Red Lipstik

3 2 0
                                    

"Apa arti kehadiranku bagimu?"

***
[Alana : Sayang, aku udah di depan kost-an kamu nih!!]

Pesan itu terkirim, tapi tidak ada balasan. Alana menunggu beberapa saat, sebelum akhirnya memutuskan langsung masuk. Toh, dia sudah sering datang.

Dengan buket kecil dan kue di tangannya, Alana berhenti tepat di depan pintu kost, ini adalah hari aniversary mereka yang kedua tahun. Dan Alana berniat untuk merayakannya, memberikan kejutan pada Raka.

Alana berniat mengetuk pintu, namun suara perdebatan di dalam sana membuat Alana terdiam. Suara Raka, dan seorang wanita.

"Gak usah bohongin perasaan kamu, kamu masih cinta kan sama aku?! 5 tahun kita pacaran, gak mungkin kamu lupain aku secepat itu!"

"Benar, aku memang gak pernah bisa lupain kamu. 5 tahun kita pacaran, dan kamu dengan egois memilih pergi gitu aja tanpa kasih penjelasan apa pun!"

Tangan Alana lemas saat itu juga, buket bunga dan kue yang sudah dia siapkan jatuh seketika. Gadis itu masih tercengang, dia tidak dapat mendengarkan perdebatan apa pun lagi. Perlahan, suara perdebatan itu menjadi samar di telinganya.

"Aku memang gak pernah bisa lupain kamu!"

Suara Raka yang penuh kemarahan itu terus berputar di telinga Alana, bak kaset rusak. Ah, jadi, sebelum dia ternyata ada orang lain? Dan selama ini, Alana tidak mengetahuinya. Pantas saja, Raka tidak pernah membalas ungkapan cintanya. Karena, memang bukan Alana orangnya.

2 tahun ini, apakah sia-sia? Setelah masa lalu Raka kembali, apakah hubungan mereka juga akan berakhir? Apakah dia akan di campakkan?

"A-alana?!"

Suara gugup Raka membuat Alana kembali pada dunianya. Dia menatap Raka, yang sedang memegang lengan seorang gadis cantik, yang membuat mata Alana semakin perih ialah, bekas lipstik merah di kemeja Raka.

Melihat arah tatapan Alana, Raka langsung melepaskan tangannya dari gadis itu.

Saat pijakan Alana hampir goyah, Raka dengan cepat berlari menangkapnya, membawa gadis itu bersandar pada dada bidangnya.

"Ah, maaf. Aku sedikit pusing, kamu lagi ada tamu?" tanya Alana mencoba santai. Meski dadanya bergemuruh dengan hebat saat ini. Gadis itu mendorong Raka pelan, kemudian menatap seorang gadis yang sejak tadi menatap interaksi antara Alana dan Raka dengan intens.

"Dia, dia teman lama. Baru pulang dari Ausie, dia udah mau pulang kok," ujar Raka cepat. Pria itu membawa Alana duduk terlebih dahulu, sebelum membawa pergi paksa temannya.

Alana hanya diam dengan kepala tertunduk. Saat ini kepalanya terasa berisik. Raka tidak pernah mencintainya, jadi, apa yang harus dia lakukan sekarang?

Hanya beberapa menit, Raka kembali datang. Pria itu membereskan buket yang jatuh, dan kue yang mengotori lantai.

"Maaf, jadi repotin," ujar Alana pelan, yang membuat gerakan tangan Raka terhenti.

"Kenapa minta maaf?" tanya Raka. Alana yang Raka kenal, alih-alih meminta maaf gadis itu pasti akan menatapnya dengan jahil dan mengucapkan kata-kata menggoda.
Seharusnya, bukan kata maaf yang keluar.

Keduanya bertatapan, seolah ingin mencari tahu isi pikiran masing-masing melalui mata pasangannya. Seandainya Alana bisa membaca pikiran Raka, dia ingin sekali tahu, apa posisinya di hati Raka?

Sedangkan Raka, pria itu ingin mencari tahu, apa yang sedang dipikirkan kekasihnya. Bagaimana pun, keadaan mereka tadi benar-benar akan membuat salah paham. Namun, selain tatapan Alana yang lesu, Raka tidak dapat mengetahui apa yang Alana pikirkan.

"Dia Audrey. Teman aku saat SMA, kami dulu dekat," ujar Raka tiba-tiba menjelaskan.

Alana hanya tersenyum, Raka berbohong padanya.

"Aku baru tahu ternyata kamu punya teman dekat. Aku kira, kamu benar-benar sendiri, fokus sama dirimu sendiri," ujar Alana membuat Raka kikuk.

Pria itu memilih diam, membereskan kekacauan yang terjadi dengan cepat dan masuk ke dalam. Setelah beberapa saat, Raka kembali dengan segelas teh hangat.

"Terimakasih," ujar Alana, yang lagi-lagi membuat Raka tertegun sejenak.

Harusnya, bukan terimakasih. Tapi, "Ah, pacarku perhatian banget siii."

"Kamu butuh obat?" tanya Raka dengan nada canggung. Pria itu duduk di samping Alana dengan gelisah. Merasa sangat tidak nyaman dengan kekasihnya yang sedari tadi hanya diam.

Alana menggeleng, bergumam halus, "Mm-hmm ..."

"Kuenya ..." Raka mendadak ragu untuk melanjutkan ucapannya. Sejujurnya, dia lupa ini hari jadi mereka.

"Gak apa-apa. Nanti bisa dibeli lagi," jawab Alana, yang terkesan datar?

Sekarang, Raka yakin kalau sikap kekasihnya memang berbeda.

"Kamu—" Raka belum menyelesaikan kalimatnya, namun Alana langsung memotong dengan cepat.

"Aku pulang dulu ya, badan aku rasanya gak Vit." Alana bangkit dengan terburu-buru, gerakannya yang panik dan gelisah justru membuatnya ceroboh, tanpa sengaja menyenggol gelas di atas meja.

Phyarrr!!

Gelas kaca itu jatuh dan langsung pecah begitu menyentuh lantai. Alana membeku, menatap pecahan kaca yang tercecer, seperti itulah kondisi hati Alana saat ini, persis seperti gelas pecah itu.

"Maaf, aku-" Alana benar-benar tidak tahu apa yang ingin dia katakan. Tatapan Raka yang dalam membuatnya ingin secepat mungkin melarikan diri. Yang dia butuhkan saat ini hanya sendiri, kembali menata pikiran dan hatinya. Tapi, dia malah melakukan hal ceroboh.

Pada akhirnya, Alana pulang dengan diantar oleh Raka dengan si Juju—begitulah Alana menamai sepeda motor scoopy milik Raka. Sepanjang jalan tidak ada yang membuka pembicaraan. Raka memang jarang bicara, tapi Alana tidak, itu tampak sangat berbeda dari Alana yang biasanya selalu berisik.

Alana bersandar pada punggung lebar Raka, mengeratkan pelukannya. Menikmati setiap moment yang ada, siapa tahu, ini adalah terakhir kalinya mereka berboncengan berdua. Karena Alana, mulai ragu dengan hubungan mereka.

"I love you, Raka," bisik Alana. Tidak ada jawaban apa pun dari Raka, membuat kaca-kaca di mata Alana pecah. Alana menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan isak tangisnya.

Seharusnya, Alana menyadarinya dari awal, jika hati Raka tidak pernah bersamanya. Pria itu, masih menunggu cinta di masa lalunya datang.

***
Next....

You Love Me? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang