"Erlan, kamu udah mau pulang?" tanya Vara menghentikan langkah Erlan yang baru saja ingin masuk ke dalam mobil.
Erlan mengurungkan niatnya untuk membuka pintu mobilnya, dia berbalik menghadap Vara. "Iya, udah jamnya pulang," ujar dengan wajah datar.
"Masih sore ngapain buru-buru pulang, gimana kalau kita ngobrol dulu sebentar. Udah lama juga kita enggak ngobrol, di dekat sini aku lihat ada kafe. Kita bisa ngobrol di sana." ujar Vara tersenyum ramah.
Ia hanya penasaran dan ingin memastikan, apakah Erlan benar-benar menikah dengan Rania atau menikah dengan perempuan lain. Ia tahu betul, bagaimana keluarga Erlan yang sangat tidak setuju dengan hubungan Rania dan Erlan. Dan ia juga sudah lama mengenal Erlan yang begitu penurut pada kedua orang tuanya.
"Terima kasih, aku enggak minum kopi."
"Di kafe kan enggak cuma jual kopi, ada minuman lain, ngobrol sebentar aja. Kita udah lama enggak ketemu, ayolah cuma sebentar." Vara berusaha membujuk Erlan, agar Erlan mau menerima ajakannya.
"Sekalian kita bahas soal pekerjaan, aku belum begitu paham sama meeting tadi. Bisa kan tolong jelasin lagi."
"Aku enggak bisa, kamu bilang udah berpengalaman di luar negeri dan juga udah pernah kerja di perusahaan besar dam ternama. Aku rasa pengalaman kamu udah lebih dari cukup buat paham soal hasil meeting tadi siang." balas Erlan menyembunyikan tangan ke belakang ketika Vara berusaha menyentuhnya.
"Kamu kenapa sih, buru-buru pulang? Istri kamu udah nyuruh kamu buat pulang? Bilang aja kamu lagi sama sahabat kamu."
"Aku enggak buru-buru pulang, emang setiap harinya aku selalu pulang jam segini. Aku permisi dulu." balas Erlan lalu masuk ke dalam mobil, dia segera menghidupkan mesin mobilnya, menancapkan gasnya meninggalkan parkiran kantor.
Selama perjalanan pulang, Erlan memikirkan tentang Vara. Apa wanita itu bekerja di kantor itu hanya karena kebetulan atau ada tujuan tertentu.
Entahlah, apa yang sedang wanita itu rencanakan. Yang pasti ia harus lebih hati-hati dan tentunya, ia harus bisa menjaga istri dan anaknya. Agar wanita itu tidak menggangunya.
Setelah perjalanan yang memakan waktu satu jam, akhirnya Erlan sampai juga di rumah. Dia turun dari mobil, setelah memarkirkan mobilnya.
Erlan masuk ke dalam rumah, dia merasa heran dengan suasana rumah yang begitu sepi. Biasanya ada suara televisi dan suara anknya yang mengikuti setiap adegan kartun yang di tontonnya.
Langkah Erlan berhenti ketika melihat istri yang duduk bersandar di sofa dengan anaknya yang tidur di pelukannya, dia meletakkan tas kerjanya di atas lantai lalu mendekati istrinya. "Arga kenapa? Sakit?" Erlan menempelkan punggung tangannya pada dahi anknya, hawa panas begitu kerasa saat tangannya menempel pada kulit anaknya.
"Tadi pulang sekolah demam, padahal tadi di sekolah enggak bisa diam." ucap Rania mencium kening anknya.
"Sangkin enggak maunya pergi ke sekolah baru hari pertama langsung demam." ucap Rania dengan lembut menyisir rambut anaknya dengan jarinya.
"Udah minum obat?"
"Udah tadi, ini panasnya juga udah mendingan. Enggak kaya tadi, nanti malam pasti rewel."
"Kasihan banget anak Papa sakit, sebentar aja ya sakitnya. Besok sembuh." ucap Erlan mencium pipi anaknya. "Mau pindahin ke kamar, biar enak tidurinya."
"Nanti aja, baru tidur nanti malah bangun."
"Kalau gitu aku mandi dulu." balas Erlan lalu segera pergi ke kamarnya, dia segera membersihkan tubuhnya. Setelah selesai mandi, Erlan kembali ke ruang keluarga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ERLAN PANDU WINATA (revisi)
Teen FictionCerita ini kelanjutan dari cerita Arga, versi keluarga Erlan. ERLAN PANDU WINATA , anak kedua dari ZIDAN WINATA. Terlahir dari keluarga berada, hidup penuh dengan kemewahan ia tak pernah kekurangan dalam segala hal. Kasih sayang kedua orang tuanya...