🌹 SATU

34 2 0
                                    

Bunyi jam istirahat mengisi seluruh penjuru area sekolah SMAN Tribuana. Sungguh kebetulan sekali kegiatan ekstrakurikuler taekwondo dilakukan di lapangan, tidak seperti biasanya yang dilakukan di dalam ruangan. Jika seperti ini Bryan bisa mengawasi Alin—kakaknya yang kini sedang bermain basket di lapangan basket, sementara taekwondo dilakukan di lapangan voli.

Sesekali Bryan mencuri pandangan untuk bisa melihat Alin dari kejauhan. Ia sungguh bangga karena keinginan Alin yang sedari dulu ingin menguasai basket akhirnya bisa terwujud. Meskipun kemampuan basket Alin belum bisa membawanya untuk menjadi ketua basket, tetapi ia sebagai adik kandungnya sudah merasa sangat bangga.

"Gue tahu kakak lo emang jago, tapi ga usah diliatin terus gitu dong."
Ujar Devan teman dekat Bryan.

"Ck! Diem lo."

"ALIN!!!!"

Teriakan yang sungguh keras dari arah lapangan basket seketika membuat semua anggota taekwondo menghentikan kegiatannya. Bryan yang melihat Alin sudah terkapar itu langsung membuatnya berlari cepat. Masuk di antara banyaknya gerombolan anak basket putri dan langsung menggendong Alin menuju UKS.

Sementara disisi lain, 3 orang lelaki yang sedari tadi duduk di bebatuan hanya melihat teman kelasnya terjatuh, padahal posisinya sangat dekat dengan lapangan basket daripada Bryan yang ada di lapangan voli.

"Kok lo diem aja, nggak nolongin Alin?"
Tanya Vino kepada Raka yang hanya melihat Bryan menggendong Alin dari kajauhan.

"Gimana gue mau nolongin, dari tadi adeknya udah ngawasi kakaknya."

"Yaa bukannya tadi sebuah kesempatan buat nunjukin kalau lo emang beneran suka sama kakaknya?"
Mendengar Vino berkata demikian, Raka hanya bisa menghembuskan nafasnya panjang.

"Hmm, kayak lo nggak tahu aja Vin, Bryan ke kakaknya gimana."
Sahut Venon sepertinya mengerti apa yang ada dipikiran Raka saat ini.

🌹🌹

Setelah membaringkan tubuh Alin di kasur UKS, kini Bryan di temani oleh Devan menunggu di luar UKS karena Alin sedang diperiksa oleh penjaga UKS.

"Udah bro jangan terlalu khawatir gitu dong, kakak lo cuma jatuh biasa aja tadi."
Ujar Devan mencoba menenangkan Bryan yang sedari tadi memasang wajah risau. Sementara Bryan hanya diam tidak menggubris omongan Devan.

"Bryan, gimana kondisi kakakmu? Maaf aku tadi nggak sengaja, bolanya kena kepala Alin."
Ucap seorang cewe yang tingginya kurang lebih sama dengan Alin datang dengan wajah takut dan kedua tangan gemetar.

"Ohh, jadi lo yang buat Alin jatuh sampai pingsan begitu?"

"Bryan!"
Ucap Devan setengah berbisik seraya menyenggol lengan Bryan, mengkode agar tidak terlalu keras dengan seorang cewe.

"Minta maaf sendiri sama Alin."
Pinta Bryan kemudian.

Tidak lama kemudian, penjaga UKS keluar memberi tahu jika Alin sudah sadar. Bryan, Devan dan cewe tadi segera masuk ke dalam untuk melihat keadaan Alin.

"Alin, gimana ada yang sakit? Atau pusing?"
Tanya Bryan dengan wajah penuh khawatir. Tangan kanannya terulur menyentuh benjolan berwarna merah di dahi kiri Alin.

"Aku gapapa Bryan."
Jawab Alin dengan suara yang terdengar masih lemas.

"Alin, maafkan aku. Tadi nggak sengaja."

"Gapapa kok, kamu tenang aja."

"Lain kali kalau main hati-hati!"
Ucap Bryan dengan nada menggertak kepada cewe itu sehingga membuat cewe itu serta Alin terkejut.

"Mmm, Bryan gue tunggu diluar—ayo kita keluar."
Ujar Devan seraya mengajak cewe itu keluar agar tidak terjadi keributan di dalam UKS.

"Bryan, kamu gaperlu kayak gitu ke temen aku, aku udah nggak papa kok."
Ucap Alin sambil menggenggam tangan adiknya untuk menenangkan.

"Tapi gara-gara dia kamu jadi begini."

"Bryan bisa bawa aku ke kantin? Aku lapar."

🌹🌹

Di kantin, dari kejauhan Raka bersama kedua temannya melihat Bryan yang menyuapi Alin itu sungguh terlihat seperti layaknya pasangan, bukan saudara kandung.

"Kok gue ngerasa ada yang nggak beres sama mereka berdua."
Ujar Vino dengan ekspresi curiga.

"Bukan mereka yang beres, tapi Bryan nya yang emang nggak beres."
Sahut Venon seraya mengaduk es nya menggunakan sedotan.

"Bryan emang gitu dari dulu, makannya gue gabisa langsung deketin Alin gitu aja."

"Ck! Tapi sebelumnya Alin kan pacaran sama Jordan, setau gue Bryan nggak segitunya deh jagain kakaknya."

"Yaa mungkin dia punya alasan sendiri Vin kenapa begitu ke kakaknya."
Jawab Raka lebih memilih untuk mengacuhkan pikiran Vino. Padahal jauh di lubuk hatinya ia juga penasaran kenapa Bryan seperti sangat posesif kepada kakaknya.

"Lo nggak tahu, kenapa Alin bisa putus sama Jordan?"
Tanya Vino kepada Raka. Disana Raka hanya menggeleng sebagai jawaban.

Sifat posesifnya Bryan kepada kakaknya sungguh sangat menyusahkan Raka untuk mendekati Alin. Bagaimana tidak, Alin tidak bisa keluar rumah jika bukan bersama adiknya. Untuk berkomunikasi di sekolah pun juga takut bila Bryan tidak sengaja melihat atau bahkan diketahui oleh teman Bryan. Ia hanya bisa berbicara empat mata dengan Alin saat di dalam kelas saja. Beruntungnya ia satu kelas dengan Alin, sehingga masih ada celah untuk mendekati meskipun hanya sekian persen.

🌹🌹

Bel pulang sekolah berbunyi sebagai tanda bahwa jam belajar pada hari ini telah selesai. Saat melihat Alin sudah keluar kelas terlebih dahulu, membuat Raka segera menyusul untuk berbicara sebentar dengannya.

"Alin."
Seru Raka dari arah belakang. Alin yang tadinya hendak berjalan menuruni anak tangga menjadi terhentikan saat seseorang memanggil namanya.

"Alin, gimana keadaan mu? Udah baikan?"

"Aku udah baik-baik aja kok Raka."
Jawab Alin dengan senyuman tipis di wajahnya. Mendengar itu jelas membuat Raka senang, karena Alin sudah baik-baik saja meskipun kening gadis itu masih ada benjolan akibat benturan bola basket yang sangat keras.

"Mmm, sebenarnya aku pengen ngajak kamu keluar nanti malam, tapi—aku ragu."
Ucap Raka dengan wajah yang sangat jelas menunjukkan keraguan di dalamnya. Sementara Alin sudah mengerti dan paham apa yang membuat Raka ragu untuk mengajaknya keluar.

"Kita bahas di chat aja ya."

"Alin!"
Terdengar suara bariton yang keras itu dari Bryan. Cowo itu sudah menunjukkan wajah tidak suka saat mengetahui bahwa kakaknya tengah berbicara empat mata dengan cowo lain. Sementara Raka dengan spontan langsung melangkah mundur sengaja membuat jarak dengan Alin.

"Ayo pulang."
Pinta Bryan kepada Alin dengan menarik paksa tangan kakaknya. Disana Raka hanya bisa menghembuskan nafasnya tidak bisa melakukan apa-apa jika Bryan sudah mengambil alih kakaknya. Aura horror yang diciptakan oleh Bryan menyeruak sangat kuat sehingga langsung membuat nyali Raka menciut. Bagaimana tidak, Bryan termasuk dalam anggota taekwondo terbaik di sekolah ini, dan juga sering mendapatkan juara tingkat kota. Dibandingkan dengan Raka yang jika berantem hanya bisa mengandalkan jurus asal-asalan yang penting bisa menyelamatkan diri dari serangan musuh.

"Aduhhh men men, lo kalah lagi sama Bryan."
Seru Vino seraya mengalungkan tangannya di leher Raka. Disana Raka hanya memutar bola matanya malas, dan memilih untuk segera langsung pulang.

Disisi lain, seorang gadis dengan kalung name tag bertuliskan wakil ketua osis sedang melihat Raka dan Alin tengah berbicara membuatnya tidak suka. Entah kenapa Raka selalu saja masih berjuang untuk mendekati Alin, padahal sudah terlihat jelas bahwa Alin selalu menjauh saat Raka mencoba untuk mendekati. Sementara saat dirinya mencoba berbagai cara untuk mendapatkan perhatian dari Raka, cowo itu selalu saja menghindar bahkan seperti menolak akan kehadirannya. 

🌹🌹

Love u, sister!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang