunyai jalan-nya sendiri untuk menemukan-ku.

Sagara itu pria yang cerdik.
Seharusnya aku sadar kalau satu tahun ini terasa janggal karena ia tidak pernah menunjukan batang hidungnya. Dugaanku ia pasti sedang merencanakan sesuatu.
Karena aku tahu Sagara adalah tipe orang yang memiliki niat terselubung dalam semua tindakan yang ia lakukan. Wajahnya yang kelihatan baik hati, membuat semua orang percaya padanya, kecuali aku.

Aku mendengus kasar.

Sekarang aku harus mengganti uang Sagara sebesar seratus juta lebih yang entah telah dipakai untuk apa oleh ibuku sendiri.

Aku bahkan tidak memikirkan untuk apa ibuku memakai uang sebanyak itu. Karena aku sudah lelah sendiri dengan tingkah lakunya. Yang kupikirkan sekarang adalah dari mana sagara mendapatkan uang sebanyak itu?

Sesukses itu kah kehidupannya sekarang? Ataukah ia sudah kembali pada keluarganya yang sangat kaya itu? Entahlah.

Bodoh, seharusnya aku tidak perlu khawatir memikirkan dari mana asal uang tersebut. Lagipula itu uangnya jadi bukan masalahku ia mendapatkan uang tersebut dari siapa.

Aku tahu betul Sagara ingin bertemu lagi denganku. Tapi masih ada kan cara selain membuat keluargaku berhutang budi pada kebaikan yang diberikan olehnya?

Setelah dipikir-pikir ulang lagi aku sedikit mengerti apa maksud dari sagara. Mungkin ia ingin menjebak diriku. Dan mungkin juga ia sengaja agar keluargaku melihat bantuan yang diberikan darinya sebagai bentuk perhatian. .

Lagi-lagi helaan nafas kasar keluar dari bibirku.

Terlalu banyak yang terjadi dalam satu hari. kepalaku rasanya ingin meledak.

Intinya sekarang yang perlu aku lakukan adalah meminta gajiku lebih awal kepada Arjuna, lalu setelahnya pulang. Barulah besok aku akan menemui Sagara dan membayar hutangku.

Haruskah aku menghubunginya Sagara sekarang untuk membuat janji?

Tanganku merogoh ponsel pada kantung, menekan layar disana mencari nomor Sagara.

Apakah nomor telefon-nya masih sama?

Baru saja aku ingin menekan tombol untuk mengubungi Sagara namun tiba tiba saja terdengar suara pintu dibuka, terdengar pula suara langkah kaki seseorang yang masuk kedalam ruangan ini.

Arjuna pulang. Masih menggunakan baju saat ia manggung, riasan diwajahnya pun masih kelihatan on point.

Aku menurunkan ponselku, dan memasukan-nya kedalam kantung. Tidak jadi menelefon, mungkin lebih baik besok saja kulakukan.

Kulihat Arjuna  merentangkan kedua tangan-nya dengan senyuman terbingkai indah dibibir. "Finally!" Seru Arjuna dengan begitu bahagia.

"Ya, finally lo dateng. Jadi gue bisa pulang dan langsung tidur." Balasku sambil berkacak pinggang.

Sebelah alis milik pria itu naik. "Gak baca kontraknya?" Kata Arjuna, ia melangkah mendekatiku.

"Apa?"

Arjuna tersenyum menahan tawa seraya menggelengkan kepalanya heran. "Lo tinggal sama gue disini,"

Ketika perkataan tersebut keluar dari mulut Arjuna, bola mataku rasanya ingin lompat keluar dari tempatnya.

"Makanya dibaca dulu kontraknya, sayang. Jangan langsung tanda tangan." Timpa arjuna, ia menunduk menyamakan tingginya denganku seraya menepuk kepalaku sekilas.

Sialan Arjuna, tidak bisakah ia berhenti membuat jantungku berdebar tidak jelas?

"Enggak. Enggak bisa," aku mundur selangkah seraya menggeleng kearahnya. "Pram sendiri aja bilang gue gaboleh terlalu deket-deket sama lo."

Melihat aku mundur selangkah, Arjuna malah melangkah kedepan, kembali mendekatiku. "Atasan-nya Pram itu gue. Jadi artinya terserah gue," Kata Arjuna.

"Mulai sekarang lo tinggal disini. Hidup sama gue, selama enam bulan. Lo bisa nikmatin apapun fasilitas disini. Kecuali," Arjuna menjeda kalimatnya. "Lantai atas. Jangan pernah lo naik tangga buat ke atas, apalagi buka pintu disana. Gue ngelakuin pekerjaan gue dilantai utama, kalau semisal gue naik ke atas, artinya gue lagi badmood dan jangan ganggu gue se-genting apapun. Kecuali ada orang meninggal baru lo boleh panggil gue, Ngerti?"

"Kepala gue rasanya berasap tau gak denger persyaratan buat kerja sama lo dari Pram, dan sekarang ditambah lagi dari lo."

Arjuna tidak menanggapi, ia malah tersenyum seraya melipat kedua tangan-nya.

"Karena lo minta banyak persyaratan, gue juga mau minta lo buat ngelakuin persyaratan dari gue, biar adil." Kataku.

Pria itu mengangguk pelan. "Mau apa?"

"Pertama Arjuna, jangan sentuh gue seenaknya. Gue gak suka dipegang-pegang. Kedua, jangan manggil gue sayang. Ketiga, jangan godain gue. Keempat, please jangan bikin gue baper. Nanti gue gak bisa fokus kerja sialan!"

Mata arjuna seketika terlihat berbinar. "Gue kira lo gak mempan sama muka gue. Jadi lo baper?"

Kurang ajar. Kalau saja kesabaranku sudah habis tak bersisa mungkin sudah ku acak-acak habis wajah tampan-nya itu.

"Kalau gue buta ya gak bakalan mempan! Ini mata gue walaupun minus juga masih tetep bisa liat muka lo yang kelewat ganteng, bego!"

"Lo frontal banget ya?"

"Ya kalau gue bilang gue gak mau lo deket deket gue gara gara lo jelek. Orang lain bakalan nganggep gue gila, bego!"

Tawa pelan arjuna keluar, kemudian ia berkata. "Sorry to say Acha. Tapi lo harus terbiasa kalau gue godain ataupun gue pegang. Lebih baik mulai dari sekarang, lo sering sering liat muka gue dari deket jadi gak terlalu deg-degkan atau baper. Karena lama lama lo juga bakalan bosen sama gue."

Terbiasa katanya?! Demi neptunus! Bagaimana caranya bisa terbiasa dengan wajah tampan-nya itu?! Bagaimana caranya juga agar aku terbiasa dengan rayuan darinya?! Memangnya aku 'belok' sampai sampai-sampai bisa terbiasa dengan hal seperti itu?! Se-tidak sukanya aku terhadap Arjuna, tetap saja dadaku akan tetap berdebar kencang bila ia merayu-ku dengan wajah-nya yang kelewat tampan itu.

Tidak kusangka berurusan dengan Arjuna benar-benar melelahkan. Ia benar-benar tidak bisa diajak bekerja sama. Dirinya 100% lebih menyebalkan dari pada Satya.

"Persetan deh. Yang penting, gue minta gaji bulan ini buat dibayar sekarang. Bisa kan?" Ucapku dengan ketus.

"Bisa," Arjuna tersenyum penuh arti. Tangan-nya terangkat menyentuh dahuku samar. "Tapi malam ini lo tidur sama gue."

+++++++

Bersambung.

Kayanya, arjuna bakalan jadi redflag berjalan deh.

Seharusnya dari awal gue kasih warning ya😓

Superstar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang