1. Rumah sakit.

462 68 26
                                    

Jet pribadi milik Sean Paul Adiston terbang membelah langit, melewati pulau yang tampak indah dari ketinggian. Lelaki dewasa itu tengah fokus pada beberapa lembar kertas yang menumpuk di depannya, sesekali lelaki berpostur tinggi itu melirik ke arah kirinya. Menatap anak kesayangan yang berusia hampir lima belas tahun. Nampaknya sang anak hanyut dalam dunianya sendiri, mengabaikan Sean yang sejak tadi meliriknya terus menerus.

"Ara sayang, kamu harus minum obat sekarang" Dengan lembut Sean menyentuh bahu anak semata wayangnya.

Kedua tangan besar milik Sean dengan telaten menyiapkan segelas air, membuka lima botol obat berbentuk capsul dengan berbagai macam warna, menaruhnya di wadah tepat di samping gelas yang telah ia isi dengan air bening.

"Ara sayang, ayok minum_"

"Engga pah! Minum gak minum Ara juga tetap bakal mati"

Remaja berusia lima belas tahun itu menjawab dengan santainya, kedua manik mata gadis kecil itu masih tetap menatap ke arah hamparan pulau berwarna hijau dari jendela. Keindahan alam yang sebentar lagi akan Ara tinggalkan.

Sean terdiam beberapa saat, bukan kali pertama Ara bersikap seperti ini namun tetap saja sebagai seorang ayah Sean merasa takut dan bingung untuk menyikapi sikap dari putrinya ini. "Jangan bilang gitu... Papa janji kamu bakal sembuh, kamu harus perca_"

"Aku sekarat pa... Semua dokter bilang kaya gitu" Ara berbalik, menatap ayahnya yang kini terlihat menunduk. Ara hanya merasa tak tega dengan ayahnya, kenapa dirinya sungguh sangat merepotkan ? Ara merasa bahwa hidupnya adalah pengganggu bagi sang ayah.

"Papa... Semua ini percuma_"

"Berhenti Clara!" Intonasi ucapan Sean meninggi, membuat putri satu-satunya itu menegang. Kedua telapak tangan pria dewasa itu mengepal sempurna, menahan gejolak amarah yang meluap. "Minum obatnya, papa bakal cek nanti"

"Jadi gadis cantik yang pintar okeey, muach" Sean beranjak menjauh dari anaknya, sebelum benar-benar pergi dirinya menyempatkan untuk mengecup lembut dahi anaknya tersayang.

Memilih pergi menenangkan diri adalah pilihan terbaik bagi Sean saat ini, menghadapi sikap menyerah Ara sangat menguras ketenangan Sean. Pria dewasa tak bisa untuk tidak mengeluarkan air matanya, lagi-lagi Sean hanya bisa menahan dan meremat seluruh amarahnya yang mebeludak. Menatap pantulan wajahnya yang berlinang air mata, Sean tak bisa berhenti menangis. Senyuman bahagia anaknya terpancar jelas dalam benaknya, Sean sangat tak sanggup jika harus kehilangan senyuman indah itu.

Sedang Ara kini nampak menggerutu akibat sang ayah, dengan paksa gadis yang mengenakan selang di hidungnya menelan lima butir pil-pil pahit itu. Gadis kecil bernama lengkap Clara Diana Adiston, gadis kecil berkepala batu yang selalu membuat ayahnya selalu dalam keadaan buruk hati.

"Selang aneh ini sangat menggangu! Hufftt!"

Sementara di belahan bumi lain seorang gadis dengan seribu bakat yang dimiliki tengah melaksanakan ajang perlombaan. Jari-jari mungilnya menari dengan indah di atas tuts-tuts piano yang tengah dirinya mainkan. Ribuan manusia yang menyaksikan terpana dengan kehebatan gadis kecil dengan paras cantik yang menawan. Permainan indah dirinya bawakan berhasil membius setiap telinga yang mendengarnya.

Tepukan tangan dari para manusia yang menyaksikan dan mendengar instrumen indah itu menggema, memberi apresiasi atas pencapaian luar biasa yang gadis kecil itu lewati. Siulan serta teriakan kebanggaan terdengar riuh, begitu indah dan luar biasa sosok gadis berkulit putih bersih ini.

Piala-piala di dalam lemari usang tampak berkilau, beberapa sertifikat juga mendali ikut memamerkan keindahannya. Banyaknya mendali dan piala adalah bukti nyata seberapa banyak pula lomba yang pernah gadis itu ikuti. Bermain musik, berolahraga, hingga olimpiade berbasis pembelajaran telah gadis itu ikuti.

💉 Golden Blood 🩸Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang