awal

11K 594 10
                                    

Di sebuah rumah sederhana, terlihat seorang pria membuka pintu rumah itu. Dia berjalan masuk ke dalam bersama dengan istrinya.

Pria itu meletakkan barang-barang bawaannya, lalu menyalakan lampu agar ruangan itu terlihat lebih terang.

"Enggak pa-pa ya, tinggal di sini dulu buat sementara. Nanti kalau aku udah punya uang, kita sewa rumah yang lebih besar dari ini." ucap Erlan tersenyum lembut pada istrinya.

Rania menganggukkan kepalanya, menoleh pada suaminya. "Ini juga udah lebih dari cukup," ucapnya memeluk suaminya dari samping.

Erlan mencium kening istrinya, mengusap punggung istrinya dengan lembut lalu dia mengusap perut Rania dengan lembut. "Maaf ya, Papa sering ajak kamu pindah-pindah. Pasti capek, iya kan? Tapi Papa janji, bakalan kerja lebih keras lagi biar kita bisa punya rumah sendiri. Biar kita enggak pindah-pindah lagi." ucapnya mencium perut istrinya.

"Kenapa ya, dia enggak pernah minta ini itu? Biasanya Ibu hamil suka ngidam ini itu. Teman aku di tempat kerja juga istrinya lagi hamil, dia bilang suka minta yang aneh-aneh. Kok kamu enggak sayang?" Erlan menatap istrinya, ia curiga istrinya tidak berani meminta sesuatu pada dirinya kerena keadaannya yang seperti sekarang ini.

Rania mendudukkan dirinya di kursi, menyandarkan tubuhnya di kursi kayu. "Ya enggak semua orang hamil itu mau ini, itu. Aku sih enggak pengen apa-apa," jawabnya sambil mengusap perutnya yang sudah besar. Usia kehamilannya sudah memasuki usia tujuh bulan, tapi selama hamil ia tidak menginginkan apa-apa. Ia juga tidak merasa mual, ia juga makan seperti biasanya sebelum hamil. Hanya saja aja sejak hamil ia tidak suka dengan nasi.

"Kamu enggak bohong kan? Kalau pengen makan apa bilang, aku masih ada uang buat beli." ucap Erlan mendekati istrinya.

Rania mendongakkan kepalanya menatap suaminya. "Aku enggak bohong sayang, serius aku enggak pengen apa-apa. Cuma kalau lihat nasi enggak suka aja, tapi aku bisa makan yang lain," ucapnya seraya meraih tangan Erlan, menempelkan telapak tangan Erlan pada perutnya.

"Kalau sore gini anak kamu tuh aktif banget, kadang juga sampai malam. Tapi kalau siang enggak gerak-gerak, kadang buat aku khawatir." ucapnya tersenyum pada Erlan yang juga tersenyum ketika merasakan pergerakan bayi di dalam kandungan istrinya.

"Mungkin siang dia tidur, dia tahu. Kalau siang Mama-nya sibuk, Papa-nya pergi kerja." ucap Erlan berjongkok di
hadapan istrinya, dia menempelkan telinganya di perut Rania.

Tangan Rania terulur mengusap rambut suaminya. Dulu suaminya itu anak yang di maja, kemanapun dia pergi akan ada yang mengantar dan menjemputnya. Namun itu semua berubah setelah memutuskan menikah dengan dirinya.

Awal tingal di kontrakan Erlan cukup kesulitan untuk menyelesaikan dirinya, dia tidak bisa tidur sampai berhari-hari. Ruangan yang kecil, tanpa AC, tidak ada televisi, kamar mandi berbagai dengan tetangga. Hal itu adalah pengalaman pertama kali bagi Erlan.

Ia salut dengan suaminya, di tengah kesulitan dia tak pernah mengeluh. Dia tak pernah marah apa lagi kesal dengan dirinya, yang sering memintanya untuk kembali pada keluarganya. Dia hanya membalasnya dengan ucapan.

I will love you till the end of time

"Sayang, kamu belum makan kan? Ayo makan dulu. Barang-barang itu semua, biar aku beresin." ucap Erlan menyadarkan lamunan Rania.

"Kenapa kamu melamun? Capek ya? Ada yang sakit?" dengan lembut Erlan mengusap pipi Rania.

Rania mendongakkan kepalanya menatap suaminya. "Aku cuma lagi mikir, anak kita ini cowok atau cewek ya? Setiap kali USG dia gak mau ngasih kita lihat."

"Buat aku mau cewek atau cowok sama aja, yang terpenting kamu sehat, anak kita juga sehat. Ayo makan,"

Erlan membuka bungkus makanan yang tadi di belinya. "Aku enggak mau makan nasi." ucap Rania menutup mulutnya ketika melihat nasi yang tengah di sajikan oleh Erlan.

"Ini bukan buat kamu sayang, aku tahu kok kamu lagi enggak mau makan nasi. Aku beliin kamu buah-buahan dan juga ayam goreng. Mau kentang goreng juga enggak? Tinggal goreng sebentar."

"Enggak ini aja udah cukup. Ayo kita makan." Rania tersenyum manis pada Erlan, lalu mereka makan bersama.

*****************

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Rania melahirkan anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki yang di beri nama Arga Putra Erlangga, Erlan sangat bahagia dan bersyukur atas kelahiran anaknya yang sehat dan selamat.

Erlan berdiri di samping ranjang istrinya, mencium kening istrinya. "Terima kasih sayang, aku udah jadi Papa sekarang." ucapnya tersenyum lembut.

Rania menggenggam tangan suaminya, tersenyum lembut, sudah berulang kali suaminya itu mengucapkan terima kasih. "Sekarang kita udah jadi orang tua seutuhnya. Kamu enggak mau coba gendong dia?" Rania menatap anaknya yang tidur di sebelahnya.

"Dia masih kecil banget sayang, aku takut nyakitin dia. Nanti kalau dia udah agak gede dikit-"

Erlan menghentikan ucapannya ketika bayi mungil di samping istrinya itu membuka matanya dan tak berselang lama bayi itu menangis membuat Erlan bingung. Ia tidak menyentuh bayinya, kenapa tiba-tiba saja menangis.

"Dia kenapa? Aku enggak apa-apain?"

"Anak kamu haus makannya dia nangis." ucap Rania lalu mengangkat anaknya ke dalam pangkuannya, lalu menyusui anaknya dengan hati-hati.

"Yaampun, perasaan dari tadi cuma tidur. Kenapa sampai ke hausan gitu?" ucap Erlan mengusap pipi anaknya dengan lembut.

"Nanti kalau udah gede aku enggak cuma tidur Pa, bakalan main seharian di luar sama teman-teman sampai enggak ingat pulang." ucap Rania meminta Erlan untuk duduk di tepi kasur.

"Aku mau ke kamar mandi sebentar, kamu gendong Arga sebentar ya." ucap Rania membantu Erlan untuk menggendong anaknya.

"Tapi aku enggak berani, dia masih kecil."

"Pasti bisa Papa, jangan ragu-ragu gitu." Rania tersenyum melihat suaminya yang begitu kaku mengendong anaknya sendiri, sedangkan bayi itu terus menatap Papa-nya.

"Jangan lama-lama di kamar mandinya- SAYANG ANAK KITA MUNTAH, KENAPA WARNANYA PUTIH GINI, ANAK KITA KERACUNAN." panik Erlan membawa anaknya ke kamar mandi, ini adalah pertama kalinya dia melihat anaknya seperti ini, kemarin-kemarin anaknya tidak seperti ini.

Rania mengambil alih anaknya dari tangan Erlan, dia membersihkan anknya sambil menjelaskan tentang apa yang di alami anknya saat ini.

"Ini namanya bukan keracunan sayang, tapi gumoh,"

"Ini adalah kondisi ketika sebagian susu atau isi lambung bayi keluar dari mulut, baik saat atau setelah menyusui. Gumoh itu hal yang normal dan sering terjadi pada bayi." jelas Rania.

Erlan hanya menganggukkan kepalanya, ia terus memperhatikan istrinya yang sedang mengganti popok Arga, ia harus lebih banyak belajar untuk mengurus anak. Agar nanti bisa membantu istrinya di rumah.

"Aku belum bisa bantuin kamu, maaf ya. Nanti ajarin aku gimana caranya ganti popok, mandiin, ganti bajunya. Aku mau di ajarin semuanya cara ngurus bayi, biar aku bisa bantuin kamu sayang." ucap Erlan menoleh pada istrinya.

"Ini juga pertama kalinya buat aku, nanti kita bisa belajar sama-sama. Nah, sekarang anak Mama udah bersih, udah wangi. Sama Papa dulu ya sayang, Mama mau bersih-bersih juga." ucap Rania mengangkatnya bayinya lalu meletakkannya pada pangkuan Erlan.

Erlan berjalan mendekati sofa, lalu duduk di sana sambil menatap anaknya yang tertidur di gendongannya. "Kenapa pas keluar kamu kecil banget gini, perasaan perut Mama kamu kelihatannya gede. Perut Mama juga masih kelihatan gede pas kamu udah keluar, atau jangan-jangan masih ada yang ketinggalan di sana, dokternya lupa ngeluarin."

"Kamu bangun cuma buat minum susu doang habis itu tidur lagi, ayo bangun main sama Papa." ucap Erlan mencium anaknya berkali-kali ketika bayi itu mulai tertidur lelap.








ERLAN PANDU WINATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang