Bye

3 2 0
                                    

"Bye, Rakana."

***
Juju berhenti tepat di gerbang sebuah rumah mewah bergaya Eropa klasik. Kedua pasangan itu diam beberapa saat. Baik Raka atau pun Alana tetap bertahan di posisinya masing-masing—Alana yang memeluk Raka dari belakang.

"Na?" panggil Raka pelan.

Alana mengerjab, saking nyamannya punggung lebar Raka, Alana sampai tidak sadar jika mereka telah sampai.

Alana segera turun dan melepas helmnya, gadis itu sedikit kesusahan membuka helmnya, sampai akhirnya sosok tinggi tiba-tiba berdiri di hadapannya—Raka membantunya melepaskan helmnya.

"Terimakasih, aku masuk dulu," ujar Alana pelan. Gadis itu berbalik tanpa menoleh kebelakang, membuat Raka semakin merasa tak nyaman.

Pria itu berjalan dengan cepat, sebelum Alana sempat menekan password , Raka menarik tangannya, kembali membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Alana terkejut sesaat, namun dengan cepat mengendalikan dirinya.

"Besok, kita bertemu di kampus?" tanya Raka dengan suara yang dalam. Dibanding pertanyaan, lebih tepat mengatakan jika saat ini Raka merasa gelisah tanpa alasan. Membuat dia melontarkan pertanyaan konyol.

Bukankah biasanya mereka bertemu di kampus?

Alana hanya memberikan senyum tipis, tanpa memberikan jawaban apa pun.

"Alana, jawab aku," ujar Raka, menekan kedua pipi Alana agar menatap matanya. Gadis itu sedari tadi tampak menghindari tatapannya.

"Aku nggak tahu. Kalo badanku sehat, kita pasti ketemu di kampus," jawab Alana akhirnya. Mustahil bagi Alana untuk datang ke kampus besok. Alana adalah tipe seseorang yang ketika memiliki masalah memilih bersembunyi dari dunia. Bukan bermaksud untuk lari, namun dia membutuhkan ketenangan untuk berpikir.

Keduanya kembali diam, untuk kesekian kalinya. Raka masih menahan kedua pipi Alana, mengelusnya hati-hati. Mata tajamnya menyusuri setiap garis yang membentuk wajah Alana dengan sempurna. Bibir merah yang biasanya selalu berceloteh kini membisu. Binar dimata coklatnya redup dan bulu matanya yang panjang mengerjab dengan lemah, tampak sayu.

Selama 2 tahun, mungkin ini adalah badai paling besar yang menerpa hubungan mereka. Raka tidak perlu bertanya tentang apa yang membuat sikap Alana berubah, karena pria itu tentu saja sadar dengan kesalahannya. Meski dia tidak sepenuhnya tahu apa kesalahannya.

Membiarkan seorang gadis masuk ke dalam kosannya, adalah kesalahan, bukan?

Jika pacarnya itu cowok lain, mungkin Alana akan memaklumi. Tapi, ini adalah Rakana. Jangankan teman cewek, teman cowok aja gak ada. Jadi, wajar saja kekasihnya salah paham, setelah Alana tenang, dia akan menjelaskannya, tanpa kebohongan apa pun. Itulah pikir Raka.

"Aku tunggu kamu di tempat biasa, cepat sehat."

"Mm-hmm ... bye, Rakana."

Setelah memastikan kekasihnya masuk, barulah Raka menghidupkan motornya dan kembali pulang.

***
"Kamu masih pacaran sama cowok miskin itu?" pertanyaan dingin itu menyambut Alana begitu membuka pintu.

Tak jauh dari tempatnya berdiri, seorang pria tua namun masih tampak gagah dengan balutan jasnya yang rapi. Tidak ada tongkat yang menopangnya untuk berdiri, pria tua itu berdiri dengan tegap, terlihat sangat bugar di usianya yang sudah senja.

"Kapan Opa pulang?" itulah yang pertama kali Alana katakan saat melihat pria yang sudah hampir 1 tahun tidak kembali ke rumah mewah ini.

Alana hanya tinggal berdua dengan Opanya, Haris. Orang tua gadis itu telah lama meninggal, mungkin saat usianya masih belia.

"Jawab pertanyaan Opa dulu," ujar Haris penuh penekanan. Dari nada bicara dan gayanya yang angkuh, sudah jelas bahwa Haris adalah sosok yang berkuasa.

Menghadapi sikap keras Haris, Alana hanya mampu menghela napas pasrah. "Opa, aku capek banget sekarang. Bisa bahas hal lain aja? Gimana perjalanan bisnis Opa? Lancar?" ujar Alana mengalihkan topik.

Menyadari keengganan Alana membuat Haris mengernyit tak suka. "Alana, kamu gak bisa terus lari dari pembicaraan ini. Ingat apa yang Opa bilang? Jika kamu ingin mewarisi A&J Hospital, kamu harus memiliki pijakan yang kuat. Bukan cuma skill, tapi juga dukungan. Oleh sebab itu, cari pasangan yang setara dengan kamu. Kalo kamu emang gak niat untuk terjun dibidang kedokteran, masih ada sepupu kamu yang—"

"Opa!!!" Alana berteriak dengan nafas memburu. Kepala gadis itu berdenyut nyeri, seakan ingin pecah saat itu juga. Wajah putihnya merah padam dengan kedua tangan yang terkepal erat. Tentang persaingan lagi.

Menekan amarahnya yang hendak meledak, Alana berkata dengan nafas tersengal. "Kita baru ketemu, aku gak mau ribut. Aku mau istirahat sekarang."

Setelah mengatakan itu, Alana berlari menaiki tangga, tidak memedulikan teriakan Haris yang memarahinya. Setelah sampai di dalam kamarnya, Alana menutup pintu dengan keras kemudian menguncinya dan dengan asal melempar kunci tersebut.

Nafasnya masih memburu, dadanya terasa sangat panas dengan denyutan yang semakin tajam ia rasakan di kepalanya.

Alana mengambil handphonenya, hendak menghubungi seseorang—Rakana. Namun, belum sempat tangannya menekan tombol panggilan, Alana langsung melempar telepon genggamnya, membuat benda pipih itu hancur seketika.

Inilah alasan Alana selalu ingin sendiri ketika bermasalah dengan dirinya. Emosinya yang meledak, mungkin saja akan melukai seseorang.

Alana mengacak rambut panjangnya dengan kasar, sebelum akhirnya melemparkan tubuhnya ke atas ranjang. Dia butuh tidur untuk merefresh dirinya.

***
Di lain tempat, Raka telah sampai di tempat kost-annya. Pria itu pulang dengan keadaan basah kuyup, yah, siapa yang menyangka jika di pertengahan jalan hujan akan turun mengguyur kota.

Raka berjalan ke dalam kamar sambil melepas kancing kemejanya. Saat dia berjalan melewati kaca lemari, tubuh pria itu membeku saat melihat cetakan bibir berwarna merah tepat di kemejanya.

Ini?!

Jantung Raka berpacu dengan cepat saat dia buru-buru mencari handphonenya. Bayangan wajah Alana yang tampak kecewa dan muram terlintas di benaknya.

Raka berulang kali men- dial nomor Alana, namun tidak ada suara sambungan telepon. Raka semakin panik, melepaskan kemejanya dengan cepat dan mengambil mantel dan jaket. Mengeluarkan kembali si Juju dan menerobos hujan lebat.

[Rakana : Na, aku ingin jelasin semuanya.]

****
Next...

You Love Me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang