[00:22]

8.9K 519 50
                                    

Jangan lupa tinggalkan vote and komen (◠‿◕)

Happy Reading

☾︎──────°❀•°✮°•❀°──────☽︎


22. Rencana dan Usaha

“Bagaimana? Informasi apa yang kau dapat?” tanya seorang pria paruh baya berkacamata yang sedang duduk di kursi kebesarannya.

Meskipun usianya tak lagi muda, dengan rambut yang setengah memutih dan beberapa kerutan di wajahnya tak menghilangkan aura kewibawaannya.

“Saya sudah mendapatkan semua informasi yang Anda mau, Tuan.”

Louid, Papa Jayden memfokuskan perhatiannya pada anak buahnya itu. Ia memang menyuruh anak buahnya untuk memata-matai seseorang yang tak lain adalah anaknya sendiri, Jayden.

“Kompetisi musik itu akan diselenggarakan 3 Minggu lagi, Tuan. Dan juga Tuan muda mengikuti kompetisi itu karena mendapat tawaran dari seseorang.”

“Apa kau tau siapa orang itu?” tanya Louid.

“Tidak Tuan, orang itu memakai masker. Jadi saya tidak bisa melihat wajahnya secara langsung,” ucap lawan bicara Louid.

“Baiklah, sekarang tugasmu akan bertambah Asher. Pastikan Jayden tidak lolos dalam seleksi itu. Terserah kau mau melakukan apa, asal kau harus membuat dia gagal dalam seleksi itu,” ucap Louid menatap Asher tajam.

“Baik, Tuan. Saya mengerti.”

“Sekarang kau bisa pergi.” Asher merunduk setengah badannya sebelum keluar dari ruangan itu.

Saat Asher membalikkan badannya ia terkejut melihat kehadiran seseorang di sana.

“Selamat siang Nyonya, saya permisi,” pamit Asher pada Lauren yang terdiam mematung di dekat pintu.

Louid yang mendengar itu pun menoleh ke arah istrinya yang sedang berdiri di sana. Apa istrinya sudah berada di sana sejak tadi?

Lauren berjalan mendekat ke arah suaminya, Louid yang melihat itu pun hanya terdiam menunggu apa yang ingin dibicarakan oleh istrinya itu.

“Apa kau masih menyuruh Asher untuk memata-matai anakku?” tanya Lauren.

Louid mengalihkan pandangannya ke layar komputernya, “Dia juga anakku kalau kau lupa.”

Lauren berdecih mendengarnya. “Kalau kau menganggap dia anakmu kenapa kau selalu menentang keinginannya, Mas?"

Jari-jemari Louid yang sedang mengetikkan sesuatu terhenti, ia beralih menatap istrinya. “Karena aku tau apa yang terbaik untuk anakku, Lauren.”

“Omong kosong, Mas! Harusnya sebagai orang tua kita harus mendukung apa yang anak kita inginkan selagi itu masih dalam ranah kebaikan. Bukannya seperti ini!”

“Bahkan kau dengan teganya menyuruh bawahanmu agar Jayden tidak lolos dalam kompetisi itu, apa kau waras!? Aku hargai keputusanmu yang tak ingin memberi restu pada Jayden untuk mengikuti kompetisi itu Mas! Tapi bukan berarti aku setuju dengan rencana kotormu yang ingin menggagalkan usaha putraku!” sambung Lauren dengan napas yang memburu.

“LAUREN!” bentak Louid menatap tajam istrinya.

Lauren tersentak saat suaminya tiba-tiba saja menyerukan namanya dengan keras. Louid menatap istrinya dengan tajam, urat-urat di lehernya terlihat jelas. Ia berjalan mempersempit jarak dengan sang istri.

“Kau mempertanyakan kewarasanku!? Apa kau menganggap suamimu tidak waras, Lauren!?”  tanya Louid bertubi-tubi. Sementara Lauren hanya terdiam.

“Keputusanku tidak akan pernah berubah Lauren. Jadi kau jangan berniat untuk menghalangi jalanku kali ini. Sadarlah, ini demi kebaikan putra kita,” ucap Louid penuh penekanan di setiap ucapannya.

🎤🎤🎤

Sore hari ini Jayden berniat menemui seorang pria yang pernah memberinya selembaran kertas audisi tempo hari. Ia sudah menghubungi pria itu dan pria tersebut bilang akan bertemu dengannya di kafe Kitchee.

Di sinilah Jayden sekarang, duduk sendiri di dekat jendela. Sesekali ia melirik ke arah pintu, jemarinya mengetuk-ngetuk meja dengan ritme yang tak beraturan, mencerminkan kegelisahan yang ia rasakan.

Selagi menunggu pria itu, Jayden berpikir kembali apakah keputusannya ini sudah benar atau belum.

Jayden melirik secangkir kopi di hadapannya yang sudah hampir dingin tak tersentuh sejak tadi.

Lagi-lagi pandangannya teralih keluar mencari sosok yang telah ia tunggu.

Hingga akhirnya, pupil matanya melebar saat melihat seorang pria yang menutup setengah wajahnya dan mengenakan mantel panjang yang kini berjalan ke arahnya.

Ia ingat betul bagaimana penampilan pria yang memberinya secarik kertas itu tempo hari.

Jayden memfokuskan perhatiannya melihat gerak tubuh pria itu, ia berdiri dari tempatnya, ia menyambut uluran tangan pria itu saat pria tersebut mengulurkan tangan ke arahnya.

“Apa aku membuatmu menunggu terlalu lama?” tanyanya.

Jayden menggeleng pelan, ia mempersilakan pria itu untuk duduk. Di lihatnya pria itu membuka maskernya menampilkan wajah tampannya.

Jayden akui pria itu terlihat tampan, Jayden menduga pria itu lebih tua beberapa tahun darinya.

“Langsung ke intinya saja, aku menerima tawaranmu itu, Tuan,” ucap Jayden to the poin.

Pria di depannya melipat kedua tangannya di depan dada, “Wow, ternyata kau bukan pria yang mudah berbasa-basi ya.” Takjub pria itu.

Pria itu terbatuk pelan saat melihat tatapan tajam dari Jayden, ia mengubah posisi duduknya menjadi tegak, “Baiklah, sebelumnya perkenalkan namaku Drivar.”

“Aku senang kau menerima tawaranku anak muda, itu artinya kau mau di ajak bekerja sama denganku.”

Kening Jayden mengernyit, “Bekerja sama? Apa maksudmu?”

“Bila kau lolos dalam seleksi itu, dan menjadi finalis kau harus menjadikanku sebagai manajermu, bagaimana?”

“Lagi pula aku sangat yakin dengan kemampuanmu itu, kau benar-benar berbakat dalam musik. Sangat disayangkan jika kau tidak memanfaatkannya,” sambung Drivar.

Jayden terdiam mendengarkan perkataan Drivar barusan, ada secercah harapan saat mendengar kalimat Drivar yang mengatakan jika ia berbakat dalam musik. Ia semakin yakin jika dirinya bisa.

Ia akan mencobanya, dan membuktikan pada kedua orang tuanya jika ia bisa berhasil dengan jalan yang ia pilih. Terutama pada papanya.

☾︎──────°❀•°✮°•❀°──────☽︎

To Be Continued

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian😈

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian😈

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Thread of Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang