1 ❤️‍🩹

2.4K 123 20
                                    

Jay menarik nafas dalam sebelum membuka pintu itu, pintu besar kokoh yang terlihat mewah dan berkuasa seakan mencerminkan apa yang menunggu dibaliknya.

Sambil menenangkan debar jantungnya dibukanya pintu itu, dan ketika menyadari tangannya berkeringat, Jay tersenyum kecut.

Seperti akan mendapatkan hukum mati saja, desisnya dalam hati.

Ketika masuk Jay menyadari ruangan itu sangat luas. Suasana dalam ruangan itu sungguh elegan, dengan penataan ruang dari desainer terkenal dan perabotan kelas tinggi yang khusus dipesan di ruangan ini.

Temperaturnya dibuat senyaman mungkin dan samar-samar tercium aroma cendana yang menyenangkan. Semua yang ada di ruangan ini sungguh menyenangkan.

Ups! Salah, semua menyenangkan kecuali satu hal, dan satu hal itu adalah sosok dingin yang duduk tegak di balik meja dengan keangkuhan yang mencerminkan seolah-olah dirinyalah pusat dunia.

Lalu tatapannya itu, sangat mengerikan. Mata biru itu menatapnya dengan kadar kebencian yang begitu kental.

Jay membasahi bibirnya dengan gugup, dan menunggu, dan terus menunggu.

Tetapi lelaki itu hanya diam menatapnya, mempertahankan keheningan di antara mereka.

Jay mengangkat dagunya dan melempar tatapan. "Well, aku sudah disini, sekarang apalagi?" kepada lelaki itu.

Si mata biru mengerutkan alisnya gusar melihat tingkah berani Jay, mulutnya menipis.

"Kudengar kau menyebabkan kekacauan proyek ini."

Akhirnya. Jay menghembuskan napas setengah lega setengah panik mendengar kalimat pembuka laki-laki itu.

"Saya hanya mencoba menyelamatkan keadaan."

Sebenarnya Jay tidak mau kedengaran begitu kurang ajar, tapi tatapan meremehkan laki-laki itu mau tak mau mengeluarkan sisi defensif dari dirinya.

"Menyelamatkan keadaan katamu?" lelaki itu tampak begitu murka mendapat jawaban Jay. "Kau mengusir klien terpenting kita, dan mempermalukannya di depan umum, dan kau bilang untuk menyelamatkan keadaan?"

Jay membalas tatapan garang itu dengan tatapan tak kalah garang. "Orang yang anda bilang klien terpenting kita itu, merayu dan meraba salah satu SPG kita di tengah-tengah pameran tersebut, apakah menurut anda, saya, sebagai supervisor hanya boleh diam saja dan tidak membelanya?"

Tatapan mata meremehkan dari mata biru itu benar-benar membuat Jay sebal.
"Kau bekerja disini sebagai supervisor dan supervisor bertugas menjaga hubungan baik dengan klien potensial, bukan mengusirnya." Jawab lelaki itu tenang.

"Jadi menurut anda saya harus melupakan moralitas hanya demi keuntungan perusahaan semata?"

"Moralitas selamanya tidak akan mendapatkan keuntungan dalam hal apapun." Si mata biru mengangkat bahu dengan bosan.

Cukup sudah! Jay menarik napas dalam-dalam.

"Kalau begitu saya tidak mau bekerja di perusahaan yang tidak bermoral, paling cepat nanti siang anda akan mendapatkan surat pengunduran diri dari saya."

Sejenak suasana menjadi begitu hening, dan kalau pun si mata biru itu kaget dengan hasil keputusan Jay, dia berhasil menyembunyikannya dengan baik karena ekspresinya tidak dapat ditebak, dia hanya memandang Jay dengan ekspresi menilai.

Suasana terasa semakin hening, dan Jay menunggu. Ketegangan terasa bagaikan senar yang ditarik kencang, siap untuk putus.

Lalu, sebuah senyuman muncul di sudut bibir lelaki itu, walaupun begitu, sinar matanya tampak begitu kejam.

A Romantic Story about Jay ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang