3🪷

0 0 0
                                    

Setelah mendapatkan peralatan, Rizal langsung menghidupkan alat komunikasi. Untung saja alat itu masih hidup namun tidak memiliki sinyal sama sekali. Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke lokasi dimana mereka mengalami kecelakaan, mengingat tempat itu cukup tinggi. Dengan arahan dari mbak Ningsih mereka akhirnya sampai di lokasi air terjun.

Dengan persenjataan lengkap mereka memeriksa tempat itu sekaligus mencari sinyal untuk menghubungi markas. Namun mereka heran karena tidak menemukan bangkai helikopter mereka sama sekali, hanya ada pepohonan lebat yang ada disana.

"Gak mungkin ada orang yang ngambilnya kan?" tanya Rizal sambil menatap sekeliling.

"Mungkin aja, kan bagian helikopternya bisa dijual." jawab Chelsy

"Tapi gak mungkin sih sampai sebersih ini, lagian helikopter kita sudah terbakar apa lagi yang mau dijual?" tanya Fahri ada benarnya juga, tidak mungkin jika ada orang yang mengambil bagian helikopter yang sudah terbakar kan?

"Apapun yang terjadi sekarang aku lebih khawatir dengan pilot kita." ucap Billa yang membuat mereka semua menjadi ikut khawatir.

"Aku harap mereka selamat, moga aja mereka sempat selamatin diri pas kecelakaan." ucap Fahri mencoba berpikir positif.

"Moga aja gitu, kalo nggak sih ya..." Chelsy mengangkat kedua tangannya setinggi bahu mengisyaratkan bahwa 'mungkin mereka sudah meninggal'.

"Sudahlah, jangan banyak omong. Kita harus cari helikopter itu sekaligus cari sinyal biar kita bisa langsung kerjain misi." tegas Fahri pada mereka semua

"Kita udah dari tadi cari gak ada loh, menurut kau gak aneh?" tanya Chelsy merasa aneh namun langsung dibantah oleh Fahri

"Nggak, pasti ada, kita belum benar aja carinya. Rizal, sudah bisa hubungi markas?" tanyanya pada Rizal namun dijawab gelengan olehnya.

"Jangankan hubungi markas, gak ada sinyal sama sekali disini. Apa memang gara² desa ini terpencil jadinya gak ada sama sekali sinyal?"

"Walaupun desa ini terpencil harusnya ada sih sinyal meski sedikit."

"Apa mungkin towernya dikorupsi?" tanya Chelsy yang membuat mereka semua agak kaget.

"Waduh pikirannya langsung ke situ."

"Jangan gitu Chel, ntar kalo tiba² ada sinyal terus markas dengar langsung kena hukum lu." ancam Rizal yang hanya dianggap sepele oleh Chelsy.

"Ya udah sih kan saya hanya berkata kebenaran."

"Iya sih. Ah udahlah fokus aja dengan tujuan." ucap Fahri mengakhiri pembicaraan mereka dan meneruskan pencarian. Namun hingga tengah hari mereka tidak menemukan apapun.

"Ini sebenarnya ada apa sih? Dari tadi kita keliling sampai jauh banget dari tempat tadi tapi benar² gak ada sama sekali petunjuk." Chelsy lalu duduk disebuah batu karena mulai merasa kelelahan sudah mencari selama hampir 4 jam tanpa istirahat.

"Iya juga ya? Kayak gak terjadi sesuatu disini. Dan kalau kalian lihat sekeliling kayaknya ada sesuatu yang beda dari yang kita lihat di peta." Fahri yang merasa aneh membuka petanya.

"Pertama, gak ada desa disini. Kedua, gak ada jejak helikopter dan ketiga kita sama sekali gak dapat sinyal walau sudah diatas tebing seperti ini." ia lalu menatap ketiganya yang sedang diam sambil mendengarkannya.

"Aneh.. apa menurutmu yang sedang terjadi sekarang?" tanya Rizal yang hanya dijawab oleh tatapan bingung Fahri

"Entahlah aku juga gak tau... sekarang sudah siang. Sebaiknya kita kembali ke desa untuk istirahat sejenak lalu kita lanjutkan pencarian setelahnya." perintahnya yang hanya dituruti mereka bertiga dan segera kembali ke desa.

***

Namun baru saja mendekati desa, mereka melihat ada pasukan yang sedang berada didepan rumah mbak Ningsih. Khawatir jika itu adalah anggota teroris yang mencari mereka, Fahri langsung menyuruh anggotanya untuk sembunyi.

"Kapten, apa kau merasa aneh dengan mereka?" tanya Chelsy sambil berbisik karena melihat pasukan itu tidak seperti teroris pada umumnya.

"Memangnya apa?" bingung Fahri tak mengerti.

"Mereka gak makai rompi dan senjatanya.. gak seperti senjata sekarang, lebih ke.. zaman dulu. Terus ada satu orang didepan pakai baju jas putih, mereka kayak bukan teroris.. lebih ke penagih hutang, tapi kok mereka semua bule ya?" mendengar itu mereka baru menyadarinya. Jika memang mereka anggota teroris harusnya mereka orang Indonesia dan memakai rompi pelindung lengkap dengan senjata modern seperti mereka berempat.

"Mungkin aja mbak Ningsih memiliki hutang dengan keluarga bule disini dan sekarang mereka menagihnya. Tapi menggunakan kekerasan dan senjata kurasa itu sudah kelewatan." geramnya melihat mbak Ningsih yang diseret paksa kehadapan pria berjas putih itu.

"Sayang banget kita gak bisa ngelakuin apa²." ucap Billa merasa bersalah.

"Ya, tapi nunjukkin diri kita ke mereka bukan ide bagus. Bisa jadi mereka bakal ngaduin kita dan buat nyawa kita dalam bahaya." ucap Rizal yang juga merasa kasihan pada mbak Ningsih. Dengan terpaksa mereka hanya bisa menatap mbak Ningsih disana hingga seorang bule lainnya datang dengan pakaian yang sama seperti pria itu dan tanpa bertanya apapun ia langsung berbicara pada mereka.

Entah apa yang dikatakannya namun hal itu berhasil membuat mereka melepaskan mbak Ningsih dan meninggalkan tempat itu. Melihat kondisi yang sudah aman akhirnya mereka berempat langsung mendekat kearah mbak Ningsih dan pria itu. Namun baru saja hendak bertanya pria itu langsung menghadang mereka dengan tatapan kesal.

"Apa yang bapak lakukan?" tanya Chelsy melihat itu.

"Bukankah sudah kubilang kalau hutang milik Ningsih akan kubayarkan?! Lalu kenapa kalian kembali lagi?!"

Mendengar nada tidak bersahabat pria paruh baya itu mereka hanya menatap bingung sekaligus sedikit kesal.

Hopes For You & UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang