Hari-hari berlalu, Abidzar sudah beberapa hari bersekolah di sekolah ini. Rasa canggung seperti pertama kali datang sudah menghilang. Abidzar bahkan bisa bercengkrama dengan beberapa teman sekelasnya termasuk Nabil dan Ammar, orang yang memang pertama kali mengajaknya berkenalan. Awalnya, Abidzar berniat mendekati Niko karena keliatannya cowok ini yang gampang dan lebih mudah dihasut. Tapi ternyata, setelah beberapa hari bersama mereka, Abidzar bisa menyimpulkan bagaimana karakter Niko.
Dan ia memutuskan untuk tidak mendekatinya. Niko adalah orang yang gampang sakit hati, jelas Abidzar bisa menebak dari apa yang telah ia baca. Orang seperti Niko hanya akan memperburuk keadaan jika misi dan strategi yang ia lakukan salah. Maka dari itu, dua orang lainnya, alias Ammar dan Nabil adalah orang yang lolos dari pengelihatan Abi. Niatnya sih, dua orang ini yang akan ia jadikan sebagai target dari misinya. Toh, sang ibu juga tidak menjelaskan berapa orang yang harus ia buat jatuh cinta. Mungkin dua saja cukup, Abi tidak mungkin membuat seluruh isi sekolah ini jatuh cinta satu sama lain.
Terlalu mustahil.
Jadi, langkah yang Abidzar ambil saat ini ialah mendekati dua orang ini. Setidaknya menjadi teman dekat mereka berdua. Abidzar perlu memahami beberapa karakter mereka dan juga background-nya. Baru mungkin ia akan melangkah ke langkah selanjutnya. Mencarikan mereka berdua kandidat yang cocok. Maka dari itu, saat ini Abidzar memutuskan untuk masuk di dua ekskul yang mereka bina. Nabil dengan basketnya dan Ammar dengan ekskul musiknya.
Saat ini, Abi sedang berada di ruang musik. Ekskul musik mereka mempunyai beberapa band yang terbentuk kelompok kecil. Ammar dan bandnya memiliki jam terbang yang tinggi, mereka sudah sering manggung di kafe-kafe dan juga sering mengikuti kompetisi musik di luar sana. Kalau kata Ammar, band ekskul mereka total ada enam. Dan baru dua band yang memang sudah dikenal di luar sekolah. Karena Abidzar anak baru, dan kebetulan ada posisi gitar yang kosong, barulah hari ini Abidzar memiliki tim bandnya.
"Lo udah bisa main gitar kan, Bi?" Ammar basa-basi. Sebenarnya ia sudah tahu kalau Abidzar bisa memainkan alat musik itu.
"Bisalah! Kalau nggak, nggak mungkin gue di sini, Bro." Abidzar menanggapi dengan bercanda, jelas ia paham kalau Ammar sedang berbasa-basi.
Setahu Abidzar, orang yang masuk ke ruangan ini adalah orang yang memang sudah bisa setidaknya memainkan satu alat musik. Ammar kemarin bercerita, anak yang belum bisa main alat musik memiliki jadwal latihan dan tempat latihan yang berbeda, mereka memiliki guru musik tersendiri. Sedangkan di ruangan ini, adalah mereka yang sudah bisa dilepas dan latihan sendiri. Untungnya Abidzar masuk ke salah satunya.
Ngomong-ngomong tentang Ammar, cowok itu rupanya memang sangat berkharisma. Cocok sekali dijadikan target misinya kali ini. Siapa coba yang tidak jatuh cinta pada pesona Ammar. Abidzar yakin kalau banyak gadis yang menyukai Ammar tapi tertahan karena keadaan dunia yang kacau seperti sekarang.
Abi sedikit jelaskan. Sebenarnya tidak ada aturan untuk manusia biasa dilarang jatuh cinta. Mereka tetap bisa melakukan dan merasakan cinta. Tapi lingkungan sekolah yang sekarang tidak mendukung adanya hal itu. Para remaja ini, sedang gila-gilanya mengejar nilai dan juga prestasi demi mendapatkan bangku di kampus ternama yang pada akhirnya membawa mereka ke pekerjaan yang mumpuni. Tidak ada waktu untuk mereka berleha-leha apalagi memikirkan perasaan. Semakin lengah kamu, semakin jauh masa depan baik di tanganmu. Itulah motto mereka saat ini.
Saking gilanya dengan nilai, prestasi, karir dan juga gaji, angka pernikahan dan angka kelahiran turun dengan sangat tajam dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi di sini mirip seperti di negara maju beberapa tahun silam. Bahkan angka kelahiran saat ini sangat mendekati 0 persen. Kalau Abi tidak salah, angkanya ialah 0,52 persen. Tidak hanya di sini, di negara-negara lain pun demikian. Manusia menjadi semakin sedikit. Bahkan hal ini menjadi bencana internasional. Kalau kata ibunya, darurat internasional. Dunia ini masih butuh manusia untuk berjalan dengan sebagaimana mestinya. Kondisi saat ini jelas merugikan umat dunia.
Maka dari itu, pemimpin mengutus sang ibu untuk memberikan tugas yang sangat berat ini padanya. Sendirian pula. Bagaimana cara Abidzar untuk membuat anak muda ambis ini jatuh cinta dan menjalin hubungan? Bagaimana bisa? Entahlah. Yang jelas yang ada di kepala Abi saat ini hanyalah mendekati dua orang ini. Ia perlu tahu bagaimana karakternya sebelum akhirnya mengerti apa langkah selanjutnya yang akan ia ambil.
Melihat Abi yang termenung Ammar mengguncangkan bahunya. "Woi! Mikirin apaan lu? Ayo fokus. Kalian perlu banyak latihan buat kompetisi bulan depan."
Hah? Kompetisi?
Abidzar langsung terkejut. Ia baru masuk dan bergabung dengan band ini hari ini, tapi bulan depan harus langsung mengikuti Kompetisi? Mengapa Ammar tidak mengatakannya sejak tadi?
Abidzar menatap mata Ammar yang sedang fokus pada tim lain. Isi hatinya tidak banyak, Ammar benar-benar sedang fokus pada tim band di ekskul ini. Abidzar tidak mendapatkan jawaban yang berarti.
"Oke, gue jelasin lagi ya, karena hari ini Abidzar pertama kali gabung. Jadi, sekolah ngirim semua tim band ekskul kita buat maju di kompetisi band bulan depan. Khusus buat Abi, sekolah ini memang setiap beberapa bulan sekali rutin ngirim siswanya buat berkompetisi. Ekskul apa pun, selagi ada kompetisi semuanya wajib siap ikut. Bulan depan, giliran ekskul kita yang maju di kompetisi band antar provinsi. Udah ngerti, kan? Jadi, ayo kita semangat. Peluang musik di masa depan masih panjang dan cerah, kalian pasti bisa kalau mulai dari sekarang bersungguh-sungguh."
Oke, Abidzar mulai paham. Sekolah ini memang lebih mengandalkan prestasi non akademik. Jadi memang sudah kebiasaan untuk mengirimkan perwakilan sekolah dari setiap kompetisi. Cukup menarik. Di sekolah yang sebelumnya, Abi bahkan tidak pernah terlibat dalam lomba-lomba atau kompetisi apa pun karena posisinya memang selalu di belakang. Hidup Abi memang terlalu santai untuk para remaja ambis di sekitarnya.
Sayang sekali, belum ada celah untuk lebih memahami Ammar. Tapi boleh Abi akui kharismanya dalam memimpin tim sangat baik. Ammar pasti banyak disukai oleh para gadis, jika kehidupan mereka normal seperti puluhan tahun silam. Kalau dari cerita ibu dan ayahnya, sih.
***
Latihan selama dua jam akhirnya selesai. Jari Abidzar mulai kebas. Tapi Ammar masih semangat memimpin tim yang lain. Abi bisa melihat kesungguhannya ketika memimpin. Kalau Abi jadi perempuan mungkin ia sudah betulan jatuh hati pada pesona Ammar.Demi menjawab rasa penasarannya, Abidzar mendekati Rina. Vokalis tim bandnya. Rina kalau digambarkan secara visual cantiknya mewakilkan kata Nusantara. Abidzar tidak bisa mendeskripsikan secara detail, tapi Rina memang betulan cantik. Apalagi dengan rambut panjang badainya itu.
"Eh, Rin. Menurut lo, Ammar tuh kayak gimana, sih?"
Mendapat pertanyaan seperti itu tiba-tiba dari Abidzar, awalnya Rina sedikit curiga, tapi pada akhirnya ia menjawabnya.
"Ammar pemimpin yang tegas, nggak otoriter dan tetap bisa merangkul anggotanya. Pendekatannya ke anggota juga oke banget, sih. Terbukti kalau kita dekat banget sama dia sebagai pemimpin."
Alamak, bukan itu yang Abidzar maksud.
"Bukan gitu, maksudnya Ammar sebagai cowok." Rina terdiam cukup lama. Terpaksa Abidzar menatap matanya, ia ingin tahu isi hati Rina tentang pertanyaannya barusan.
Ammar, ya. Dia ganteng, sih. Berkarisma juga. Visual oke, kepribadian juga oke. Tapi gue belum tertarik secara pribadi. Tipe kayak Ammar di dunia ini banyak, jadi nggak perlu dipikirin terlalu dalem. Si anak baru ini pasti iseng. Pertanyaannya nggak berbobot.
11 Sep 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Bolt From the Blue
Teen Fiction(ON GOING) Abidzar salah satu anggota komunitas eksklusif yang memiliki kemampuan khusus dapat membaca isi hati manusia, memiliki misi terlarang yakni membuat para remaja jatuh cinta. Larangan jatuh cinta yang tertulis dalam dunia mereka, membuatnya...