4

43 2 2
                                    

Napas Silan memburu cepat. Dia ingin marah, tetapi memarahi Dali bukan tindakan bijak. Hal yang salah di sini adalah Said dan Silan tidak tahu pergi ke mana saudara laki-lakinya itu.

Dia sangat berharap Vivian segera menyusul untuk membantunya. Sihir itu mengikat Silan di pergelangan tangan.

Sejak kapan Said terkena kutukan buku? Silan berusaha mengingat masa lalu. Said meninggalkan rumah saat usianya 15 tahun dan setiap kepulangannya Said membawa masalah. Mengambil benda-benda sakti berharga milik keluarga, sebagian dikembalikan dalam keadaan hancur dan yang lainnya lenyap.

Semua tindak tanduk Said terhubung. Barangkali, dia berusaha melepaskan ikatan tersebut dalam petualangan yang ia sebutkan.

"Said pasti tidak sekedar dikutuk. Alasan—"

"Aku tidak punya urusan dengan masalah keluarga kalian." Dali memotong kalimat Silan dengan dingin. "Kau sekarang milikku dan bekerja untukku. Ada kamar kosong di lantai dua. Kau bebas memilih dan jangan naik ke lantai tiga tanpa izinku. Kontrak di tanganmu akan berakhir setelah aku menemukan apa yang kucari."

"Apa yang kau cari?" tanya Silan penasaran. Jika dia bisa membantu Dali menemukan hal tersebut lebih cepat dia bisa bebas. Bebas dari kandang singa dan terperangkap dalam kadang buaya adalah bencana bagi Silan.

"Itu urusanku. Kau lakukan seperti yang Said lakukan."

Salin hanya bisa menatap punggung Dali yang menjauh dan memperhatikan rambut biru tua Dali yang panjang sampai ke pinggang. Kemudian, pandangannya teralihkan oleh batuk kecil yang menyemburkan api di lantai. Naga itu terbangun dan mata hitamnya menatap Silan penuh minat. Bagian tengah mata berupa garis biru laut, seperti mata reptil.

Hewan itu terbang ke dekat kaki Silan dan mengelus kepalanya di sana. Silan tidak bisa menahan diri. Ia membungkuk mengangkat naga kecil itu dan mengelus kepalanya dengan lembut serta tanduk kecil hitam yang kokoh di bawah kulit Silan. Kulit naga itu bersisik biru mengkilap dan terawat dan ujung ekornya cukup tajam untuk menusuk. Selaput sayapnya lembut membelai Silan.

"Siapa namamu?" tanya Silan sambil melangkah naik ke tangga. Naga itu tidak menjawab. Dia hanya menyundulkan kepala dengan manja.

Silan menghela napas. Dia akan cari cara bebas dari Dali dan memberi pelajaran bagi Said. Jika ayahnya tahu dia terjebak di sini. Alo Ongirwalu mungkin akan menertawakannya, kemudian mencabuk Silan karena dia terikat kontrak dengan pria asing besar.

Lantai dua penginapan itu berupa lorong panjang berlantai kayu dengan setiap pintu yang berjejer dan menghadap satu sama lain.

Silan sama sekali tidak tertarik masuk dan duduk manis di dalamnya. Jadi, dia kembali turun ke arah tangga yang sama menuju ruang utama dan berjalan keluar bersama naga biru dalam dekapannya.

Di depan penginapan, Silan mendongak ke lantai tiga. Mencari-cari keberadaan Dali dari balkon. Sedetik tidak menemukan keberadaan Dali, Silan pergi mengikuti lorong yang semula ia lewati.

Silan berjalan menyusuri pemukiman dengan mempercayai insting. Mengikuti arus warga lokal yang akan pergi bekerja. Ada yang membawa keranjang rotan penuh rempah-rempah hingga tibalah Silan di daerah pesisir jalan utama yang membawanya ke pelabuhan megah Kemaharajaan Banda Neira.

Di balik kapal-kapal dagang yang besar, berdiri gunung Banda dengan laut yang mengelilingi. Aroma air asin mengingatkan Silan atas kampung halaman. Matahari pagi bersinar cerah dan para buruh angkut hilir mudik mengangkat dan menurunkan muatan.

Silan memutuskan untuk melihat kios-kios dan toko-toko yang berdiri menghadap laut Banda. Tempat-tempat sederhana mayoritas dipenuhi para pedagang menengah yang duduk menikmati kopi hitam dan aneka kue, sedangkan toko-toko berdinding batu pualam diisi oleh orang-orang berpakaian necis dan mewah.

SeativalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang