04 [Revisi]

6 1 0
                                    


Don't Forget to Follow,
Vote, And Comment
This Story, Love.

Happy Reading!

"Sebuah ambisi besar untuk mencapai tujuanyang justru menyakiti diri sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Sebuah ambisi besar untuk mencapai tujuan
yang justru menyakiti diri sendiri."
- BRAIN

---☆☆☆---

Hari ini, ujian seleksi sekaligus penentuan kelas bagi para calon murid baru dimulai. Ujian ini diselenggarakan sampai tiga hari ke depan. Semua calon murid baru dibebaskan untuk memilih mengikuti ujian di hari ke berapa karena isi soal yang berbeda-beda.

Faqih berangkat bersama Fatan, mereka memilih mengikuti ujian di hari pertama. Alasannya karena Faqih tidak ingin menunda waktu lebih lama sebelum semua materi yang dipelajarinya mengabur, dan Fatan yang memang berencana mengerjakan semua soal dengan asal-asalan.

Mereka melangkah beriringan menuju ruang kurikulum untuk mengambil formulir. Terlihat banyak calon murid baru lain yang sedang sibuk mengisi identitas masing-masing. Keduanya pun melangkah memasuki ruang kurikulum untuk mengambil formulir.

"Selamat pagi, pak!" sapa kedua pemuda itu kepada pria paruh baya dengan nametag 'Onelion Jaxtraius' duduk di kursi seberang meja panjang dimana ribuan formulir berada.

"Selamat pagi, Nak. Ini formulir kalian," ujar Onelion memberikan dua lembar kertas ke hadapan mereka yang diambil secara acak.

Faqih dan Fatan saling pandang. Mereka menerima formulir itu sebelum melangkah keluar dari ruangan. Keduanya beriringan menuju tempat para anggota OSIS berada sebagai panitia.

"Lo mau di ruang berapa?" tanya Fatan penasaran.

Faqih mengedikkan bahunya. "Enggak tahu. Kita lihat saja nanti disana ruang berapa yang masih memiliki kursi kosong."

Setiap ruangan berisi 25 kursi kosong. Tak lama, mereka telah sampai di tempat para anggota OSIS berkumpul. Keduanya mendekat ke arah meja salah satu anggota OSIS yang sibuk mendata identitas para calon murid baru.

"Selamat pagi, Kak! Ada di ruang berapa saja yang masih memiliki kursi kosong?" sapa Faqih sekaligus bertanya.

Pemuda dengan pin huruf 'G' di dada kirinya itu mendongak. Terdapat seutas senyum tipis menghiasi wajahnya sebelum kembali sibuk meneliti isi kertas di atas mejanya. "Di ruang lima hanya tersisa satu kursi kosong. Sisanya ada di ruang enam sampai enam belas," jawab pemuda itu.

BRAIN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang