Happy Reading
Jin dan Jungkook masih dalam posisi saling memeluk di tempat tidurnya.
Jungkook masih setia mendengarkan curahan hati dari Jin.
"Sekarang giliran Jungkook, keluarkan semua yang ada di pikiran dan hati Jungkook. Setelah itu kita akan ambil keputusan terbaik untuk kita berdua", ucap Jin.
Jungkook menghela nafasnya.
"Aku tidak tau harus memulai dari mana buat ngungkapin semuanya.
Sejak awal aku sudah merasa terhina dengan kata-kata Jin Hyung. Aku tidak serendah yang Hyung katakan. Meskipun aku bekerja di Club malam saat itu, tidak seorangpun bisa menyentuh tubuhku.
Aku sangat marah dan terluka malam itu. Emosi membuatku tidak dapat berpikir dengan jernih. Hingga semua itu terjadi",Jungkook mengambil jeda untuk mengusap air matanya.
"Dan setelah malam itu aku menganggap diriku hanya sebagai pemuas nafsu",
Jungkook kembali menitikkan air matanya.
Jin membantu mengusap air mata Jungkook dan memelukanya erat.
"Aku merasa tidak punya harga diri lagi, aku menjual tubuhku untuk mencukupi kebutuhan hidupku. Dan semua itu memang benar.
Ada rasa sakit yang tidak bisa di ungkapkan. Aku merasa seperti sampah, terhina dan kotor.
Hati dan pikiranku menolak. Tapi tubuhku bereaksi sebaliknya. Aku tidak munafik tentang itu.
Aku juga menikmatinya.Ada rasa tercampakkan setiap kali Hyung pamit pulang setelah kita berhubungan.
Benar-benar seperti sampah yang di buang begitu saja.
Dan itu sakit sekali rasanya, Hyung",
Jin mempererat pelukannya.
"Maafkan Hyung yang tak bisa mengerti isi hatimu", sesal Jin.
"Dan sejak Hyung menghilang dari hidupku, aku menyadari satu hal, aku sudah masuk terlalu dalam hingga dengan berani merindukan Jin Hyung", lanjut Jungkook.
Jin menarik nafas dalam kemudian menghembuskannya perlahan, mencoba menghempas beban di hati dan pikirannya.
"Jujur Hyung sudah menyukai Jungkook sejak awal pertemuan kita. Tapi sebagai anak sulung dari keluarga Kim, Hyung tak dapat menjanjikan kita bisa bersama selamanya. Hyung tidak bisa membayangkan reaksi kedua orang tua Hyung jika tau kita memiliki hubungan lebih dari sekedar bos dan anak buahnya",
"Sejak awal Jungkook sadar diri, Hyung. Jungkook tidak akan menuntut apapun dari Hyung. Bahkan Jungkook tidak berani jatuh cinta",
'Tapi Hyung mencintaimu, Jungkook-ah. Sangat mencintaimu. Hanya saja Hyung terlalu pengecut untuk mengatakannya', batin Jin.
"Lantas setelah ini bagaimana hubungan kita?", tanya Jin.
"Jungkook menunggu keputusan Hyung. Tapi Jungkook harap masih bisa bekerja hingga selesai kuliah. Jungkook tidak munafik, Jungkook sangat membutuhkan uang itu",
"Baiklah kita sudah sepakat untuk melanjutkan ini semua hingga Jungkook selesai kuliah",
Jungkook mengangguk.
Selanjutnya hanya ada lenguhan dan desahan nikmat yang terdengar di setiap sudut kamar tersebut.
Jin dan Jungkook melepas rindunya.
Ranjang dan Bathtub lagi-lagi menjadi saksi kebrutalan mereka.
Bedanya kali ini Jungkook tak lagi merasa terpaksa melakukannya.
Manusiawi, ia juga butuh melampiasan hasratnya.
.
.
.
Pagi menjemput, dua manusia masih terlelap dalam keadaan tanpa busana. Mereka baru menyelesaikan penyatuan menjelang dini hari.Panggilan telephone dari Appa dan Eomma Kim tidak sama sekali menganggu tidur mereka. Rasa lelah membawa kedua anak manusia itu tidur lebih dalam lagi.
.
.
.Di rumah,
"Kemana saja Jin sejak kemarin tidak pulang kerumah", tanya Appa marah karena Jin tidak bisa di hubungi.
"Aku juga khawatir, Yeobo. Tidak biasanya Jin seperti ini. Tapi semoga saja Jin baik-baik saja", resah eomma Kim
"Apa Jin sudah punya kekasih?",
"Setauku tidak, tapi ntahlah",
"Selidiki Jin jangan sampai dia bergaul dengan orang yang salah. Aku ingin menjodohkan Jin dengan Putri sulung dari rekan bisnisku", perintah Appa Kim pada seseorang yang berada di ujung telephone.
09'11'24
JinKook_14
KAMU SEDANG MEMBACA
JIN's BAKERY
FanfictionJIN Putra Sulung Keluarga KIM, baru lulus dari Oxford University. JIN lebih memilih untuk membuka TOKO ROTI di ujung jalan depan komplek perumahan mewah yang menjadi tempat tinggal Keluarga KIM.