6 ❤️‍🩹

811 94 10
                                    

Jay terbangun sendirian di ranjang itu. Sunghoon sudah tidak ada. Yah lelaki itu mungkin sudah pergi pagi-pagi sekali kembali kerumahnya sebelum berangkat ke kantor. Dia kan punya rumah, tidak mungkin kan dia terus-terusan berada di apartement ini?

Tapi entah mengapa Jay merasa ada yang kosong, setelah beberapa kali dia terbangun dengan Sunghoon di sisinya, entah kenapa ada yang kurang saat dia terbangun sendirian sekarang.

Bodoh! Apa yang kau pikirkan Jay? Kau hanyalah pacar simpanannya, yang dibelinya untuk memuaskan nafsunya! Jangan pernah berpikir macam-macam. Lagipula masih ada Jungwon yang harus kau cemaskan.

Jay melangkah ke kamar mandi, tubuhnya terasa agak nyeri, karena entah kenapa pagi tadi Sunghoon bercinta seolah-olah kesetanan dan tidak menahan diri.

Ketika berkaca Jay mengernyit. Dari leher, dada sampai perutnya, semuanya penuh dengan bekas ciuman Sunghoon. Lelaki itu seolah sengaja meninggalkan jejak di mana-mana. Warnanya merah di sekujur tubuh Jay, dan Jay yakin tak lama lagi akan berubah menjadi ungu.

Dasar Sunghoon! Siapapun yang melihat akan tahu kalau ini bekas ciuman, di bagian dada bisa dia sembunyikan, tapi yang di leher? Jay belum pernah mendapatkan bekas ciuman seperti ini di tubuhnya sebelumnya.

Percintaannya dengan Jungwon selalu sopan dan tidak pernah sepanas itu sehingga Jungwon bisa meninggalkan bekas-bekas ciuman di kulitnya. Tapi Jay tahu bekas ciuman seperti ini butuh beberapa hari untuk hilang.

Dasar Sunghoon bodoh! Gerutunya sambil mencari-cari turtle neck yang dapat menutupi tubuhnya sampai ke leher lalu memadankannya dengan blazer, Jay merapikan rambutnya, lalu segera melangkah keluar, jangan sampai dia terlambat ke kantor lagi.

Ketika berdiri di tepi jalan menanti kendaraan umum, Jay merasakan sengatan sakit yang tiba-tiba di kepalanya. Jay lupa tadi belum sarapan, dan dia kurang tidur gara-gara Sunghoon hampir tidak pernah membiarkan tidur nyenyak tiap malam.

Dengan memaksakan diri Jay naik ke dalam bus menuju kantornya.

*

*

*

"Wajahmu pucat sekali."

Salah seorang temannya memandang Jay dengan cemas ketika Jay mendudukkan diri di kursinya. Tadi dia hampir terlambat dan setengah berlari ke mesin absen.

Jay memegang pipinya, memang terasa agak panas, apakah dia demam? Dan kepalanya juga pusing sekali. Tapi tetap dipaksakannya tersenyum.

"Tidak apa-apa, mungkin karena belum sarapan, nanti setelah minum teh hangat pasti lumayan baikan."

Tapi ternyata tidak, rasa pusing itu makin menusuk nusuk di kepalanya terasa nyeri, bahkan untuk menolehkan kepalanya saja terasa sangat sakit, badannya juga sama saja, rasanya nyeri di sekujur tubuh seperti habis dipukuli.

Jay bertahan dengan tidak bergerak di kursinya, tapi rasa sakitnya makin tak tertahankan.

"Jay coba kesini sebentar, lihat draft pemasaran ini bagaimana menurutmu?"
Salah seorang rekannya memanggilnya.

Dengan mengernyit Jay mencoba berdiri, tubuhnya limbung sejenak, tapi dia berdiri dan bertahan sambil berpegangan di tepi meja.

Lalu setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkahkan kaki ke meja rekannya. Tapi tiba-tiba rasa nyeri tak tertahankan menyerang kepalanya dan semuanya menjadi gelap.

*

*

*

"Pingsan?!"

A Romantic Story about Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang