3. Tanda Tanya

16 1 0
                                    

Hai, Guys....

Aku balik lagi, nih...

Maaf, ya. Aku upnya nggak konsisten. Lagi sibuk di real nih...

Selamat membaca. Maaf dengan typo yang tercipta.

Jangan lupa like, comment dan share ke teman-teman kalian ya biar bisa baca bareng.

Happy reading...

_________________________________________________________________________

Hasil ujian matematika yang dilaksanakan dua hari yang lalu kini sudah berada di tangan para siswa kelas XI IPA 1.

"Nilai tertinggi kali ini kembali diraih oleh Daniel Angkasa dengan perolehan nilai yang sempurna."

Intan menatap nilai yang tertera di sudut kanan atas lembar jawabannya. Kurang nol koma dua poin dari nilai sempurna yang dia harapkan. Pensaaran dengan jawaban milik Daniel, Intan beranjak menuju meja rivalnya itu. Sebelum dia tiba di dekat meja Daniel, laki-laki itu sudah memberinya sebuah senyum kemenangan sembari mengibas-ngibaskan lembar jawabannya.

Melihat Intan yang sedang berjalan ke mejanya –lebih tepatnya berjalan menghampiri meja Daniel– Gavin segera menghindar. Dia tidak mau lagi terlibat dalam masalah Intan dan Daniel. Maka dari itu, sebelum Intan tiba di dekat mejanya, dia segera beranjak dari sana menuju tempat Jihan berada yang tentunya diirngi oleh lirikan maut Intan karena telah berani pergi di saat dirinya sedang mendekat ke arahnya. Tanpa permisi, Gavin langsung duduk di samping Jihan.

"Ngapain lo di sini?" tanya Jihan.

"Gue nggak mau kena getah lagi untuk yang kesekian kalinya, Han" jawab Gavin dengan mata masih menatap Intan dan Daniel yang kini sudah saling berhadapan.

Jihan tertawa. "Makanya, lain kali kayak gini aja. Mending lo menjauh sebelum perang mereka dimulai."

"Bahagia banget lo lihat nasib gue, Han," gerutu Gavin.

Jihan kembali tertawa. "Sabar, ya, Mas." Dia menepuk-nepuk pundak Gavin.

Kemudian, mereka berdua sama-sama menyaksikan tontonan rutin mereka. Seperti sinetron Indonesia saja yang selalu tayang setiap hari. Hanya saja bedanya, mereka tidak pernah bosan melihat perdebatan Intan dan Daniel.

"Udah jelas, 'kan, siapa pemenangnya?" kata Daniel dengan senyum yang sanggup membuat Intan ingin menonjoknya saat itu juga.

Dengan sigap, Intan menyambar kertas yang dipegang Daniel. Dia meletakkan lembar jawaban yang bertuliskan angka seratus di sudut kanan atas itu di atas meja. Bersebelahan dengan lembar jawabannya. Intan meneliti setiap nomor dengan seksama. Membandingkan di mana letak kesalahannya sehingga nilainya berbeda dari Daniel. Padahal, dia sangat yakin bahwa nilainya akan sempurna.

Saat tidak melihat perbedaan sedikit pun, Intan lalu melakukan aksi protes pada gurunya. Dia segera menghampiri meja guru. Di mana Pak Fandi sedang duduk sambil menulis sesuatu di bukunya.

"Pak," panggil Intan sopan. Di tangannya terdapat dua lembar kertas yang merupakan kertas jawaban miliknya dan Daniel. Dia lalu meletakkan kedua kertas tersebut di hadapan pak Fandi. "Di mana letak kesalahan jawaban saya, Pak? Kenapa nilai saya dan Daniel bisa berbeda?"

Gavin yang mendengar Intan menyebut nama Daniel dengan enggan hanya bisa tersenyum simpul. Tidak menyangka akhirnya dia akan mendengar Intan menyebut nama temannya itu meski bukan pada orangnya langsung.

"Akhirnya, gue bisa dengar Intan nyebut nama Daniel," ucap Gavin.

"Masih kurang, Vin. Gue malah pengin dengar Intan nyebut nama Daniel di depan orangnya langsung," ujar Jihan.

RIVALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang