Slow Update
Rutherfordium High School (RHS).
Siapa sih yang tak mengenal nama sekolah dengan kualitas terbaik itu? Sekolah berbasis international yang mewajibkan adanya pertukaran pelajar bagi seluruh siswa kelas sebelas di Genius Class, kumpulan pa...
Don't Forget to Follow, Vote, And Comment This Story.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Tentang rasa penasaran yang berakhir menjadi sebuah dendam." — BRAIN
---☆☆☆---
Satu minggu yang diisi dengan belajar telah berlalu. Hari ini tepat Faqih akan berangkat ke sekolah barunya. Semua barang dan keperluannya sudah diambil pihak sekolah sejak kemarin. Dengan kemeja putih yang dilapisi oleh jas hitam, dimana terdapat logo sekolah di lengan kiri, jangan lupakan dasi berwarna gradasi merah dan hitam melingkar di lehernya. Faqih melangkah menuruni satu-persatu anak tangga. Terlihat seluruh anggota keluarganya telah menunggu di meja makan. Kegiatan sarapan pun berlangsung dengan lancar dan tenang.
"Abang mau berangkat sekolah? Kok cepet banget? Abel aja masih libur," tanya Abelina menatap bingung penampilan rapih sang kakak.
Usapan lembut penuh kasih sayang diberikan oleh sang nyonya rumah pada rambut putri bungsunya. "Iya, Abel. Bang Faqih mau sekolah jauh. Jarang pulang juga nanti. Jadi, abel cuma bisa ketemu sama Abang kalau liburan sekolah doang," jawab wanita cantik itu mencoba memberi pengertian.
"Jadi, abang bakal nggak di rumah lama dong? Abel nggak ada temen main, lagi?" tanya Abelina dengan kepala yang tertunduk.
Faqih tersenyum tipis mendengarnya. Sebenarnya, dia juga tidak rela meninggalkan mansion ini, tapi jika peraturannya seperti itu, dia harus bagaimana lagi selain patuh? Dia beranjak mendekati Abelina saat mendengar isak tangis pelan dari bibir mungil adiknya. Dengan lembut, dia menghapus jejak air mata dipipi gembul itu.
"Hei! Nggak usah nangis. Lagian masih ada Bang Jemy dan lainnya yang bisa nemenin Abel main. Nanti Abang suruh mereka gantian nemenin kamu main deh. Kita juga masih bisa tukar kabar lewat telepon, dek. Abel harus selalu tersenyum, okey?" Faqih mencoba memberi pengertian agar adiknya tenang. Tak lupa senyum manis terpatri di wajahnya.
Masih dengan bibir yang melipat ke bawah, air mata yang jatuh membasahi pipinya, Abelina mengangguk pelan. Tangan Faqih bergerak mengusak pelan poni dora Abelina. "Janji sama Abang, kalau habis ini Abel nggak bakal nangis lagi?" pinta pemuda itu sambil menyodorkan jari kelingkingnya.
Dengan ragu-ragu, Abelina menautkan jari kelingking mereka. Pelukan erat mereka terima dari sang ibu. Tangis yang sejak tadi dia tahan akhirnya luruh juga. Usapan lembut penuh kasih sayang dia rasakan pada pipinya.
"Jaga kesehatan disana ya, Bang. Jangan suka nunda makan sama istirahat, mommy takut kamu terlalu fokus sama belajar sampai lupa semuanya."
Faqih tersenyum kecil. Dia memberikan satu kecupan di pipi wanita yang telah melahirkannya ke dunia itu. "Mommy tenang aja. Abang bakal pasang alarm biar nggak telat," sahutnya mantap.