5 :Hujan dan Hangatnya

97 77 21
                                    

Hujan turun semakin deras saat Renesha berdiri di bawah atap koridor sekolah, memandangi langit yang semakin gelap. Tanpa payung di tangannya, dia hanya bisa berteduh sambil menunggu sosok papahnya yang belum juga muncul. Suasana di sekitar sepi, hanya suara hujan yang menghantam atap dan permukaan tanah yang membasahi jalan, menciptakan melodi menenangkan namun juga menambah rasa cemas di hatinya.

Ponselnya bergetar pelan, memecah keheningan. Renesha merogoh saku seragamnya dengan cepat, membuka pesan singkat yang baru saja masuk.

Maaf ya, sayang. Papah nggak bisa jemput. Ada meeting mendadak di kantor. Kamu bisa tunggu sebentar lagi? Nanti papah usahain cepat pulang.

Renesha menggigit bibir bawahnya, menahan rasa kecewa yang mulai menguar. Papahnya selalu berusaha menjemput, tapi hari ini sepertinya benar-benar sulit. Hujan yang semakin deras membuat suhu semakin dingin, dan Renesha merasa tidak ingin menunggu lebih lama lagi sendirian. Ia memandang sekeliling, mencoba mencari opsi lain, namun hampir semua temannya sudah pulang.

Tiba-tiba, di tengah rintik hujan, suara yang familiar menggaung lembut. Ethanio berdiri di sampingnya, mengenakan jaket kulit hitam yang sedikit basah karena hujan. Rambutnya sedikit berantakan, menambah kesan santai namun maskulin. Tatapan tajam matanya langsung mengarah pada Renesha yang berdiri di bawah atap koridor.

“Renesha,” panggil Ethanio lembut sambil menyentuh bahunya. “Lo belum pulang?”

Renesha terkejut, matanya melebar saat melihat Ethanio. Hujan yang membasahi rambutnya tampak seperti tirai berkilauan di bawah lampu sekolah. “Belum, bokap gue nggak bisa jemput. Dia ada meeting mendadak di kantor.”

Ethanio mengangguk dengan penuh pengertian, senyum lembut tersungging di bibirnya. “Lo nggak apa-apa kalo gue anter pulang?”

Renesha ragu sejenak, namun senyum tulus di wajah Ethanio membuat hatinya terasa lebih ringan. “Boleh, tapi nggak ngerepotin, kan?”

Ethanio tertawa kecil, matanya bersinar dengan kehangatan. “Nggak usah khawatir. Justru ini kesempatan buat nunjukin kalau gue bisa diandalkan, kan?” canda Ethanio, mencoba mencairkan suasana dengan senyum cerah.

Ethanio membuka payung hitamnya yang besar, melindungi Renesha dari hujan yang makin deras. Mereka berjalan bersama menuju mobil Ethanio yang terparkir tak jauh dari pintu sekolah, langkah mereka kompak dalam melawan dinginnya hujan. Renesha merasakan kehangatan dari payung yang menutupi mereka berdua, dan setiap langkah terasa lebih ringan karena kehadiran Ethanio di sampingnya.

Setibanya di mobil, Ethanio membuka pintu penumpang depan dan mempersilakan Renesha masuk sebelum duduk di kursi pengemudi. Renesha duduk di samping Ethanio, merasakan kehangatan mobil yang mulai mengusir dingin dari tubuh mereka. Ethanio menyalakan mobil, menaikkan suhu AC agar hangat, berusaha membuat Renesha merasa nyaman. Suara mesin mobil yang menyala dan hembusan udara hangat dari AC terasa seperti pelukan lembut di tengah cuaca dingin.

Di sepanjang perjalanan, suara hujan yang menimpa kaca mobil dan gemericik air yang terpercik oleh roda menjadi latar belakang yang menenangkan. Renesha memandang ke luar jendela, memperhatikan lampu-lampu jalan yang memantulkan cahaya lembut di tengah hujan, sementara Ethanio fokus mengemudi dengan sesekali melirik ke arah Renesha dengan senyum tipis yang penuh makna. Meski mereka tidak banyak bicara, kehadiran Ethanio membuat hari yang dingin terasa lebih hangat dan penuh warna.

"Lo kok jam segini masih di sekolah?" tanya Renesha, mencoba membuka percakapan dengan nada penasaran.

"Gue piket hari ini, tadi baru beres," jawab Ethanio, nada suaranya tenang namun penuh percaya diri.

Renesha mengangguk pelan, tersenyum kecil. “Gue pikir anak cowo kayak lo itu paling males piket.”

Ethanio tertawa kecil, matanya berkilau dengan keceriaan. “Piket hari ini kewajiban gue, jadi harus gue lakuin,” jawab Ethanio, melirik Renesha dengan tatapan penuh perhatian.

Rona di Balik MataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang