Hari pertama di Chicago terasa sangat melelahkan, pasalnya wanita cantik kelahiran 1999 tersebut telah menata seluruh barangnya di apartment baru miliknya dan kini setiap bagian tubuhnya terasa sangat kaku dan lemas secara bersamaan. Ia menarik napas lalu menghembuskannya dengan kasar, sedetik kemudian ia melemparkan tubuhnya ke atas ranjang.
"Oh shit!"
Badan mungilnya tak sengaja menabrak benda diatas kasur. Sebuah liontin perak yang berbentuk bulan sabit, pemberian kedua orangtuanya saat ia menginjak umur 22 di tiga tahun lalu.
Anna memegang erat liontin indah tersebut dan kemudian memakaikannya di leher jenjangnya. Air matanya tertahan, ia tidak boleh menangis.
"Rest peacefully, Mom, Dad. I'll finish this soon. I promise, I'll destroy it."
Anna menelan salivanya, rasanya masih tidak nyata bahwa ia kini benar-benar harus kehilangan orang yang paling dicintainya. Memorinya terputar pada momen kemarin, setiap menit bagaikan penyiksaan api neraka bagi wanita itu sebab harus melihat secara langsung kedua orang tuanya terbaring diatas peti mati dan memaksa kakinya untuk melangkah mengantar kepulangan mereka ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Anna menggeleng, ia tidak boleh menjadi lemah. Dirinya kini seorang diri, tidak ada lagi yang akan menguatkannya, ia hanya punya dirinya sendiri. Jadi berhenti untuk lemah karena kamu harus bertahan di dunia yang kejam ini.
Wanita itu kemudian menyapu pandangannya pada suasana kamar apartmentnya berusaha mengalihkan pikiran.
This will be my new home. Welcome Anna Blake!
***
Seorang wanita muda tampak bersemangat kala mendengar penuturan saudaranya tentang rencana awalnya yang berjalan mulus.
"Kau sudah bisa bekerja mulai besok, little girl." ucap Blanco tersenyum senang. Little girl adalah panggilan khususnya untuk Anna Blake sebagai ungkapan sayangnya.
"Sungguh?" Anna bertanya memastikan, rasanya tidak mungkin untuk masuk ke perusahaan besar begitu mudahnya. Kecuali, jika itu berkat bantuan Blanco Scott.
Pria bertubuh kekar itu mengangguk sebagai jawaban.
"Kau bisa mempercayaiku, little girl." Blanco mengelus puncak kepala Anna, sungguh menggemaskan melihat gadis kesayangannya itu bersorak bahagia.
"Kau memang sempurna, Blanco!" Anna besorak girang dan kemudia memeluk Blanco yang sudah ia anggap seperti kakak kandungnya. Ia memang tidak salah mengambil keputusan, Chicago adalah tempat yang tepat untuk dirinya melancarkan aksinya.
"Omong-omong, jika aku boleh bertanya..
"Yes, of course!"
"So, Anna, what's the reason you're in Chicago?" tanya Blanco dengan menelisik wajah wanita itu, meski demikian, senyumnya masih mengembang diwajahnya.
Anna menelan salivanya, kemudian menetralkan dirinya sebelum menjawab pertanyaan itu. Sejujurnya, tidak ada yang tau apa alasan dibalik kepindahannya ke Chicago, dan selamanya akan selalu seperti itu. Ia tidak akan memberitahu siapapun. Balas dendamnya biarkan menjadi urusannya, ia tidak ingin jika orang terdekatnya terlibat justru akan menyeret mereka kedalam masalahnya, dan lebih parahnya adalah melukai mereka. Tidak, Anna tidak akan pernah membiarkannya terjadi.
"Aku hanya ingin memulai hidup yang baru. You know what happened in my life, my parents, and..
Anna tidak sanggup melanjutkan perkatannya, suaranya bergetar, dan kemudian Blanco menarik wanita itu kedalam pelukannya. Ia merasa bersalah telah merubah suasana menjadi kembali menyedihkan, padahal baru saja ia melihat Anna yang bahagia dan melupakan sesaat kesedihannya.
"I'm so sorry, Anna. I didn't mean to."
"Ya, ya.. i'm okay, Blanco."
Setelah berbincang cukup lama, Blanco membiarkan Anna untuk beristirahat. Ia menyadari bahwa wanita itu sangat lelah untuk hari pertamanya di Chicago. Pria itu pun menutup pintu apartment Anna dan menuruni satu lantai untuk kembali ke apartment miliknya. Ya, Blanco sengaja meminta Anna untuk menetap di apartment yang sama dengan alasan agar pria itu dapat menjaganya. Meski awalnya Anna enggan akan hal itu, namun ia merasa tidak enak dengan niat baik Blanco.
Blanco masuk kedalam kamarnya, sebuah foto yang terpajang di nakasnya menarik niatnya untuk membersihkan diri di kamar mandi. Ia mengambil bingkai putih itu, senyumnya terukir.
"Welcome, little girl!"
***
Bersambung...
| Skye Ridd |
KAMU SEDANG MEMBACA
LOST IN THE FIRE
Romansa"Every kiss was a searing brand, his lips claiming me with an intensity that left me gasping for breath. In his embrace, I felt the heat of his control, a fire that left no room for escape." - Anna Blake *** 21+ "Look at me." perintah Marco, tatapan...