Kisah 5 :: Kedatangannya

2 2 0
                                    

Pagi kembali dengan begitu cepat. Abidzar jelas sedang bersiap sekolah. Ada banyak sekali hal yang sedang ia pikirkan. Bagaimana caranya membuat manusia yang sudah terdoktrin lingkungan sekitar jadi berbalik arah? Bagaimana caranya menyatukan dua manusia dalam ikatan cinta? Banyak sekali pertanyaan lain yang bersarang di kepalanya. Apakah ini saatnya Abi berpindah haluan? Kalau orang-orang terkenal macam Nabil dan Ammar saja sudah sekali untuk ditaklukkan bagaimana jika siswa biasa saja yang terlihat sangat mudah dipengaruhi.

Ah, pening sekali kepala Abi pagi ini. Belum apa-apa ia sudah pusing. Bagaimana dengan satu tahun ke depannya? Ia masih harus berada di sekolah itu setidaknya sampai ia lulus sekolah nanti. Kalau misinya gagal, Abi pun tak tahu akan mendapatkan hukuman seperti apa nantinya.

Lama-lama sendirian di kamar hanya akan membuatnya merasa frustasi dan overthinking. Jadi Abidzar segera membereskan semua peralatan sekolahnya dan pergi ke luar. Kakak-kakaknya pasti sudah pergi terlebih dahulu. Hanya tersisa ia dan ibunya meski pagi hari baru tiba.

"Nggak papa, nggak usah terlalu dipikirkan. Pusat bilang, mereka ngirim orang buat bantu kamu. Kayaknya hari ini orang itu bakal, deh. Ibu nggak tahu juga dia siapa dan dari mana, Ibu cuma dapet pesan gitu aja." Kalimat panjang yang ibunya katakan begitu ia duduk di meja makan membuat Abidzar berpikir lagi.

Siapa? Siapa yang kali ini akan membantunya? Apakah mereka bisa melaksanakan misi ini?

"Oke, Bu. Abi persiapin lagi strateginya biar misi ini berhasil."

Ibu tersenyum lalu meraih tangan anak bungsunya. Dielusnya jemari kurus itu sembari tersenyum lebar.

"Ibu di sini, nggak akan ke mana-mana. Jadi kamu nggak perlu khawatir, kalau sulit cerita aja ke Ibu. Kalaupun Ibu nggak bisa banyak bantu, setidaknya Ibu masih ada di sini buat kamu bersandar."

Abidzar mengangguk. Ia lupa kalau ibunya adalah soft spoken paling jago alias ibunya selalu mengatakan banyak sekali hal-hal baik sampai-sampai Abi merasa seperti ditenangkan hanya dengan kata-katanya saja.

***

Beberapa Minggu berada di sekolah ini, Abidzar sudah terbiasa. Ia terbiasa melihat siswa-siswi yang sibuk ke sana kemari. Ia sudah terbiasa melihat manusia di sini sangat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang senang berada di perpustakaan, di kelas, di ruang ekskul untuk latihan dan lainnya. Mereka berbaur satu sama lain, seperti sekolah pada umumnya. Sayang sekali memang tidak ada satupun pasangan yang bisa Abi temukan di sini. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing dan enggan berhubungan seperti itu.

Abi mengerti tidak semua sekolah seperti ini. Pasti di luaran sana banyak sekali pasangan-pasangan yang bersembunyi. Hanya saja tugas Abi berada di sini dan mungkin memang sekolah ini salah satu sekolah yang sama sekali tidak ada potensi hubungan percintaan. Terlihat jelas, dengan betapa sibuknya mereka setiap hari. Mengejar prestasi demi prestasi atau mengejar Skill yang mereka perlukan untuk lanjut ke jenjang yang lebih tinggi.

Ah, iya. Abi sedikit penasaran dengan apa yang ibunya katakan tadi. Seseorang akan datang membantunya melaksanakan misi ini. Kira-kira siapa? Apakah orang itu perempuan? Atau laki-laki? Lalu bagaimana bisa ia mengenali orang itu? Atau orang itu yang akan mengenal dirinya terlebih dahulu? Entahlah.

Kondisi di kelasnya saat ini sedang cukup sepi. Bukan karena tidak ada yang datang, kebanyakan dari mereka berada di luar kelas, sibuk dengan urusannya masing-masing lalu akan kembali ke kelas begitu bel masuk berbunyi. Abi tidak punya banyak kegiatan saat pagi hari. Jadi ia lebih memilih bermain ponsel. Mencacat beberapa kemungkinan strategi yang akan ia gunakan selanjutnya.

"Hei!"

Saat sedang fokus-fokusnya, Abi mendengar seseorang berbicara. Lalu bahunya dicolek beberapa detik kemudian, membuat Abidzar mendongakkan kepalanya dan melihat orang itu dengan intens.

Bolt From the BlueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang