Hari-hari yang menyenangkan itu pun harus berakhir. Satu malam sebelum hari kelulusan taman kanak-kanak, Hanni diberitahu ayahnya bahwa mereka akan pindah ke kota lain karena urusan pekerjaannya; ayahnya pindah kantor. Maka mau tidak mau mereka pun akan pindah tempat tinggal.
Hanni masih jadi anak yang gembul, yang hanya punya satu teman yaitu Minji. Di hari kelulusan ini, semua anak merasa gembira sambil bermain dengan gurunya untuk terakhir kalinya, kecuali Hanni. Ia sedari tadi terus menempel pada Minji, mengekorinya kemanapun Minji pergi.
"Pham, nanti kamu sekolah dimana?" tanya Minji.
"Gak tahu, yang pastinya bukan disini" ujarnya lirih.
Minji terkejut. "Emang mau kemana? Kamu mau pindah?"
"Papa baru bilang ke aku malam tadi kalau hari ini adalah hari terakhir aku di kota ini"
Minji seketika merasa sedih. "Kamu emang pindah kemana?"
Hanni menggeleng pelan. "Gak tahu, papa gak ada kasih tahu aku bakal pindah kemana"
Mata Minji berkaca-kaca. Ia sedih karena Hanni akan meninggalkannya.
"Aku sedih, kira-kira kita bisa ketemu lagi gak ya?" ujarnya sambil menunduk.
Acara perpisahan sudah selesai, masing-masing anak pun pulang dengan orangtuanya, termasuk Hanni yang sudah dijemput oleh supir pribadi ayahnya.
"Berarti ini hari terakhir kita, ya?" tanya Minji.
Hanni mengangguk. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya tumpah juga. Sebelum ia memasuki mobil, ia berlari untuk memeluk Minji. Minji pun menyambut Hanni dan memeluknya erat.
"Aku sayang Minji" ujarnya sambil terisak-isak.
"Aku juga sayang kamu" ujar Minji.
"Tolong jangan lupain aku, ya?"
Minji menggeleng. "Enggak, aku gak bakal lupa sama kamu"
Hanni lalu melepaskan pelukan mereka lalu merogoh sesuatu di dalam tasnya dan menyodorkannya pada Minji.
"Cuma ini yang bisa aku kasih ke kamu, tolong jaga baik-baik, ya"
Minji menerima pemberian Hanni. Dilihatnya sehelai sapu tangan dengan bordir nama 'Pham Hanni' di pinggirnya menggunakan tulisan rait.
"Jadi.. nama panjangmu Pham Hanni?"
Hanni mengangguk. "Maaf ya gak bisa lama-lama, aku harus cepat pulang" ujarnya.
Maka ia buru-buru memasuki mobil, meninggalkan Minji yang sedang terpaku, berdiri dengan raut wajah sedih.
Sembari mobil menjauh dari sekolah, Hanni pun membuka kaca jendela mobilnya dan melambaikan tangan, berpamitan pada Minji yang masih melihat kepergiannya dari depan gerbang.
Flashback end
***
Tahun demi tahun terlewati, dunia Minji masih berkutat pada buku dan prestasi. Sedangkan Hanni, di masa-masa sekolah dasar hingga menuju sekolah menengah atas telah mengalami banyak sekali hal, termasuk perundungan karena bobot tubuhnya yang tidak ideal sehingga dimasa-masa sekolah menengah pertama ia berusaha untuk menurunkan berat badannya dengan berolah raga rutin dan menurunkan porsi makannya. Walau agak ekstrem, hal itu membuatnya jadi cepat turun berat badan. Sayangnya, karena gaya dietnya yang tak sehat, ia jadi gampang sakit.
Hari-hari Hanni lewati dengan menahan rindu pada Minji. Dalam hati ia berharap semoga garis mereka bersinggungan lagi. Sepuluh tahun pun berlalu, rupanya Tuhan mendengar doanya. Tepat dihari liburan kenaikan kelas 11, Hanni diberitahu ayahnya bahwa ia dan sang ayah akan pindah ke kota asal mereka, Bandung. Bukan main senangnya Hanni. Tidak satu sekolah dengan Minji pun tak apa, yang penting ia satu kota dengannya.
Namun setelah tahu bahwa ia satu sekolah dengan sang pujaan hati, bahkan bertemu di hari pertama sekolah karena ia dan Minji sama-sama datang terlambat, bukan main rasa senang hatinya. Minji yang sekarang dengan yang dulu tidak jauh berbeda, hanya saja kulitnya menjadi lebih putih dari pertemuan terakhir mereka waktu itu.
Boneka dan gelang pemberian Minji ia simpan baik-baik walau warna gelangnya telah memudar dan bonekanya menjadi agak sedikit kumal karena dimakan waktu.
Tapi dengan perubahan yang signifikan pada fisiknya, ia pikir Minji pasti telah lupa dengannya.
Namun dihari ini, ketika ia telah resmi berpacaran dengan Minji, ada perasaan bahagia yang begitu membuncah. Bagaimana tidak? Perasaannya dibalas oleh cinta pertamanya. Hanya dengan hal itu ia merasa seperti jadi orang paling beruntung di dunia. Makanya ketika ada banyak hati yang mendekati disaat ia telah mencapai berat badan ideal, tak ada yang bisa mengetuk hatinya kecuali Minji seorang.
"Kamu mau tahu gak, aku suka kamu sudah berapa lama?" ujar Hanni.
Minji menggeleng pelan. Kemudian dengan senyum manisnya, Hanni berucap,
"Sejak kita masih TK"
Minji terkejut mendengarnya. "Tunggu, kamu... jadi kamu Pham Hanni yang lucu itu?" ujarnya sambil menganga, seakan tak percaya bahwa yang jadi kekasihnya ini adalah teman masa kecilnya.
Hanni menggangguk dan tersenyum lebar. "Kenapa kaget gitu? Gak nyangka ya?"
Tanpa membalas pertanyaan sang kekasih, Minji memilih untuk memeluknya erat, sangat erat sampai-sampai Hanni merasa sesak.
"Aduh sayang, bisa longgarin dikit gak pelukannya, sesak" keluhnya.
Minji tak mengindahkan. Tak lama kemudian terdengar suara tangisan di telinga Hanni.
Minji menangis.
"Sayang kok nangis?" ujar Hanni terkejut. Ia sambil mengusap-usap kepala Minji dengan lembut.
"Kenapa kamu baru kasih tau, Pham? Kamu gak tahu betapa kangennya aku sama kamu" ujarnya sambil terisak-isak.
"Sesak, Pham. Sakit pas tahu kamu pindah dan aku waktu itu gak bisa ngapa-ngapain bahkan untuk sekadar mendatangi kamu dan kasih kamu ucapan selamat tinggal. Aku bahkan gak tahu kamu pergi kemana, gak bisa hubungin kamu selama ini. Aku gak mau kehilangan kamu lagi... gak akan mau" sambungnya.
Hanni merasa bersalah pada Minji. Sayang sekali, karena mereka masih anak-anak, mereka jadi tidak punya akses untuk bisa saling komunikasi satu sama lain.
"Maafin aku ya, sayang. Aku udah berusaha untuk bisa hubungin dan cari kamu. Sayangnya aku gak punya akses buat dapetin itu. Aku pengen ke Bandung buat cari kamu sendirian tapi papa gak pernah bolehin. Padahal satu-satunya harapan aku buat bisa tahu kamu itu dengan mendatangi sekolah kita. Tapi ya... gitu. Papa ketat banget sama aku" jelasnya.
Hanni lalu berusaha melonggarkan pelukan mereka. Ia usap air mata di pipi Minji dengan jari-jarinya yang mungil.
"Sekarang kita udah sama-sama, kamu juga pacar aku. Kita udah gak berpisah lagi. Jadi jangan lama-lama sedihnya, ya?" hibur Hanni pada Minji.
Minji pun tersenyum mendengarnya. Ia lalu kembali memeluk Hanni dan mencium sisi kepalanya untuk menyalurkan rasa sayang dan rindu yang sudah terpendam bertahun-tahun.
"Aku bersyukur Tuhan pertemukan kita lagi" ujar Minji yang masih memeluk Hanni. Ia sandarkan kepalanya di bahu kekasihnya.
"Aku juga, sayang. Aku juga bersyukur banget karena Tuhan udah baik ke kita" timpal Hanni.
"Pham?" panggilnya.
"Hm?"
"I love you for today, tomorrow, and forever"
Mendengar hal itu, Hanni tak dapat menahan senyum salah tingkahnya.
"And love you too, darling, to the end of the universe"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Belas Selamanya | Bbangsaz
Teen FictionPada tahun ini, kita sama-sama menuju angka dua puluh satu. Tapi menurutku, kita tujuh belas selamanya. Pada usia tujuh belas, kita lakukan semua hal bersama dalam pengalaman pertama kita jatuh cinta, setiap hari denganmu menjadi hari perayaan yang...