Shoot twenty two

124 22 5
                                    

Rintik gerimis mengenai kain payung berwarna hitam pekat. Lalu lalang manusia silih berganti melewatinya. Disini, Sohyun tidak bisa mengungkapkan perasaannya sejak pertama menginjakkan kaki di area sebuah pemakaman.

Ia kira semua itu mimpi.

Tidak. Ini realita yang harus dia lihat. Seorang anak yang beberapa hari lalu masih bisa tertawa lebar merayakan tambah usianya. Kini bahkan wajahnya tanpa ekspresi. Tampak lelah dengan guratan bercak air mata diatas pipi gembil dari matanya yg sangat bengkak. Jeong Jungkook, anak itu sudah terlalu banyak menangis saat mendapatkan informasi soal kecelakaaan pesawat yang ayahnya terbangkan. Sempat berharap jika satu-satunya keluarga yang ia miliki itu masih selamat. Nihil, Jeon Wonwo resmi dinyatakan ikut tewas bersama dengan seluruh penumpang yang tidak selamat.  Beruntung jasadnya segera ditemukan selang sehari setelah kejadian, dimana saat inipun para tim SAR masih berusaha mencari yang lainnya belum ditemukan.

Arloji Jimin menunjuk pukul tiga sore. Mendampingi sang istri ikut membantu mengurus pemakaman yang mereka sebut  teman baru. Memegang i payungnya dengan erat, ia melangkah sedikit merapatkan diri mendekati Jungkook yang masih bersimpuh di atas makam sang ayah.

'' Jung, ayo pulang. "

"Pulang? " Anak itu menoleh lesu dengan pertanyaan serak. 

"Kemana aku harus pulang? '' tanyanya lagi kembali dengan sendu menatap gundukan tanah yang masih basah, " aku sendirian sekarang" Katanya.

Sohyun tak bisa menahan air matanya ketika mendengar ucapan anak itu. Sementara jimin kini mulai menurunkan diri , melabarkan satu tangannya yang bebas, dengan kasih merengkuh tubuh kecil disampingnya.

"Siapa bilang kau sendiri? Ada aku, paman Jimin dan tante Sohyun" Bisiknya , " Bukah kau bilang juga ingin menganggapmu sebagai orang tuamu? " Lanjutnya bertanya.

"Benar Jungkook. Jangan bersedih larut, " Sohyun tak tahan ikut merengkuh tubuh Jungkook, " Mulai sekarang kami orang tuamu. "
"Jangan biarkan ayahmu disana sedih.  Kau harus buktikan kau anak yang sangat kuat. "

"Mulai sekarang kau akan ikut dengan kami. "

"Maafkan ayah kook, karena harus meninggalkanmu sendiri,"  Kalimat terakhir sebelum pesawatnya benar-benar kehilangan kendali.

~~~~~~

" ayah , ibu? " Sohyun mengangguk antusias.

Ini hampir sebulan Jungkook tinggal bersamanya dan jimin. Dan mereka telah sepakat untuk secara resmi mengadopsi anak itu dan menjadi orang tuanya. Mengingat sejak kecelakaan sang ayah, tidak ada kerabat yang mencari anak itu. Dan mereka pikir anak itu sudah benar-benar yatim piatu. Kebetulan mereka juga sudah menyanyanginya sebagai anak sendiri.

''Mulai sekarang kami adalah orang tuamu, " Tambah Jimin memegang kedua pundak jungkook.

"Kau tidak keberatan kan? "

"Aku senang sekali. Tapi , apakah aku tidak akan mengganggu kalian? '' jawabnya ragu-ragu, " Lagipula sebenarnya aku masih punya rumah dan asuransi warisan ayah sampai dewasa , cukup untuk tinggal sendiri bersama bibi yang katanya siap jika kusuruh menemani dirumah. " Pemikiran jungkook memang sudah lebih nalar dari seusianya. Teringat pesan yang disampaikan seseorang yang datang setelah sehari pemakaman ayahnya. Dibantu saksi jimin dan Sohyun yang ia percaya sudah mendampingi anak tersebut sejak kejadian. Dia Jeonghan, seorang pengacara sekaligus sahabat Jeon Wonwoo. Yang sebenarnya sudah siap mengadopsi anak itu jika ia tidak melihat pasutri yang tampaknya lebih menyanyangi anak sahabatnya.  Ia sudah diceritakan oleh mendiang sebulan sebelum kejadian.

Jeonghan bahkan masih ingat wajah sahabatnya yang tampak lepas untuk pertama kalinya. Sejak kepergian sang istri. Wonwoo bercerita sumringah antusias sang putra memiliki teman yang tampak seperti orangtua baginya.  Begitu ia tau kisah Jimin dan Sohyun yang bisa bersama dengan Jungkook anak sahabatnya.

"Kami tahu dan paham ucapan paman Jeonghan waktu itu. "

" Tapi keputusan kami sudah mantap untuk mengangkatmu jadi putra kami. Sungguh, kami tidak terganggu ataupun keberatan. " Jelas Jimin.

"Tolong terima kami sebagai orang tuamu , Jung.. "

~~~>

Dilain tempat Taehyung untuk sekian kalinya menghela napas berat. Memandangi ponsel dalam genggamannya, ia tersenyum miris. Dia merasa sudah benar-benar terlupakan. 

"Kau sungguh sudah tidak peduli ya? " Gumannya lelah menanti pesan terakhir yang tak kunjung terbalas.  Angin sepoi  balkon menyapa wajahnya bersama tiba-tiba ia merasakan sebuah lengan melingkari pinggangnya .

" Berhenti berharap pada sesuatu yang tidak pernah pasti, " Itu Hyeyoon.  Akhir-akhir ini ia lebih sering tidur di condo-nya. Tidak mau pergi meski beberapa kali sudah diusir.

"Lalu kau sendiri? Apa yang kau lakukan? " Balas Taehyung tak bergeming membiarkan posisi mereka tetap bertahan.

"Karena aku yakin masih ada kepastian. "
" Darimana kau yakin? "
" Dari berkali-kali aku menyentuhmu. Kau tidak menolaknya, ''
" Aku hanya tidak ingin harga dirimu terluka, " Balas Taehyung.

Hyeyoon tertawa kecil.

"Kalau begitu, boleh kah aku menghibur kesedihanmu lagi?" Taehyung berbalik badan.

Dipandanginya gadis didepannya itu.

''Bagaimana kau akan menghiburku kali ini? "

Dan tak lama setelahnya dia sudah merasakan bibir gadis itu menempel pada bibirnya sendiri. Yah begitulah, Hyeyoon selalu melakukannya. Gadis itu hanya berharap Taehyung segera menyadari perasaannya.

To be continue ...

----

Yang kangen silahkan komen. Jangan lupa kasih dukungan ya ,, terimaakasih sudah mampir ☺

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

So I'm married,mr Gay?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang