Extra Part : Pinky Blue

20.9K 1K 19
                                    

Haiiii

Kangen nggak?

Udah siap ketemu sama Davka dan Ichi? Coba tebak siapa???

***

Jam dua dini hari, Rakan meraih asal dompet dan sling bag-nya yang tergeletak di kursi penumpang. Langkahnya lebar dan dipercepat ketika ponselnya berdering dan nama Anya muncul di sana berkali-kali. Dia mengabaikan beberapa panggilan sebelumnya karena fokusnya penuh pada jalanan yang ia lalui dengan kecepatan tinggi.

"Halo? Iya, iya, ini gue udah jalan dari parkiran."

"Lari!" Suara Anya melengking dari seberang, dan nadanya gemetar karena panik.

Rakan menuruti perintah itu karena otaknya tidak lagi bekerja dengan benar. Sampai ia tiba di depan ruangan serba putih yang pintunya masih terbuka lebar dengan beberapa tirai penyekat. Tidak banyak pasien yang menunggu tindakan di dalam ruangan itu, sehingga ia bisa dengan cepat menemukan di bed mana Nara tengah berbaring.

"Sayang?"

Rakan melewati Anya begitu saja dan segera meraih tangan Nara yang sudah keringat dingin dengan wajah yang pucat. Di sampingnya, seorang perawat tengah memantau denyut jantung bayi mereka dan kontraksi Nara. Ini sudah selang beberapa jam sejak bukaan pertama dan sepertinya prosesnya terjadi lebih cepat dari perkiraan. Baru saja Rakan hendak mengambil perlengkapan yang tak sempat mereka bawa, karena menurut prediksi bidan, Nara baru akan melahirkan sekitar dua jam lagi. Alhasil ia harus kembali dengan kecepatan ekstra ketika baru sampai di sepertiga perjalanan menuju rumah.

Waktu berlalu begitu cepat, Nara sudah melalui kehamilan sembilan bulan lamanya hingga tiba di saat dia harus melahirkan buah hati pertamanya dengan Rakan. Di saat-saat menjelang pemindahannya menuju ruang bersalin, Nara masih mengingat betul memori ketika pertama kali merasakan tendangan di perutnya, juga kontraksi pertama yang datang tanpa diduga di suatu pagi di akhir pekan.

Saat itu langit masih gelap, pagi belum genap pukul lima dan Nara terbangun dari tidur karena perutnya terasa kencang. Kehamilannya baru memasuki trimester kedua kala itu, ketika untuk pertama kalinya ia merasakan kontraksi Braxton-Hicks. Rakan terbangun karena pegangan Nara pada lengannya begitu erat, sedang perempuan itu sudah banjir keringat dengan wajah meringis menahan sakit.

"Ra, kenapa sayang?" Tangannya menyentuh perut Nara yang mulai jelas kelihatan membuncit.

"Tiba-tiba kenceng banget."

Rakan tidak pernah melihat Nara seperti ini sebelumnya. Ia panik dan mencoba mencari tahu apapun yang bisa ia lakukan untuk meredakan rasa sakit itu, sambil tangannya terus mengusap dan menenangkan Nara yang masih gelisah. Lalu ia mengecek kalender dan teringat pesan Dokter Halida—dokter spesialis obgyn yang menangani konsultasi kehamilan Nara sejak awal—bahwa kontraksi palsu atau kontraksi Braxton-Hicks kerap muncul di masa kehamilan trimester kedua. Jadi Rakan berusaha melakukan langkah penanganan yang sudah dipelajarinya beberapa hari lalu.

Rakan membantu Nara untuk bangun dari posisi tidurnya dan duduk dengan bersandar pada sandaran kasur. Ia bantu perempuan itu untuk merasa nyaman dengan tangannya yang terus mengusap pelan perut yang semakin kencang itu.

"Masih sakit atau mendingan?"

Nara tampak menggigit bibir bawahnya. "Kok makin kerasa kenceng ya ini."

Tangannya yang lain kini mengusap kepala Nara, menyalurkan kekuatan sampai rasa sakit itu akan hilang. Seandainya Rakan bisa mengambil alih rasa sakit itu, ia akan lakukan apapun untuk Nara.

"Mau coba berdiri biar reda?" Menurut Dokter Halida, kontraksi palsu ini masih aman jika tidak disertai dengan rasa nyeri dan akan reda jika ibu hamil mengubah posisinya, misalnya dari tidur ke berdiri.

3600 Seconds from Merapi [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang